Ah, hidup itu jangan diambil susah. Ngapain ngurusin orang lain, ngurus diri sendiri aja belum tentu bener. Nantilah kalo udah sukses, banyak duit, baru kesana. Lagian ada atau gak adanya kita kan gak akan ngasih perubahan signifikan buat dunia. Yang penting diri kita gak ngerugiin orang lain itu aja udah cukup.
Lagian mau jadi apa kedepan juga masih belum tahu. Tapi jangan dibawa susahlah hidup ini, nikmati aja, biarkan hidup mengalir kayak air. Gak usah terlalu kaku bikin perencanaan muluk-muluk dari jauh hari, biarkan kemauan itu datang dengan sendirinya. Yang penting muda senang-senang, tua kaya raya, dan mati masuk surga.
Monolog diatas hanyalah sebuah contoh ekstrem, yang mungkin bisa mewakili beberapa kata hati yang tak terungkapkan. Atau bisa jadi, ini potret diri yang mewakili sebagian, atau bahkan mayoritas dari kita?
Terlepas dari benar atau tidaknya opini diatas, ingin aku mengajak sedikit berkontemplasi tentang hidup. Ada kurang lebihnya sekitar tiga ratus enam puluh sendi menopang tubuh kita. Sebagaimana harta yang perlu ada sedekahnya, maka kita pun perlu bersedekah untuk sendi-sendi itu, dengan berkarya, beramal. Begitulah Rasulullah menjelaskan. Ada nafas nyawa setiap hari. Datang memastikan hidup setiap kali kita bangun pagi. Kita harus berbuat, beramal, bersedekah, demi nyawa itu. Bahkan karena kita Muslim, maka harus ada yang kita kontribusikan atas nama kemusliman itu. Begitulah Rasulullah mengabarkan. Tak heran mengapa aku sering berujar, bahwa ada hak umat dalam diri setiap kita. Tunaikanlah!.
Menyadari hal tersebut, maka memberikan manfaat adalah keniscayaan. Seperti yang pernah disampaikan Syaik Muhammad Shalih Al Munajjid, bahwa keselamatan seseorang tergantung pada seberapa besar usahanya untuk memberi manfaat kepada orang lain. Sebab itu kita wajib berbuat baik kepada sesama manusia dari segala sisi kita bisa memberi manfaat.
Menjadi yang spesial di mata seseorang yang kita cintai tentulah menjadi hal yang didambakan. Mencintai makhluk tentunya tak melebihi cinta kita pada Sang Maha Pemberi Cinta, Allah, yang menjadi alasan setiap kita mencinta. Maka tentulah, menjadi yang spesial dihadapan Allah adalah hal yang paling kita dambakan. Ia yang menang dalam perlombaan, itulah yang istimewa dihadapan Nya. Berlomba-lomba dalam kebaikan, beradu mutu dan beradu cepat dalam beramal, mencipta amal unggulan, meledakkan kemanfaatan, itu harga yang harus dibayar. Kita harus berlari mengejar takdir, juga harapan-harapan dalam perlombaan ini. Namun siapa diantara kita yang benar-benar bersungguh-sungguh?? Sebagian hanya menonton, sebagian bahkan diam dan masa bodoh. Sebagian lagi tertatih, tak kunjung mengantarkan diri pada cita-cita.
Silahkan refleksikan pada diri, sejauh mana kita masih memikirkan diri sendiri, sudah seberapa banyak kita punya mimpi, sudah seberapa besar kesungguhan kita dalam mengejar impian tersebut? dan seberapa besar dari keseluruhan pencapaian itu yang kita dedikasikan untuk umat? Adakah diri kita sudah menjadi pribadi yang bermanfaat, atau masih menjadi pribadi gamang yang jauh dari nilai kebaikan?
Bertekad, berbenah menjadi pribadi baik harusnya bukan lagi jadi pilihan, tapi keharusan. Hidup dan eksistensi seorang manusia hanya akan punya makna jika ia berhasil mencapai nilai kebaikan. Akan tetapi capaian itu bukanlah titik akhir. Kebaikan yang dimiliki dapat bertambah dan terus bertambah jika ada kekuatan yang membersamainya.
Oleh karena itu, kini menjadi baik saja tidak cukup. Kita tidak hanya perlu orang baik, tapi kita juga memerlukan orang-orang yang kuat. Karena dengan kekuatan itulah sebuah kebaikan akan menjadi tampak dan diakui otoritasnya. Kekuatanlah yang memiliki fungsi peneguhan dan penjagaan. Peneguhan terkait eksistensi, sedang penjagaan terkait keberlangsungan.
Mungkin negeri ini tidak kekurangan orang-orang baik, namun belum cukup orang-orang yang kuat, yang mau dan mampu mengambil peran-peran utama dalam kehidupan, dengan penuh azam, kemampuan, sekaligus keteguhan. Krisis orang-orang kuat dimulai dari krisis mentalitas. Bukan lantaran kita tak tahu cara menjadi orang kuat. Tapi seringkali karena kita lupa, bahwa kekuatan besar diperoleh dari akumulasi kekuatan kecil, yang dipupuk dan ditumpuk dalam satuan-satuan waktu yang terus bersambung. Bukan lantaran kita tak tahu cara menjadi orang kuat. Tapi banyak dari kita yang tidak kuat menempuh jalan untuk menjadi orang-orang kuat. Ongkos menjadi orang baik mungkin kesabaran, tapi ongkos menjadi orang kuat adalah ketekunan.
Jangan membentuk diri menjadi orang yang serba tanggung, serba tidak maksimal. Totalitas!. Bangun idealisme yang kuat, karena idealisme yang kuat akan melahirkan Kekuatan tersendiri. Ciptakan amal unggulan yang berorientasi umat dengan kapasitas dan passion kita masing-masing. Aktivitas sosial, politik, public speaking, entertaint, olahraga dll, hadirkan nilai kemanfaatan untuk umat disetiap aktivitasnya dan torehkan sejarah-sejarah kepahlawanan yang mengabdi. Pintarlah membaca peluang, dan bangunlah mimpi. Ciptakan amal unggulan yang menjadikan kita istimewa dihadapan Nya kelak.
Dibilang pencitraan, sok alim, sok idealis, dan berbagai cibiran maupun sindiran lain bahkan tekanan yang melemahkan mungkin akan hadir mewarnai perjuangan. Jangan takut, karena ketakutan dan kesusahan itu dapat menghancurkan potensi besar, dan mengubah wajah-wajah berseri dan bercahaya menjadi layu, begitulah seperti yang dikatakan Syaikh Muhammad Al Ghazali rahimahullah. Kita harus kuat, karena hanya yang kuat yang akan bertahan, dan hanya yang bertahan yang akan sampai ke tujuan. Terkadang hidup kita perlu seperti pegas, semakin ditekan maka lompatannya semakin tinggi. Begitulah seharusnya hidup, semakin ditekan kita untuk melakukan berbagai kebaikan, semakin terpacu kita untuk senantiasa mewujudkan mimpi besar kita dalam melakukan berbagai aktivitas kebaikan untuk kemanfaatan umat. Mengelola berbagai permasalahan yang melemahkan menjadi sarana pembangun yang semakin menguatkan.
Jadilah orang baik, dengan mimpi besar, kesungguhan kuat dalam mewujudkannya, miliki kekuatan bertahan, hingga menorehkan sejarah kepahlawanan yang mengabdi dan menginspirasi!
Yang harus dijawab setiap kita kemudian, peran dan kontribusi besar apa yang akan kita lakukan?? Mampukah kita jadi orang kuat yang mewujudkannya??
#coratcoretRamadhan1433H
*udah lama gk nulis,kangen :')