dr. Iman Solichin |
“Naik motor kecepatan berapa pun jika dilakukan dengan baik (safety riding) sebetulnya aman,” ujar dr. Iman Solichin SpOT-SPINE, saat ditemu di ruanganya di RS Orthopaedi, Purwokerto, Februari 2011. Hobinya mengendarai sepeda motor, sudah dimulai beberapa tahun belakangan. Dua koleksi motor besarnya, terpajang rapi di depan rumah sakit miliknya ini.
Salah satu koleksi motornya pernah dibawa hingga ke negri jiran Malaysia, untuk konvoi dari Malaysia ke Thailand yang berjarak 3000-an km. Saat konvoi yang diikuti 50 motor gede, kecepatan bisa 180 km/jam, dan di tikungan kecepatan 120 km/jam. “Awal saya tidak percaya, namun ketika senior memastikan bahwa kendaraan yang saya kendarai benar-benar aman dikendarai dalam kecepatan seperti itu, saya jadi lebih yakin. Saya menikmatinya,” ujarnya.
Tidak takut jatuh? “Takut pasti ada, tapi saya percaya sepeda motor ini dilengkapi teknologi tinggi yang bisa menghasilkan keamanan dan kenyamanan dalam berkendara.”
Selain motor gede, sekitar satu tahun yang lalu ia membeli mobil sport, yang juga biasa diparkir di depan rumah sakit miliknya. Mobil warna merah dengan body sporty itu memiliki kecepatan luar biasa. Dari Purwokerto, ia pernah membawa mobilnya ini sendirian ke Jakarta hanya dalam waktu 5 jam. Berangkat jam 12 malam ia tiba di Semanggi jam 5 pagi. “Jujur, belakangan ini jiwa muda saya bangkit. Ini merupakan cara saya menunda proses penuaan” ujar kelahiran tahun 1962 ini.
Kini, ia berencana membeli pesawat paralayang, yang bisa mencapai ketinggian 10.000 kaki. “Saya pernah mencobanya sekali di Parang tritis, Jogja, dan saya menikmatinya. Bumi tampat indah dilihat dari atas. Di sisi lain, saya bisa memangkas waktu jika memiliki pesawat itu,” ia tertawa. Sempat terlintas untuk membangun landasan pacu di belakang rumah sakit, memanfaatkan lahan yang masih kosong. Mengingat cuaca masih buruk, ia untuk sementara menunda membeli pesawat.
Bisa jadi juga karena akhir-akhir ini trigliseridanya tinggi. Yang pasti, “Saya menikmati hidup yang sederhana ini. Hidup hanya menjalani waktu 24 jam/hari. Hidup hanya menanti kematian.” Ngomong-ngomong, waktu kecil cita-citanya? “He he he, jadi pembalap,” ujar Ketua IMBI (Ikatan Motor Besar Indonesia) Purwokerto ini. (ant)