Kamis, 28 Juli 2011

Spinal Anestesi

SubArachnoid Blok merupakan salah satu teknik anestesi regional dengan cara penyuntikan obat anestesi local ke dalam ruang subarahnoid dengan tujuan untuk mendapatkan analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka


ANATOMI
• Kolumna vertebralis terdiri dari 7 vertebra servikalis, 12 V thorakalis, 5 V lumbal, 5 V sacral dan 4 V coccygeus
Disatukan oleh ligamentum vertebralis membentuk kanalis spinalis dimana medulla spinalis terdapat didalamnya
• Kanalis spinalis terisi oleh medulla spinalis dan pembungkusnya (meningen), jaringan lemak, dan pleksus venosus
• Sebagian besar vertebra memiliki corpus vertebra, 2 pedikel dan 2 lamina
• Kolumna vertebralis bila dilihat dari lateral berbentuk seperti kurva, pada posisi supine titik tertinggi terletak pada V C5 dan V L4-5 sedangkan terendah pada V Th5 dan V S2

Kolumna vertebralis dibagi menjadi tiga bagian
1. Kolumna vertebralis anterior, dibentuk oleh
• Ligamentum longitudinalis anterior
• Annulus fibrosus discus intervertebralis anterior
• Corpus vertebralis bagian anterior
2. Kolumna vertebralis media, dibentuk oleh
• Ligamentum longitudinalis posterior
• Anulus fibrosus discus intervertebralis posterior
• Corpus vertebralis bagian media
3. Kolumna vertebralis posterior, dibentuk oleh
• Arcus posterior
• Ligamentum supraspinosum (ligamentum nuchae pada vertebra servikalis)
• Ligamentum interspinosum
• Ligamentum flavum


 Untuk menjaga dan mempertahankan medulla spinalis seluruh vertebra dilapisi oleh beberapa ligamentum
 Tiga ligamentum yang akan dilalui pada prosedur spinal anestesi teknik midline adalah ligamentuim supraspinosum, ligamentum interspinosum dan ligamentum flavum
 Ligamentum interspinosum bersifat elastis, pada L3-4, panjangnya sekitar 6 mm dan pada posisi fleksi maksimal menjadi 12 mm
 Ligamentum flavum merupakan ligamentum terkuat dan tebal, diservikal tebalnya sekitar 1,5-3 mm, thorakal 3-6 mm sedangkan daerah lumbal sekitar5-6 mm
 Medulla spinalis dibungkus oleh tiga jaringan ikat yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter yang membentuk tiga ruangan yaitu ; ruang epidural, sudural dan subarakhnoid
 Ruang subarakhnoid adalah ruang yang terletak antara arakhnoid dan piameter
 Ruang subarakhnoid terdiri dari trabekel, saraf spinalis, dan cairan serebrospinal
 Ruang subdural merupakan suatu ruangan yang batasnya tidak jelas, yaitu ruangan potensial yang terletak antara dura dan membrane arakhnoid
 Ruang epidural didefinisikan sebagai ruangan potensial yang dibatasi oleh durameter dan ligamentum flavum
 Medulla spinalis secara normal hanya sampai level vertebra L1 atau L2 pada orang dewasa. Pada anak-anak medulla spinalis berakhir pada lvel L3
 Dibawah level ini elemen saraf berupa akar-akar saraf yang keluar dari conus medularis yang sering disebut dengan cauda equine terendam dalam cairan serebrospinal
 Spinal anestesi biasanya diinjeksikan pada level yang lebih rendah dari L2 untuk menghindari trauma pada medulla spinalis
 Pada level dibawah L2 serabut saraf lebih mobile, melayang-layang sehingga terhindar dari trauma jarum spinal
 Sacus dura, ruang subarakhnoid dan subdural biasanya mencapai S2 pada dewasa dan sering sampai S3 pada anak-anak


Blood Suply
• Medulla spinalis mendapat suplai darah dari A. vertebral, a. servikal, a. interkostal dan a. lumbal
• Cabang spinal ini terbagi ke dalam a. radikularis posterior dan anterior yang berjalan sepanjang saraf menjangkau medulla dan membentuk pleksus arteri di dalam piameter


Spinal Nervus
• Saraf spinalis ada 31 pasang yaitu 8 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 1 koksigeal
• Pada spinal anestesi, paralysis motorik mempengaruhi gerakan bermacam sendi dan otot
• Persarafan segmental ini digambarkan sebagai berikut :
a. Bahu C6-8
b. Siku C5-8
c. Pergelangan tangan C6-7
d. Tangan dan jari C7-8, T1
e. Interkostal T1-11
f. Diafragma C3-5
g. Abdominal T7-12
h. Pinggul, pangkal paha fleksi L1-3
i. Pinggul, pangkal paha ekstensi L5, S1
j. Lutut fleksi L5, S1
k. Lutut ekstensi L3-4
l. Pergelangan kaki fleksi L4-5
m. Pergelangan kaki ekstensi S1-2
Sistem saraf otonom
1. System saraf simpatis
 Mesrabut saraf pregamglion meninggalkan medulla spinalis melalui radiks saraf ventralis T1-L2
 Pada bagian servikal kumpulan ganglia ini menyusun ganglia servikalis superior, media dan stellat ganglia
 Pada thorak, rangkaian simpatis ini membentuk saraf splanknikus yang menembus diafragma untuk mencapai ganglia dalam pleksus koeliak dan pleksus oartikorenal
 Didalam abdomen rangkaian simpatis ini berhubunagn dengan pleksus koeliak, pleksus aorta dan pleksus hypogastrik. Rangkaian ini berakhir dipelvis pada permukaan anterior sacrum
 Serabut-serabut saraf post ganglionik yang tidak bermielin terdistribusi luas pada seluruh organ yang menerima suplai saraf simpatis
 Daerah viscera menerima serabut postganglionic sebagian besar langsubg melalui cabang yang meninggalkan pleksus-pleksus besar
 Distribusi segmental saraf simpatis visceral :
a. Kepala, leher dan anggota badan atas T1-5
b. Jantung T1-5
c. Paru-paru T2-4
d. Oesofagus T5-6
e. Lambung T6-10
f. Usus halus T9-10
g. Usus besar T11-12
h. Kandung empedu dan hati T7-9
i. Pankreas dan lein T6-10
j. Ginjal dan uereter T10-12
k. Kelenjar adrenal T8-L1
l. Testis dan ovarium T10-L1
m. Kandung kemih T11-L2
n. Prostate T11-L1
o. Uterus T10-L1
2. System saraf parasimpatis
 Saraf eferen dan aferen dari system saraf simpatis berjalan melalui nervus intracranial dan nervus sakralis ke 2,3,4
 Nervus vagus merupakan saraf cranial paling penting yang membawa saraf eferen parasimpatis
 Mereka dirangsanga dengan sensasi seperti lapar, mual, distensi vesika, kontraksi uterus. Berbagai macam nyeri disalurkan melalui saraf ini seperti kolik atau nyeri melahirkan
 Nervus vagus menginervasi jantung, paru, esophagus dan traktus gastrointestinal bagian bawah sampai ke kolon tranversum. Saraf simpatis sacral bersama saraf simpatis didistribusikan pada usus bagian bawah kolon transversum, vesika urinaria, spincter dan organ reproduksi


Blokade somatic
 Dengan menghambat transmisi impuls nyeri dan menghilangkan tonus otot rangka
 Blok sensoris mengkambat stimulus nyeri somatic atau visceral sementara blok motorik menyebabkan relaksasi otot
 Efek enstetik local pada serabut asaraf bervariasi tergantung dari ukuran serabut saraf tersebut dan apakah serabut tersebut bermielin atau tidak serta konsentrasi obat dan lamanya kontak


Blokade Otonom
 Hambatan pada serabut eferen transmisi ototnom pada akar saraf spinal menimbulkan blockade simpatis dan beberapa blok parasimpatis
 Simpatis outflow berasal dari segmen thorakolumbal sedangkan parasimpatis dari craniosacral
 Serabut saraf simpatis preganglion terdapat dari T1 sampai L2 sedangkan serabut parasimpatis preganglion keluar dari medulla spinalis melalui serabut cranial dan sacral
 Perlu diperhatikan bahwa blok subarachnoid tidak memblok serabut saraf vagal. Selian itu blok simpatis mengakibatkan ketidakseimbangan otonom dimana parasimpatis menjadi lebih dominant
 Beberapa laporan menyebutkan bahwa bias terjadi aritmia sampai cardiac arrest selama anestesi spinal. Hal ini terjadi karena vagotonia yaitu peningkatan tonus parasimpatis nervus vagus


Cerebrospinal Fluid
 Serabut saraf maupun medulla spinalis terendam dalam LCS yang merupakan hasil ulktrafiltrasi dari darah dan diekskresi oleh pleksusu choroideus pada ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV
 Produksinya konstan rata-rata 500 ml/hari tetapi sebanding dengan absorpsinya
 Volume total LCS sekitar 130-150 ml, terdiri dari 60-75 ml di ventrikewl, 35-40 ml sebagai cadangan otak dan 25-30 ml di ruang subarakhnoid


Mekanisme Nyeri
 Tujuan utama pada SAB adalah bebas nyeri dengan cara memblok penjalaran impuls nyeri pada tingkat transmisi sehingga tidak terjadi persepsi nyeri di otak
 Nyeri timbul sebagai akibat serangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor atau diserabut saraf perifer atau sentral
 Nyeri dapat ditimbulkan karena danya stimulus baaik itu fisik, thermal, atau kimia
 Perjalanan nyeri atau nosisepsi terdiri dari 4 elemen yaitu :
1. tranduksi
2. tranmisi
3. modulasi
4. persepsi
Efek terhadap kardiovaskuler
 tonus vasomotor dipengaruhi oleh serabut simpatis dari T5 sampai L1 yang mensarafi otot polos arteri dan vena
 penurunan tekanan darah, penurunan detak jantung dan konstraktilitas jantung
 efek ini proporsional dengan derajat simpatektomi
 efek kardiovaskuler dari neuroaxial blok ini mirip dengan efek yang dihasilkan dari kombinasi alfa 1 bloker dan beta bloker dimana detak jantung dan tekanan darah turun
 efek dari vasodilatasi arterial dapat diminimalisasi oleh kompensasi vasokonstriksi diatas level dari blok
 efek kardiovaskuler yang merugikan ini dapat diantisipasi dengan memberikan loading cairan kristaloid 10-12 ml/KgBB
 vasopresor efedrin yang memiliki efek langsung beta adrenergic dapat diberikan untuk meningkatkan denyut jantung, kontraktilitas serta efek tidak langsung dengan menyebabkan vasokonstriksi

KOMPLIKASI SPINAL ANESTESI
Komplikasi dini
1. hipotensi
2. blok spinal tinggi /total
3. mual dan muntah
4. penurunan panas tubuh

Komplikasi lanjut
1. Post dural Puncture Headache (PDPH)
2. nyeri punggung (Backache)
3. cauda equine sindrom
4. meningitis
5. retensi urine
6. spinal hematom
7. kehilangan penglihatan pasca operasi


HIPOTENSI
 paling sering terjadi dengan derajat bervariasi dan bersifat individual
 mungkin akan lebih berta pada pasien dengan hipovolemia
 biasanya terjadi pada menit ke 20 setelah injeksi obat local anestesi
 derajat hipotensi berhubungan dengan kecepatan masuknya obat local anestesi ke dalam ruang sub arakhnoid dan meluasnya blok simpatis

Hipovolemia
 dapat menyebabkan depresi serius system kardiovaskuler selama spinal anestesi karena pada hipovolemia tekanan darah dipelihara dengan peningkatan simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi perifer
 merupakan kontraindikasi relative anestesi spinal, tetapi jika normovolemi dapat dicapai dengan penggantian volume cairan maka spinal anestesi bias dikerjakan


Pasien hamil
 sensitive terhadap blockade simpatis dan hipotensi, hal ini karena obstruksi mekanis venous return sehingga pasien hamil harus ditempatkan pada posisi miring lateral segere setelah spinal anestesi untuk mencegah kompresi vena cava


Pasien tua
Dengan hipovolemi dan iskemi jantung lebih sering terjadi hipotensi disbanding dengan pasien muda


Pencegahan
 pemberian cairan RL 500-1000 ml secara intravena sebelum anestesi spinal dapat menurunkan insidensi hipotensi atau preloading dengan 1-5 L cairan elektrolit atau koloid digunakan secara luas untuk mencegah hipotensi


Terapi
 autotransfusi dengan posisi head down dapat menambah kecepatan pemberian preload
 bradikardi yang berat dapat diberikan antikolinergik
 jika hipotensi tetap terjadi setelah pemberian cairan, maka vasopresor langsung atau tidak langsung dapat diberikan seperti efedrin dengan dosis 5-10 mg bolus iv
 efedrin merupakan vasopresor tidak langsung, meningkatkan kontraksi otot jantung (efek sentral) dan vasokonstriktor (efek perifer)


Blokade total spinal
 total spinal : blockade medulla spinalis smapai ke servikal oleh suatu obat local anestesi
 factor pencetus : pasien menghejan, dosis obat local anestesi yang digunakan, posisi pasien terutama bila menggunakan obat hiperbarik
 sesak napas dan sukar bernapas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi
 sering disertai mual,muntah, precordial discomfort dan gelisah
 apabila blok semakin tinggi penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai hipotensi yang berat dan jika tidak ditolong akan terjadi henti jantung

Penanganan
 usahakan jalan napas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan napas lewat face mask
 jika depresi pernapasan makin beratperlu segera dilakukan intubasi endotrakeal dan control ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat
 bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti jantung
 pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi
 jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari maka pemberian vasopresor merupakan pilihan seperti adrenalin dan sulfas atropin


Mual Muntah, terjadi karena
 hiotensi
 adanya aktifitas parasimpatis yang menyebabkan peningkatan peristalyik usus
 tarikan nervus dan pleksus khususnya N vagus
 adanya empedu dalam lambungoleh karena relaksasi pylorus dan spincter ductus biliaris
 factor psikologis
 hipoksia

Penanganan
 untuk menangani hipotensi : loading cairan 10-20 ml?kgBB kristaloid atau
 pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv
 oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksia
 dapat juga diberikan anti emetik


Shivering (penurunan panas tubuh)
 sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi panas oleh metabolisme berkurang
 vasodilatasi pada anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya hipotermi

Penanganan
Pemberian suhu panas dari luar dengan alat pemanas



PDPH
 disebabkan adanya kebocoran LCS akibat tindakan penusukan jaringan spinal yang menyebabkan penurunan tekanan LCS
 akibatnya terjadi ketidakseimbangan pada volume LCS dimana penurunan volume LCS melebihi kecepatan produksi
 LCS diproduksi oleh pleksus choroideus yang terdapat dalam system ventrikel sebanyak 20 ml per jam
 Kondisi ini akan menyebabkan tarikan pada struktur intracranial yang sangat peka terhadap nyeri yaitu pembuiluh darah, saraf, falk serebri dan meningen dimana nyeri akan timbul setelah kehilangan LCS sekitar 20 ml
 Nyeri akan meningkat pada posisi tegak dan akan berkurang bila berbaring, hal ini disebabkan pada saat berdiri LCS dari otak mengalir ke bawah dan saat berbaring LCS mengalir kembali ke rongga tengkorak dan akan melindungi otak sehingga nyeri berkurang

PDPH ditandai dengan
 Nyeri kepala yang hebat
 Pandangan kabur dan diplopia
 Mual dan muntah
 Penurunan tekanan darah
 Onset terjadinya adalah 12-48 jam setelah prosedur spinal anestesi

Pencegahan dan Penanganan
 Hidrasi dengan cairan yang kuat
 Gunakan jarum sekecil mungkin (dianjurkan < 24) dan menggunakan jarum non cutting pencil point
 Hindari penusukan jarum yang berulang-ulang
 Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut longitudinal durameter
 Mobilisasi seawall mungkin
 Gunakan pendekatan paramedian
 Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas maka hanya diperlukan terapi konservatif yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian cairan intravena maupun oral, oksigenasi adekuat
 Pemberian sedasi atau analgesi yang meliputi pemberian kafein 300 mg peroral atau kafein benzoate 500 mg iv atau im, asetaminofen atau NSAID
 Hidrasi dan pemberian kafein membantu menstimulasi pembenntukan LCS
 Jika neyri kepala menghebat dilakukan prosedur khusus Epidural Blood Patch
a. Baringkan pasien seperti prosedur epidural
b. Ambil darah vena antecubiti 10-15 ml
c. Dilakukan pungsi epidural kemudian masukan darah secara pelan-pelan
d. Pasien diposisikan supine selama 1 jam kemudian boleh melakukan gerakan dan mobilisasi
e. Selama prosedur pasien tidak boleh batuk dan menghejan


Nyeri punggung
 Tusukan jarum yang mengenaikulit, otot dan ligamentum dapat menyebabkan nyeri punggung
 Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang menyertai anestesi umum, biasnya bersifat ringan sehingga analgetik post operatif biasanya bias menutup nyeri ini.
 Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi dapat menyebabkan ketegangan ligamentum lumbal selama spinal anestesi
 Rasa sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi konservatif
 Adakalanya spasme otot paraspinosusmenjadi penyebab

Penanganan
Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas pada daerah nyeri dan analgetik antiinflamasi yang diberikan dengan benzodiazepine akan sangat berguna

Cauda Equina Sindrom
 Terjadi ketika cauda equine terluka atau tertekan
 Tanda-tanda meliputi
 Penyebab adalah traum adan toksisitas. Ketika terjadi injeksi yang traumatic intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki LCS, bahan-bahan ini bias menjadi kontaminan sepeti deterjen atau antiseptic atau bahan pengawet yang berlebihan


Penanganan
Penggunaan obat anestesi local yang tidak neurotoksik terhadap cauda equine merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari trauma pada cauda equine waktu melakukan penusukan jarum spinal
Retensi urin
 Blockade sentral menyebbkan atonia vesika urinaria sehinggga volume urine di vesika urinaria jadi banyak
 Blockade simpatis eferen (T5-L1)menyebabkan kenaikan tonus sfingter yang menghasilkan retensi urin
 Spinal anestesi menurunkan 5 -10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak pada pasien hipovolemia
 Retensi post spinal anestesi mungkin secara moderat diperpanjang karena S@ dan S3 berisi serabut-serabut ototnomik kecil dan paralisisnya lebih lama daripada serabut-serabut yang lebih besar


Meningitis
 Munculnya bakteri pada ruang subarakhnoid tidak mungkin terjadi jika penanganan klinis dilakukan dengan baik
 Meningitis aseptic mungkin berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi dan telah dideskripsikan tetapi jarang terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni local yang memadai

Pencegahan
 Dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang betul-betul steril
 Menggunakan jarum spional sekali pakai
 Pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik


Spinal hematom
 Meski angka kejadiannnya kecil, spinal hematom merupakan bahaya besar bagi klinis karena sering tidak mengetahui sampai terjadi kelainan neurologist yang membahayakan
 Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di medulla spinali
 Dapat secara spontan atau ada hubungannnya dengan kelainan neoplastik
 Hematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan penekanan medulla spinalis yang menyebabkan iskemik neurologist dan paraplegi
 Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnya meliputi :
1. mati rasa
2. kelemahan otot
3. kelainan BAB
4. kellainan sfingter kandung kemih
5. sakit pinggang yang berat
 Factor resiko : abnormalitas medulla spinalis, kerusakan hemostasis, kateter spinal yang tidak tepat posisinya, kelainan vesikuler, penusukan berulang-ulang
 Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli saraf
 Banyak perbaikan neurologist pada pasien spinal hematomyang segera mendapatkan dekompresi pembedahan (laminektomi) dalam waktu 8-12 jam
Kehilangan penglihatan pasca operasi
 Neuropati optic iskemik anterior (NOIA)
Penyebabnya karena proses infark pada watershed zone diantara daerah yang mendapat distribusi darah dari cabang kecil arteri sailiaris posterior brefis dalam koric kapiler
 Neuropati optic iskemik posterior (NOIP)
Penyebabnya gangguan suplai oksigen pada posterior dari n. optikus diantara foramen optikumpada apeks orbita dan pada tempat masuknya arteri retina sentralis dimana n. optikus sangat rentan terhadap iskemi
 Buta kortikal
Terjadi karena emboli atau proses obstruksi yang berlangsung lambat, hipotensi berat, antijantung yang akan berakibat infark pada watershed zone parietal dan oksipital
 Oklusi arteri sentralis (CRAO)
Sering disebabkan oleh emboli yang terbentuk dan plak aterosklerotik yang berulserasi pada arteri karotis ipsilateral
 Obstruksi vena optalmika sentralis (CRVO)
Dapat terjadi pada intraoperatif jika posisi pasien akan menyebabkan penekanan pada bagian luar mata

Pencegahan
 Mencegah penekanan pada bola mata selama intaroperatif
 Meminimalkan terjadinya mikro dan makro emboli selama cardiopulmonary bypass
 Mempertahankan nilai hematokrit pada batas normal
 Menjaga tekanan darah agar stabil