Ikterik |
Leptopsirosis memang bukan penyakit yang bisa disepelekan begitu saja. Meski secara teoritis pengobatan sederhana, tetapi tingkat kematian akibat leptospirosis cukup tinggi. Itu disebabkan karena penanganan yang seringkali terlambat.
Hal ini disebabkan oleh karena penyakit leptospirosis tidak terpikirkan sejak awal atau pasien tidak menyadari bahwa dia menderita leptospirosis. Akibatnya pasien terlambat mendapatkan penanganan yang adekuat.
Hal ini disebabkan oleh karena penyakit leptospirosis tidak terpikirkan sejak awal atau pasien tidak menyadari bahwa dia menderita leptospirosis. Akibatnya pasien terlambat mendapatkan penanganan yang adekuat.
Salah satu faktor keterlambatan ini adalah gejala leptospirosis yang pada awalnya tidak khas. Keluhan yang biasa disampaikan adalah demam, nyeri otot terutama otot betis, sakit kepala, kadang disertai batuk, mual, muntah, dan diare. Keluhan juga tidak berisfat spesifik seperti nyeri pada tulang, sakit tenggorok dan nyeri perut. Pada kondisi yang berat, pasien dapat ditemukan dalam keadaan kuning (ikterik) dan mengalami perdarahan atau gejala lain yang menandakan gagal organ multipel. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah Penyakit WEIL atau Sindrom WEIL . Ikterik merupakan tanda klinis yang berat dari leptospirosis, akibat gangguan hati, ginjal, dan disertai perdarahan. Bila sudah keadaan ini maka angka kematian menjadi lebih tinggi. Namun, ada juga kasus leptopsirosis yang tidak berlanjut ke fase ikterik. Bentuk leptopsirosis ini tergolong ringan dan dapat sembuh sendiri.
Sindrom WEIL |
Karena gejala yang tidak khas, maka penting sekali menggali riwayat pasien. riwayat yang dimaksud ini terutama adalah riwayat terpapar dengan urin hewan yang mungkin terinfeksi. Oleh karena itu perlu diperhatikan jenis pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan sebelumnya. apakah ada kemungkinan terpapar dengan urin hewan tersebut.
Pemeriksaaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium rutin pun tidak dapat menegakkan diagnosis. pemeriksaan air kencing (urinalisis) dapat meperlihatkan gangguan ginjal seperti proteinuria (adanya protein dalam air kencing), piuria (jumlah sel darah putih meningkat di dalam kandungan air kencing) bahkan hematuria (air kencing mengandung darah). Demikian juga peningkatan enzim transaminase (SGOT dan SGPT) yang menandakan gangguan fungsi hati.
Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kultur, serologi, dengan pemeriksaan baku (gold standart) yaitu MAT (Microscopic Agglutination Test). Pemeriksaan kultur sangat ditentukan oleh asal bahan pemeriksaan seperti darah dan cairan otak dan biasanya positif pada 10 hari pertama sakit. Sementara itu pemeriksaan dari urin bisa bertahan lebih lama, bahkan sampai saat pasien sudah sembuh.
Pemeriksaan serologi lebih banyak digunakan untuk konfirmasi awal apakah pasien adalah pasien leptopsirosis atau bukan. MAT yang merupakan pemeriksaan baku emas (gold standart) masih termasuk pemeriksaan serologi. Namun demikian untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan MAT tidak mudah, dibutuhkan kemampuan interpretasi atau ahli yang kompeten. Saat ini telah berkembang pemeriksaan rapid test, menggunakanmetode Elisa. Pemeriksaan PCR saat ini juga telah tersedia namun masih terbatas.
Pengobatan
Bila serangan Leptopsirosis belum disertai dengan komplikasi yang berat seperti kerusakan hati, ginjal dan atau organ lain, maka terapi yang diberikan sederhana, yaitu dengan antibiotik. Apabila pasien sudah jatuh pada kondisi infeksi yang berat, maka penanganan tidak hanya terkait dengan pemberian antibiotik seperti penisilin, doksisiklin atau sefalosporin, namun harus bersifat komprehensif sebagaimana penanganan pada pasien gagal organ multipel. Jika sudah terjadi demikian, maka perawatan di ruang intensif tentunya harus dilakukan.
Leptospirosis pada manusia, pada dasarnya bersifat self-limitting (sembuh sendiri). Pemberian antibiotik ditujukan untuk memperpendek masa sakit. Bila diketahui atau dicurigai secara dini maka prognosisnya cukup baik dan pemberian antibiotik dapat dilakukan secara oral. Namun sebagian besar kasus tidak tertangani secara baik dan datang dengan kondisi yang sudah lanjut yang ditandai dengan gagal organ multipel sehingga prognosis kurang baik, terutama bila sudah didapatkan komplikasi ke paru dan otak. Gangguan fungsi hati tersendiri pada penyakit ini bersifat reversibel.
Penyakit ini dapat dicegah dengan memvaksinasi hewan pembawa leptospira. Bagi orang yang memiliki risiko terkena penyakit ini seperti tentara, relawan pada saat banjir atau bencana alam, atau pada kondisi dimana sanitasi lingkungan tidak baik maka pemberian doksisiklin dapat diberikan. Pemberian vaksinasi untuk manusia belum tersedia.