Di banyak negara, dokter sudah terbiasa melakukan penelitian dan menulis, lalu mempublikasikannya di berbagai jurnal kedokteran. Di Indonesia, kebiasaan itu belum terbangun. Keadaan ini cukup merisaukan Prof. dr. Sarwono Waspadji, Sp.PD-KEMD, pengajar senior di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
“Sekarang ini, waktu dokter habis untuk mengurus pasien. Jadi, tidak punya waktu untuk menulis,” katanya. Dengan akan diberlakukannya sistim asuransi nasional yang baru, Prof. Sarwono optimis akan ada pemerataan tenaga kesehatan hingga ke daerah-daerah. Dan dokter di rumah sakit tidak terlalu repot mengurus pasien. “Mereka dapat menggunakan waktunya untuk menulis dan melakukan penelitian,” katanya.
PPDS perlu didorong untuk melakukan penelitian-penelitian. Tidak bisa langsung bagus. Tapi, secara bertahap, penelitian-penelitian yang mereka lakukan akan semakin berkualitas. Itulah alasan, mengapa dalam Kongres PERKENI selalu diberikan penghargaan kepada penelitian terbaik. “Tujuannya untuk memacu PPDS agar mau melakukan penelitian yang berkualitas.”
Profesor kelahiran Purwokerto 67 tahun silam ini menyatakan bahwa ia hoby membaca karena terpaksa. Sebagai penguji S3, dia harus membaca semua disertasi para mahasiswa. Saat ini, jumlah peserta pendidikan S3 ada 200-an orang. “Saya harus baca dan koreksi semua disertasi itu. Kalau dalam sehari ada dua ujian, wah ‘sedep’ banget,” katanya. Tapi, “Semua harus dinikmati. Apalagi mahasiswa saya tidak hanya mahasiswa ilmu penyakit dalam, ada yang dari THT, psikiatri dan sebagainya. Jadi, saya punya banyak tambahan ilmu dari bidang lain.”