“Berburu itu pekerjaan saya. Bekerja di farmasi, itu hobi,” kelakar Kendrariadi Suhanda, Wakil Sekjen GP Farmasi. Kendra bekerja di perusahaan asing, memang gemar berburu. Di ruang kerjanya, terpajang beberapa ‘tropi’ hasil berburu, mulai kepala rusa sampai taring babi dari pedalaman Kalimantan.
Adalah ikatan pertemanan yang membuatnya sangat menyukai berburu. “Melalui berburu, komitmen persahabatan erat sekali. Tidak pandang kedudukan dan pangkat, kita sederajat, bahkan bisa saling mengolok,” kata Kendra selain di GP Farmasi dan PMMC, aktif di PERBAKIN.
Ia sudah berburu sampai ke Afrika. Tapi, saat ini lebih banyak di Indonesia. “Dengan berburu, kita terlepas dari segala macam aturan. Berbe4da dengan di bidang farmasi, yang sangat ketat dengan aturan. Saat berburu, aturan yang lketat hanya saat menggunakan senjata. Dalam perkawanan, tidak ada aturan yang membatasi.
Saat di Afrika, ia berburu wild the beast. ”Kalau di TV, wild the beast bergerak dalam kelompok dan gampang ditembak. Ternyata tidak semudah itu.” Dia bersama rombongan dan seorang pemandu berpengalaman harus jalan kaki, tidak boleh naik mobil. Sementara, kalau binatang mencium mnusia akan lari dari lapangan satu ke lapangan lain.
Setelah tiga jam berjalandi bawah teriknya matahari Afrika, pemandu yang merasa kelrlahan bertanya pada Kendra, “Anda biasa menembak jarak jauh?” Itu karena binatang buruan sudah dalam jarak tembak 250 m. Kendra dipinjami senjata baru RIGBY 416 yang cukup kuat. Untung badannya besar, jadi kuat.
Terlihat ada tujuh binatang buruan, yang paling besar adalah pimpinannya. “Tembak yang paling besar,” kata pemandu. Kendra dalam posisinya yang kurang menguntungkan. Tapi, begitu ditembak, binatang itu mental dan jatuh. “Kami dekati. Sata takut, jangan-jangan binatang itu belum mati, kan bisa berbahaya. Untung kena jantungnya dan langsung mati.”