“Saat Inpres dulu, hampir setiap malam tempat tinggal saya digedor-gedor orang,” ujar dr. Endang Kustiowati, SpS (K) MSi. Med, di sela peringatan World Purple Day bertema “Peduli dan dukung Penyandang Epilepsi” 21 Maret 2012, di Jakarta. Ketika itu ia bertugas di Puskesmas Bantarkawung, Brebes, daerah terpencil berjarak sekitar 12 kilometer dari Bumiayu, Jawa Tengah.
Akses menuju Puskesmas cukup jauh. Kadang warga harus membuat tandu, untuk membawa pasien. “Ada rasa takut, karena banyaknya warga yang mengantarkan,” ujarnya. Sejumlah kasus yang mestinya dirujuk ke rumah sakit, tetap dibawa Ke Puskesmas. Dengan fasilitas yang terbatas, ia berusaha semaksimal mungkin menolong pasien. “Waktu itu belum ada ruangan khusus untuk rawat inap pasien, tidak seperti sekarang,” ujarnya.
Kebahagiaan tersendiri karena pasien yang ditolong kemudian sembuh. Sebagai ucapan terima kasih, “Mereka memberi saya pisang satu tandan.” Satu tandan dari satu pasien, dalam sehari bisa terkumpul sampai 10 tandan pisang. “Saya jadi kayak orang yang mau jualan pisang di pasar,” ia tertawa. Pengalaman seperti itu tidak bisa didapatkan dari pasien di kota.
Spesialis saraf lulusan Universitas Diponegoro dan nenek 2 cucu ini, bila traveling bukan sekedar untuk bersenang-senang. “Saya travelling sampai ke luar negeri untuk menimba ilmu, yakni untuk mengikuti seminar international,” ujarnya. Teknologi kedokteran di Indonesia, menurutnya, belum semaju di luar negeri. Untuk itu, ia rajin ikut seminar dan browsing di internet. “Sebuah teori di bidang kedokteran, sewaktu-waktu bisa berubah. Kita harus selalu meng update ilmu pengetahuan.” (ant)