Rabu, 27 Juli 2011

LAPORAN KASUS General Anestesi Pada Sectio Cesaria Atas Indikasi Perdarahan Antepartum

ABSTRAK
Dalam persiapan operasi, sebelum general anestesi dilakukan, dilakukan evaluasi dan persiapan. untuk mengetahui status fisik pasien praoperatif, mengetahui dan menganalisis jenis operasi, memilih jenis atau teknik anestesi yang sesuai, dan meramalkan penyulit yang mungkin akan terjadi selama operasi dan atau pasca bedah, serta mempersiapkan obat/alat guna menanggulangi penyulit yang diramalkan. Setelah dilakukan langkah-langkah diatas, hasil evaluasi kemudian disimpulkan untuk menentukan prognosis pasien perioperatif. The American Society of Anesthesiologists (ASA). Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi. Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan. Selama proses anestesi berlangsung, status anestesi dijaga agar anestesi tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal unuk mempermudah jalannya operasi.


KASUS
Seorang wanita G3P1A0 32 tahun datang diantar bidan dengan keterangan perdarahan antepartum suspek Placenta Previa Totalis. Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 5 jam yang lalu,. pasien merasa hamil 8 bulan kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air ketuban belum dirasa keluar. Riwayat ANC di bidan. Vital Sign: TD: 120/80, Nadi : 80x/menit, RR: 20x/menit, t: 36,5 C Pemeriksaan Obstetri: Perut membesar sesuai kehamilan. Palpasi: Teraba janin tunggal, memanjang, preskep, puka, kepala belum masuk PAP, his (-). DJJ (+) 146 x/menit Pemeriksaan Dalam: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium: Hb 7,0 . Pasien akan dilakukan Sectio Cesaria Emergency

DISKUSI
Pada kasus ini seorang wanita usia 32 tahun dilakukan operasi Sectio Cesaria emergency atas indikasi perdarahan antepartum oleh karena Placenta Previa Totalis. Teknik anestesi yang dilakukan adalah anastesi umum (general anestesia) dengan metode semi-closed intubation menggunakan pipa endotrakeal nomor 7. Pipa endotrakeal digunakan (ET) digunakan agar dapat mempertahankan bebasnya jalan nafas.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda anemis, denyut jantung janin masih baik, presentasi kepala, dan karena curiga placenta previa maka tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan Hb pasien.) Pada pasien ini dikarenakan adanya penurunan nilai hasil laboratorium pada Hb, maka status anestesi pasien adalah ASA 2 E(Pasien dengan penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang)
Pada pasien dilakukan general anestesi, tidak dilakukan regional anestesi karena pada pasien ini dilakukan operasi SC emergency dengan Hb yang rendah, bila menggunakan regional anestesi akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga perdarahan yang terjadi akan lebih banyak dan akan memperparah kondisi pasien, regional anestesi juga dapat menyebabkan hipotensi padahal dengan Hb yang rendah tubuh membutuhkan Oksigen lebih banyak untuk dialirkan ke seluruh tubuh, hipotensi ini juga menyebabkan penurunan perfusi plasenta sehingga ada kemungkinan janin mengalami hipoksia walau sesaat, tapi akan menentukan APGAR scorenya, selain itu bila menggunakan GA, anestesinya bisa lebih diperpanjang daripada teknik SAB sehingga bisa digunakan pada operasi dengan durasi yang lama. 
Sebelum dilakukan operasi, pasien diminta untuk puasa 6 jam sebelumnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi lambung saat dilakukan operasi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam.
            Pramedikasi yang digunakan pada pasien adalah Odancentron 4 mg IV, Ketorolac 30 mg, dan Sulfas Atropin 0,25 mg.
Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah.
            Ketorolac merupakan analgetika non opioid yang selain bersifat analgetik juga bersifat antiinflamasi, antipiretik dan anti pembekuan darah. Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang sesuai kebutuhan, namun penggunaannya dibatasi untuk 5 hari.
            Sulfas atropine pada dosis kecil (0,25 mg) diperlukan untuk menekan sekresi saliva, mukus bronkus dan keringat. Sulfas atropine merupakan antimuskarinik  yang bekerja pada alat yang dipersarafi serabut pascaganglion kolinergik.
            Induksi anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah propofol.. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg.
            Muscle relaxant yang digunakan adalah Scolin 60 mg intravena. Suksinilkolin merupakan muscle relaxant depolarisasi. Dosisnya 1 mg/kg. pemberiannya untuk memudahkan pemasangan endotrakeal.
      Maintenance yang digunakan adalah inhalasi dengan Enflurane 2 vol%, dan O2 2 liter / menit. Enflurane merupakan halogenasi eter dan cepat populer setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar pada penggunaan Halotan. Enflurane hanya dimetabolisme 2-8% oleh hepar menjadi produk nonvolatil yang dikeluarkan lewat urin. Sisanya dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli.
      N2O 2 liter / menit diberikan setelah bayi dilahirkan. Pemberian anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 %. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat
      Tracrium (atrakurium besilat/ tramus) merupakan pelumpuh otot sintetik dengan masa kerja sedang. Obat ini menghambat transmisi neurumuskuler sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Kegunaannya dalam pembedahan adalah sebagai adjuvant dalam anesthesia untuk mendapatkan relaksasi otot rangka terutama pada dinding abdomen sehingga manipulasi bedah lebih mudah dilakukan.
            Ketika bayi telah dilahirkan, kemudian dimasukkan midazolam 2 mg intravena dan N2O 2 vol %. Midazolam merupakan sedatif golongan benzodiazepine. Selain sedasi, juga berefek hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Dosis sedasi yang diberikan secara IV = 0,025-0,1 mg/kgBB. Midazolam tidak digunakan sebagai premedikasi pada pasien hamil, namun digunakan sebagai sisipan setelah bayi lahir, karena bila digunakan sebagai premedikasi dapat menyebabkan bayi tertidur (sleeping baby) yang menyebabkan nilai APGAR pada bayi menjadi jelek, Oxitocyn dan  methergin dimasukkan setelah bayi dilahirkan untuk merangsang kontraksi uterus agar tidak terjadi perdarahan..

KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka:
Diagnosis Pre Operatif            : Perdarahan antepartum suspek plasenta previa totalis, Sekundigravida, hamil aterm, belum dalam persalinan.
Status Operatif            : ASA 2 (Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang)
Jenis Operasi   : Sectio Cesaria

DAFTAR PUSTAKA
1.      Boulton, Thomas dkk. 1994. Anestesiologi edisi 10. EGC: Jakarta
2.      Latief, Said. 2004. Anestesiologi. EGC: Jakarta
PENULIS
Adhita Kartyanto (20040310010). Bagian Anestesiologi dan Reanimasi. RSUD Setjonegoro, Kab. Wonosobo, Jawa Tengah
Narasumber