Bersama timnya, tahun 2009 atau sejak WHO mencanangkan program hand hygiene, kampanye mencuci tangan genjar ia lakukan, dengan harapan mencucitangan di kalangan petugas kesehatan dan seluruh jajaran rumah sakit bisa membudaya. “Banyak kendalanya dalam kampanye ini, tapi bersama tim saya selalu berjuang” ujarnya. Salah satu kendala yang dihadapi adalah minimnya biaya. “Dulu saat mengunakan metode air mengalir, untuk mendapatkan wastafel saja kita harus berjuang penuh, maklum rumah sakit pemerintah,” ia tertawa.
Banyak sejawat dokter yang susah diberi tahu, atau kadang bersikap lebih tahu tapi acuh. Tahun demi tahun, kampanye cuci tangan terus dilakukan. Saat ini, relative lebih mudah menerangkan kepada sejawat dokter, tentang arti penting mencuci tangan. Hasilnya, RS Fatmawati meraih juara 1 dalam kompetisi BE COMMENSAL 2011, ajang kompetisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit.
Menduduki peringkat pertama, ke depan untuk program pencegahan infeksi ini masih banyak yang harus dikerjakan. Ini memang merupakan program yang berkesinambungan. “Jangan sampai, pasien masuk RS dengan satu penyakit, keluar malah dengan 2 penyakit,” ujar dr. Lestaria.
Ia belum puas dengan hasil 40% kepatuhan yang diperoleh RS. Fatmawati. Saya masih ingin menjadikan kepatuhan mencuci tangan ini menjadi 80%, kalau bisa, bahkan 90%. Lulusan FKUI tahun 1979 ini sangat concern terhadap pencegahan infeksi. Ia sudah berkecimpung dalam Pengendalian dan Pencegahan Infeksi sejak tahun 1984. Ia berharap mampu menurunkan seminimal mungkin penggunaan antibiotik di rumah sakit, dimulai dari kepatuhan mencuci tangan.