Akhirnya.... Finally atau apa saja ungkapan kelegaan, ungkapan pembebasan dari "jeratan" tesis dan jeratan kemalasan yang terkutuk. Satu semester absen dari dunia tulis menulis blog, akhirnya niat ini cukup kuat untuk mendorong jari mengutak-atik keyboard. Satu semester bukanlah waktu yang cukup singkat untuk membiasakan jari menggikuti kemauan otakku yang cukup melesat cepat, karena ide muncul kurang dari satu detik dan bertahan tak lebih dari 5 detik (sight... risiko terbiasa dengan short term memory). Sperti biasa dengan bahasa yang mungkin serabutan tak jelas ujung pangkalnya, kali ini mencoba membahas "pernak-pernik" OPA, dari mulai cara pemasangan sampe dosa-dosa ketika memasangnya... (nah lo... serasa kayak TUHAN saja). OPA adalah kependekan dari Oro-pharyngeal Airway, alat untuk membantu membuka jalan nafas sementara (inget loh... sementara) akibat sumbatan lidah yang menggelayut turun dan menutup jalan nafas. Masih belum kebayang juga dengan OPA, kalo nenek buyut perawat, perawat senior sampe junior nyebutnya "Guedel" (baca gudel, pelafalan "e" seperti menyebut "empat" bukan "e" pada kata "empati" karena kalau "e" pada kata "empati" gudel-nya bermakna anak kerbau), nah sebenernya "Guedel" yg biasa kita sebut tersebut adalah merk dari OPA, nah lo... (promo gratis sepanjang waktu nih si "guedel" sama perawat).
Pernah pasang OPA? saya pernah punya pengalaman lucu malah, dahulu waktu dapet jaga malam di tengah malam nan buta, pasien post KLL yang coma begonoh bunyi nafasnya snoring alias ngorok, langsung saja dipasang OPA sama salah satu perawat baru. Tak berapa lama dipasang, si Perawat langsung buat Askep, namun pas di evaluasi ternyata kok bunyi ngoroknya makin kenceng, dengan basa-basi dikit dan diskusi yang tidak alot kami lihat kondisi pasien bebarengan dan ternyata..... cara pemasangan OPA terbalik, lengkungannya menghadap ke atas, bukan kebawah.... yaaduh... pernah lain waktu karena kekecilan OPA juga masuk kedalam mulut. baik sekarang kembali ke topik hidayat....
Kapan OPA digunakan?
OPA dipakai digunakan pada indikasi pasien dengan gangguan airway (jalan nafas) yang tertutup akibat lidah yang jatuh sehingga menutup jalan nafas pada pasien tak sadarkan diri. Kondisi ini biasanya ditandai dengan bunyi nafas Snoring (ngorok). tindakan ini bertujuan untuk menahan lidah agar tidak menutup jalan nafas dan pemasangan OPA digunakan sementara sembari menunggu dilakukan intubasi. Yang menjadi catatan penting disini, pemasangan OPA TIDAK DIPERKENANKAN pada pasien dengan REFLEK MUNTAH, karena akan sangat berisiko terjadi muntah dan mengakibatkan aspirasi.
Penentuan ukuran OPA
Agar tidak tertelan dan masuk dengan pas dan tentunya alat bermanfaat dengan tepat, ukuran OPA yang masuk haru tepat sesuai ukuran. Cara penentuan ukuran OPA yang tepat ialah dengan mengukur dari sudut mulut hingga ke auditivus eksterna pasien. bingung? kira-kira begini, ambil OPA lalu letakkan di sudut mulut (paling pinggir bibir kita) dengan lengkungan menghadap bawah, nah kalau panjangnya pas sampai ujung cuping telinga berarti itu OPA yang pas....
Cara Pemasangan OPA
Terdapat 2 cara pemasangan OPA, yang pertama adalah tanpa bantuan alat dan yang kedua mengganakan bantuan Tongue Spatel. Cara pertama dilakukan dengan cara menyisipkan OPA secara terbalik (up slide down), dengan bagian cekungan menghadap keatas, masukkan hingga menyentuh dinding palatum (langit-langit mulut) lalu putar 180 derajat dan susuri sehingga lidah benar-benar ditekan bukan didorong oleh OPA. cara pertama tidak dianjurkan terhadap bayi dan anak-anak, karena dapat merusak mulut dan faring. Cara kedua yaitu dengan menggunakan bantuan Tongue Spatel, atau sudip lidah, caranya, tekan lidah dengan tongue spatel kemudian luncurkan OPA dengan menyusuri lidah dengan cekungan menghadap kebawah (TIDAK DIBALIK). setelah memasang OPA, pada pangkal OPA JANGAN DIPLASTER, karena jika pasien tiba-tiba memiliki reflek muntah OPA akan terdorong bebas keluar sehingga tidak malah menyebabkan aspirasi. jika pasien dengan bunyi nafas snoring namun ada reflek muntah, maka solusinya adalah pemasangan NPA (Naso-pharyngeal Airway), namun kendalanya adalah tidak semua rumah sakit siap sedia dengan alat ini.
Naso-pharyngeal Airway |
Akhir tulisan ini adalah, saya teringan dengan film nurse AOI ketika dia melakukan intubasi menggunakan alat-alat bengkel demi membuka airway seseorang... sebagai perawat itu adalah keputusan dilematis, buah simalakama. akhir kata, tulisan ini banyak sekali kekurangan, tak berniat menggurui siapapun, karena saya juga masih banyak harus belajar-belajar lagi.... saya tak takut tak punya jabatan dalam karir pekerjaan saya, namun saya sangat takut jika ilmu saya berhenti sampai disini... masukkan dari pembaca dan rekan-rekan sejawat sangat saya harapkan.. ilmu itu luas, untuk itulah kita saling berbagi...
Terima Kasih