Buku ini membahas dan memahami sejarah dari terminologi medis yang meliputi asal istilah medis, yang mana sebagian besar istilah medis berasal dari bahasa Yunani Kuno dan Latin. contohnya "ALOPECIA" yang berasal dari zaman ARISTOTELES (385-322 SM)istilah ini digunakan kepada serigala yang terkena infeksi kulit yang menyebabkan rontoknya bulu dan kebotakan, istilah tersebut masih digunakan sampai sekarang untuk menandakan kondisi "Botak".
Dalam pembahasan topik ini akan disampaikan macam macam root, prefik dan surffiks yang disertai dengan arti bahasa indonesia sehingga dapat menjadi panduan bagi mahasiswa kesehatan ( Mahasiswa kedokteran, Perekam Medis dan kesehatan Masyarakat) serta petugas yang berkecimpung dalam bidang kesehatan dalam memahami unsur istilah medis.
Telah terbit buku:
"Terminologi Medis (Pengenalan Istilah Medis)"
...(vi + 134 hlm)
Penyusun : Nuryati, MPH
Penerbit : Quantum Sinergis Media, 2011
ISBN : 978-602-98339-0-4
Harga : Rp 35.000,-
Sudah bisa didapatkan di toko-toko buku atau pesan melalui telp/sms ke 0818464494, melalui fb/ email ke: nur3yati@yahoo.com (ongkos kirim oleh pemesan)
Jumat, 29 April 2011
Senin, 25 April 2011
Pelatihan Dasar Rekam Medis
Pelatihan REKAM MEDIS
A. Latar Belakang
Pelatihan ini dilakukan perhimpunan Profesi Perekam medis dan Informasi Kesehatan (PORMIKI) DPD-DKI Jakarta bekerjasama dengan Pendidikan Pelatihan RS Universitas Hasanuddin. Melalui metode interaktif untuk meningkatkan keterampilan SDM RM/MIK dalam memberi pelayanan RM (Rekam Medis) agar menguasai teknik pengelolaan rekam medis/informasi kesehatan. Mempersiapkan Profesi RM dapat mempersiapkan Akreditasi Rekam Medis di Rumah Sakit yang disajikan dalam bentuk workshop.
Dalam rangka membantu dan meningkatkan kemampuan manajemen RS Pemerintah dan Swasta dalam mempersiapkan kedua hal tersebut, maka Perhimpunan Profes Perekam Medis dan Informasl kesehatan (PORMIKI) DPD-DKI Jakarta bekerjasama dengan RS Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Pelatihan Pengelolaan Rekam Medis/lnformasi Kesehatan (filling System) dan Pra Bimbingan Akreditasi Rekam Medis.
B. Waktu & Tempat pelaksanaan
Waktu: 29-31 Mei 2011
Tempat : Gedung RS UNHAS JI. Perintis Kemerdekaan Km 11 Makassar
Investasi Peserta Rp 1.500.000,-/peserta
Pendaftaran peserta dapat menghubungi :
Anugra (bag Diklat);
Telp: 085255616109/0411-591331
Fax: 0411-591332
Untuk kepastian keikutsertaan
diharapkan membayar tanda kepesertaan: Rp 500.000,-
C. Materi:
- Manajemen RM (Fillng,Retriving)
- Perakitan RM (Assembling}
- Perencanaan Kebutuhan Ruang Penyimpanan RM dan Perhitungan Rak
- Pengendalian Dan Evaluasi Dokumen Rekam Medis (Manual&Komputerisasi)
- Praktek Pengkodean menggunakan RM
-Identifikasi data demografi pasien & system penomoran (numbering system)
- Pengendaliam dan Peningkatan Mutu RM
- Penyajian dan Interpretasi Kinerja RS
- Teknik Pembuatan Grafik Barber Johnson
- Terminology Medis
- Standar Fasilitas RM
D. Narasumber :
- Pembicara Nasional dari PORMIKI
E. Peserta:
- Petugas Rekam Medis/MIK
- Perawat
- Tenaga Kesehatan lain
Persyaratan Peserta :
- Peserta minimal lulusan SMU atau sederajat, minimal 1 tahun bekerja
di bagian rekam medis.
- Membawa laptop, data laporan, Sensus harian RI
- Membawa pas photo (warna latar merah) ukuran 3x4 = 2 lembar
RS.UNIVERSITAS HASANUDIN
JI. Perintis Kemerdekaan Km 11 Makassar
Telepon : 0411-591331 (Manajemen)
Fax.:0411-591332
Emergency:0411-591210 (24 Jam)
Email: info@rs.unhas.ac.id
Website:www.rs.unhas.ac.id
FORMULIR PENDAFTARAN PElATIHAN REKAM MEDIS RS.UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kepada Yth:
Direktur Pendidikan dan Pelatihan RS UNHAS
Yang Bertandatangan di bawah ini:
Nama lengkap: ..................................................... .....
No.Hp/tlp:...............................................................
Email: ..................................................................
Instansi: ........ ......................................................
Alamat/tlp instansi:.............................................. ......
.............................................. ..........................
Cara pembayaran :
o Transfer Bank
o Tunai
o Pada saat pendaftaran ulang
Transfer ke :
No.Rekening: 0194206872
an. Rumah Sakit UNHA5
Atau.
Reglstrasi langsung di RS UNHAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10.
Ged. RS UNHAS Lt. 3
Ruang Manajemen bagian Diklat
Untuk kepastian keikutsertaan
diharapkan membayar tanda kepesertaan: Rp 500.000,-
info from:
Wahjuda RS, SS., M.Kes.
Humas DPD Pormiki DKI Jakarta
081318522717
A. Latar Belakang
Pelatihan ini dilakukan perhimpunan Profesi Perekam medis dan Informasi Kesehatan (PORMIKI) DPD-DKI Jakarta bekerjasama dengan Pendidikan Pelatihan RS Universitas Hasanuddin. Melalui metode interaktif untuk meningkatkan keterampilan SDM RM/MIK dalam memberi pelayanan RM (Rekam Medis) agar menguasai teknik pengelolaan rekam medis/informasi kesehatan. Mempersiapkan Profesi RM dapat mempersiapkan Akreditasi Rekam Medis di Rumah Sakit yang disajikan dalam bentuk workshop.
Dalam rangka membantu dan meningkatkan kemampuan manajemen RS Pemerintah dan Swasta dalam mempersiapkan kedua hal tersebut, maka Perhimpunan Profes Perekam Medis dan Informasl kesehatan (PORMIKI) DPD-DKI Jakarta bekerjasama dengan RS Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Pelatihan Pengelolaan Rekam Medis/lnformasi Kesehatan (filling System) dan Pra Bimbingan Akreditasi Rekam Medis.
B. Waktu & Tempat pelaksanaan
Waktu: 29-31 Mei 2011
Tempat : Gedung RS UNHAS JI. Perintis Kemerdekaan Km 11 Makassar
Investasi Peserta Rp 1.500.000,-/peserta
Pendaftaran peserta dapat menghubungi :
Anugra (bag Diklat);
Telp: 085255616109/0411-591331
Fax: 0411-591332
Untuk kepastian keikutsertaan
diharapkan membayar tanda kepesertaan: Rp 500.000,-
C. Materi:
- Manajemen RM (Fillng,Retriving)
- Perakitan RM (Assembling}
- Perencanaan Kebutuhan Ruang Penyimpanan RM dan Perhitungan Rak
- Pengendalian Dan Evaluasi Dokumen Rekam Medis (Manual&Komputerisasi)
- Praktek Pengkodean menggunakan RM
-Identifikasi data demografi pasien & system penomoran (numbering system)
- Pengendaliam dan Peningkatan Mutu RM
- Penyajian dan Interpretasi Kinerja RS
- Teknik Pembuatan Grafik Barber Johnson
- Terminology Medis
- Standar Fasilitas RM
D. Narasumber :
- Pembicara Nasional dari PORMIKI
E. Peserta:
- Petugas Rekam Medis/MIK
- Perawat
- Tenaga Kesehatan lain
Persyaratan Peserta :
- Peserta minimal lulusan SMU atau sederajat, minimal 1 tahun bekerja
di bagian rekam medis.
- Membawa laptop, data laporan, Sensus harian RI
- Membawa pas photo (warna latar merah) ukuran 3x4 = 2 lembar
RS.UNIVERSITAS HASANUDIN
JI. Perintis Kemerdekaan Km 11 Makassar
Telepon : 0411-591331 (Manajemen)
Fax.:0411-591332
Emergency:0411-591210 (24 Jam)
Email: info@rs.unhas.ac.id
Website:www.rs.unhas.ac.id
FORMULIR PENDAFTARAN PElATIHAN REKAM MEDIS RS.UNIVERSITAS HASANUDDIN
Kepada Yth:
Direktur Pendidikan dan Pelatihan RS UNHAS
Yang Bertandatangan di bawah ini:
Nama lengkap: ..................................................... .....
No.Hp/tlp:...............................................................
Email: ..................................................................
Instansi: ........ ......................................................
Alamat/tlp instansi:.............................................. ......
.............................................. ..........................
Cara pembayaran :
o Transfer Bank
o Tunai
o Pada saat pendaftaran ulang
Transfer ke :
No.Rekening: 0194206872
an. Rumah Sakit UNHA5
Atau.
Reglstrasi langsung di RS UNHAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10.
Ged. RS UNHAS Lt. 3
Ruang Manajemen bagian Diklat
Untuk kepastian keikutsertaan
diharapkan membayar tanda kepesertaan: Rp 500.000,-
info from:
Wahjuda RS, SS., M.Kes.
Humas DPD Pormiki DKI Jakarta
081318522717
Sabtu, 23 April 2011
Video Hipnosis & Hipnoterapi
Video Hipnosis dan Hipnoterapi
Praktek dr.Akhmad Fadly Noor,C.Ht, M.NLP
Jl.Pramuka Komp.Rahayu Pembina 2 No.2 Rt.23 Banjarmasin - Kalimantan Selatan - Indonesia
HipnoAnastesia dengan Kondisi Waking Hipnosis (Conversational Hypnosis)
HipnoAnalgesia pada Klient dengan Nyeri pada Sendi Tumit, dilakukan dengan Waking Hipnosis (Conversational Hypnosis)
HipnoSleeping pada Klient dengan Insomnia selama 6 bulan, dilakukan dengan Waking Hipnosis (Conversational Hypnosis)
Hipnosis for Best Performance Atlit untuk menghadapi Kejuaran Aerobik, Klient Juara 1 dan kalah hanya pada 1 kategori, dilakukan dengan Waking Hipnosis (Conversational Hypnosis)
Jumat, 22 April 2011
Cerita Koas-ku..neng nong neng gung..
Telat sih nulisnya,tapi gapapalah...
Nah lanjut lagi..
Kemudian,dihari pertama pembekalan langsung deh ambil tempat duduk paling depan. Bukannya sombong ato cari muka,tapi pengen aja menghapus tradisi malas duduk didepan...Nah,tu desktop secara mengejutkan (sebenernya ga juga sih,sudah kuduga sebelumnya) fotoku langsung nampang di slide pertama pembekalan,jadi judul lagi..waakakaka..memang orang keren ga kemana...Udah tuh, siapa yang menjadi ketua untuk gelombang ini..jeng..jeng.."mushtofaa"..whatttt..secara parah langsung dipaksa untuk jadi ketua,ngek,ngok.yaudahlah,paling bentar aja sih..ehemm..ehemm..langsung deh,first speech "teman,saya tidak bisa sendiri,mari kita berjuang bersama-sama"..ceilahh,sok bijak..--" #jitak
Berawal dari hari Jumat,1 April 2011 ini..hahaha..melihat teman2 PD 2007 memakai kemeja putih dan bawahan hitam membuka kembali memoriku sekitar hampir 4 tahun yang lalu. Dulu kita lari-lari bersama dipagi buta,sambil cuek denger senior teriak-teriak (hipoglikemi ntar) menyambut kami. Dulu, dengan baju itu pula kita kumpul-kumpul di lapangan parkir di siang terik,sambil melihat jam,kapan OSPEK ni selesai. Dulu,dengan baju seperti ini,tertempel dan tersampir (halah,bahasanya) bermacam-macam atribut ga jelas yang bisa membuat kami begadang tiap malemnya...
Tapi sekarang sangat berbeda..sekarang dengan baju seperti ini,kami berjalan dengan tegap menuju ruang diklat yang akan menjadi saksi janji kami..Sekarang,dengan baju seperti ini sudah tidak ada lagi atribut-atribut tidak jelas,yang ada hanyalah jas putih bertuliskan nama kami dan diatasnya persis ada tulisan terbordir rapi.."DOKTER MUDA"..Dan dengan pakaian itu kami siap menatap tantangan baru..(hahahaha..tulisannya jijay banget..serius beuddddd..hoekkss)..
Teng..tong..untuk nanti pembacaan janjinya,ada satu dari kalian yang memimpin yaaa..*baik buuu....HEmmm..mushtofa kamal mana? Nah lo..nah lo..kok gue (cie,gahol mamen)..tolong kamu saja ya..(halah,yasudahlah..daripada lama)..siap bukkkk..
Nanti kamu gini,gitu,begini,begitu..bla..bla..bla..*siap lah..
Persiapan bla bla bla sudah...nah,pas saat krusial tuh,ups..keseleo lidahnya baca teks-nya..astaga,klo aku panik,ntar bubar acaranya..ah bodolah..lanjut...alhamdulillah lancarrrr..gaol lah dirikyu..setelah selesai..trus pulang (walah,ga banget)..cont'd
Nah lanjut lagi..
Kemudian,dihari pertama pembekalan langsung deh ambil tempat duduk paling depan. Bukannya sombong ato cari muka,tapi pengen aja menghapus tradisi malas duduk didepan...Nah,tu desktop secara mengejutkan (sebenernya ga juga sih,sudah kuduga sebelumnya) fotoku langsung nampang di slide pertama pembekalan,jadi judul lagi..waakakaka..memang orang keren ga kemana...Udah tuh, siapa yang menjadi ketua untuk gelombang ini..jeng..jeng.."mushtofaa"..whatttt..secara parah langsung dipaksa untuk jadi ketua,ngek,ngok.yaudahlah,paling bentar aja sih..ehemm..ehemm..langsung deh,first speech "teman,saya tidak bisa sendiri,mari kita berjuang bersama-sama"..ceilahh,sok bijak..--" #jitak
Yaps,pembekalan berjalan seperti biasa,nothing special but surely unforgettable moment. Oiya,sempet dibilang sama dokter Mahar,"silahkan maju mas yang di depan. Setau saya dia sering duduk didepan dan aktif ketika kuliah dan tutorial"..walah,tambah berat aja ni kepala..sempet ngebanyol dikit2 didepan para profesor dan spesialis di ruang diklat sardjito (memang koas gemblung)..ahaha..but the story must go on..
Nah,ceritanya udah selesai nih..hari pertama koas di Poli Mata..jeng..jeng..nunggu pak kepala bagian,trus ngobrol2,dan ea ea langsung masuk poli (belum belajar nih). Nah,hari pertama dapat jatah jaga bangsal,ya seperti biasa ikut kalu ada konsul dari bangsal lain,kebetulan waktu itu dapat konsul untuk liat anak yg lagi trombositopenia (ga tau et causanya apa).trus periksa2..gitu2 lah pokoknya..
Nah paginya harus sudah sampe dibangsal jam 5.30 tuh buat ikut follow up,kejadian lucupun terjadi..hahaha,disuruh manggi pasien untuk follow up ni ceritanya,tru datang deh ke kamarnya,udah dipanggil2 kok ga ada yg nyahut,dengan tanpa putus asa panggil2 lagi,eh ada yang namanya hampir mirip2 lah..yaudah aku samperin aja..kebingungan dimulai dari saat ini..Deg,perasaan matanya ga ada apa2..trus kenapa pake kateter..nahhh..udah aku ajak aja..eh sampe di depan ruang periksa disamperin sama ibu2 perawat,lho dek mau dibwa kemana? me: follow up bu...ibu: lha itu kan pasien punya uro...me: ea..ea..ea...salah ambil,hahaha..semua residen dan perawat ketawa semuanya,termasuk pasiennya juga..Beuh,mantap deh..dengan muka innocent aku bilang ni ke pasiennya "hahaha,maaf pak,tampaknya salah ya pak.." bapak : ga pa pa dok..me: nanti bapak akan op kan? nah biar ga strress dan kaku memang mesti jalan2 pak (sotoy abisssss)..jiah,pasien dan para penunggunya ketawa semuanya,,,bener2 dah,keributan lucu dipagi hari..contd
Memahami “KESADARAN” Secara Science
Pahami BENAR Sebelum BERBAGI
Pemahaman mengenai apa yang disebut sebagai kesadaran menjadi sangat penting. Karena disamping mengenai definisi dan deskripsi kesadaran, sangat diperlukan keseragaman metode sehingga didapatkan cara yang obyektif dalam menentukan tingkat kesadaran.
Apa yang disebut sebagai sadar sering kali diartikan sebagai suatu sikap dan tanggapan makhluk hidup, baik manusia maupun hewan, terhadap lingkungannya. Martin (1949) dan Bailey (1957) menggambarkan sadar ini sebagai awareness (pengenalan atau pengertian). Jasper (1948) mengaitkan sadar dengan kemampuan meraba rasakan keadaan pada suatu saat tertentu dan Ishii (1972) menyatakan bahwa seseorang dikatakan dalam keadaan ‘sadar’ bila ia dapat mengenal lingkungannya dan secara otomatis dapat memberikan tanggapan terhadap segala rangsangan yang dihadapinya.
Definisi kesadaran sendiri sulit dibatasi dengan jelas atau dirinci secara kuantitatif, mengingat bahwa penilaian tingkat kesadaran diperoleh berdasarkan kesan pengamatan pada sikap dan tingkah laku subyek semata, serta juga sering kali faktor psikologis subyek ikut berpengaruh.
Istilah Kesadaran mengandung 2 (dua) komponen fisiologi, yaitu : Content (isi Kesadaran) dan Arousal (keadaan Bangun). Content (isi Kesadaran) merupakan gabungan dari fungsi kognitif otak (content of consciousness) dan afek mental. Sedangkan arousal lebih menampilkan sikap bangun (wakefullness).
Seseorang yang Bersikap seperti orang tidur dan tingkah laku nya tidak memberikan Respon terhadap Rangsangan Eksternal dikualifikasikan sebagai “Tidak Sadar”. Begitu juga sebalik nya, seperti “Tidur” dan Memberikan “Respon Rangsangan Eksternal” dikualifikasikan sebagai “Sadar”.
Tingkat Kesadaran
Secara sederhana, tingkat kesadaran dapat di bagi atas Kesadaran Normal, Somnolen, Sopor, dan Koma. Dimana, indikasi dari masing-masing tingkat kesadaran tersebut adalah sebagai berikut :
- Somnolen : Suatu Kondisi dimana saat seseorang Tampak mengantuk dan Kesadaran dapat Pulih Penuh bila di Rangsang.
- Sopor : Suatu Kondisi dimana saat seseorang Mengalami rasa mengantuk yang dalam dimana masih dapat di Bangunkan dengan rangsangan yang kuat namun Kesadarannya segera Menurun lagi.
- Koma : Suatu Kondisi dimana seseorang pada keadaan Tidak ada Gerakan Spontan, tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsangan nyeri bagaimanapun Kuat nya.
Gangguan Kesadaran Akut
Disaat seorang Hipnotis ataupun NLPers ingin mengkondisikan kliennya pada trance tertentu maka dia melakukan induksi dengan berbagai macam tekhnik induksi. Dan klaimnya dikatakan bahwa induksi tersebut berhasil membawa klien masuk ke dalam kondisi trance yang diinginkan. Apakah hal tersebut benar? Dan apakah istilah-istilah yang sering digunakan selama ini adalah benar ditilik dari science? Sebagai contoh adalah Confusional state, dimana cara ini membuat bingung suyet hypnosis sehinga dia mudah dialihkan pada fokus pikirannya menjadi fokus pikiran yang dimasukan oleh hipnotis dengan kata-katanya (sugesti). Sepertinya hal ini adalah hal benar dan fisiologis. Padahal kondisi yang dimaksudkan secara science adalah kondisi patologis atau tak wajar dan dengan kelainan atau gangguan tertentu.
Confussional state adalah keadaan dengan gangguan Fisiologi yang Luas dan Akut. Hampir selalu di ikuti dengan Reduksi/Penurunan atau gangguan dari isi (content) kesadaran secara menyeluruh serta reduksi arousal yang minimal. Kondisi ini di kategorikan sebagai gangguan Kesadaran Berkabut (clouded conciousness).
Kesadaran Berkabut adalah istilah yang diterapkan untuk keadaan penurunan wakefullness, atau awarness dimana bentuk minimalnya juga mencakup keadaan hipereksitabilitas dan hiperiritabilitas yang terjadi bergantian dengan drowsiness (rasa kantuk tidak normal pada siang hari). Kelainan utamanya adalah pada pemusatan perhatian (attention) serta paling tidak didapatkan adanya disorientasi yang minimal, sehingga sering kali responnya terhadap persepsi sensorik salah, khususnya persepsi visual. Walaupun tidak mengalami disorientasi, proses pikirnya tidak cepat dan tidak tepat, bahkan terjadi salah interpretasi rangsangan sehingga sulit untuk mengikuti perintah.
Pada saat kita memperhatikan seseorang pada kondisi tertentu, suyet dikondisi trance kedalaman tertentu sepertinya dapat diperintahkan untuk melakukan tindakan atau perilaku tertentu sesuai dengan perintah melalui kata-kata (sugesti) yang disampaikan. Kondisi ini sering digunakan untuk stage hypnosis (penerapan hipnosis untuk hiburan) karena adanya respon persepsi sensorik yang salah, khususnya visual. Misal pada saat seseorang mempersepsikan visual sepatu yang dilihatnya adalah telepon atau air susu adalah air untuk mandinya.
Sekarang mari kita fahami bersama apakah benar seseorang dapat dimasukan kedalam kondisi ini. Dari penjelasan ini sangat jelas bahwa saat seseorang dalam kondisi sadar tidak pernah dapat dimasukan dalam kondisi ini karena dia masih dapat mengikuti perintah, sedangkan salah satu syaratnya disini adalah tidak atau sulit untuk mengikuti perintah.
Delirium adalah suatu keadaan mental abnormal yang dicirikan adanya disorientasi, ketakutan, iritabilitas, salah persepsi terhadap stimulus sensorik, dan sering kali di sertai dengan halusinasi visual. Tingkah laku yang demikian biasanya menempatkan seseorang di suatu alam yang tak berhubungan dengan lingkungannya, bahkan kadang sulit mengenali dirinya sendiri. Keadaan ini dapat juga diselingi oleh suatu lucid interval. Biasanya delirium menimbulkan delusi seperti alam mimpi yang kompleks, sistematis serta berlanjut sehingga tak ada kontak sama sekali dengan lingkungannya serta secara psikologis tidak mungkin dicapai oleh pemeriksa. Kondisi umumnya talkative (bicaranya keras), ofensif, curigaan dan agitatif. Keadaan ini timbulnya cepat dan jarang berlangsung lebih dari 4-7 hari, namun salah persepsi dan halusinasinya dapat berlangsung sampai berminggu-minggu terutama pada kondisi alkoholik atau berkaitan dengan penyakit vaskuler kolagen. Keadaan delirium biasanya tampil pada gangguna-gangguan toksik dan metabolic sususunan saraf seperti keracunan atropine yang akut, sindroma putus obat (alcohol-barbiturat), porfiria akut, uremia, gagal hati akut, ensefalitis, penyakit vaskuler kolagen. Berkaitan dengan penetapan praktis dari terminology Clouded Conciusness dan delirium yang keduanya mempunyai gangguan arousal yang ekuivalen, maka umumnya kedua istilah tersebut dipersamakan.
Obtundation secara harfiah berarti keadaan mental yang tumpul atau kaku. Didunia medis istilah ini diaplikasikan pada penderita-penderita yang mengalami reduksi alertness ringan sampai moderat, yang disertai kurangnya perhatian terhadap lingkungan. Biasanya mempunyai respons psikologis yang lebih lambat terhadap rangsangan, tidurnya lebih banyak serta diselingi dengan drowsiness.
Stupor merupakan suatu keadan tidur dalam atau sikap yang unresponsive dan hanya dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat dan berulang. Segera setelah rangsangan hilang, penderita akan tidur lagi. Kebanyakan kondisi ini mengalami disfungsi serebral organic. Diagnosis bandingnya adalah skizofrenia katatonik atau reaksi depresi yang hebat, dimana tampilannya mirip.
Dari penjelasan diatas juga dapat dijelaskan dan difahami tak mungkin seseorang dapat diturunkan kondisi kesadaran dengan suatu perintah dari kata-kata (sugesti) karena pemusatan perhatiannya masih bagus dan orientasinya juga bagus jadi tak mungkin salah dalam persepsi sensorik visual, kecuali orang tersebut mau-maunya persepsi visualnya disalah-salahkan oleh dirinya sendiri. Berarti kondisi ini adalah kondisi yang diinginkan dan dimauin oleh orang yang mau melakukannya.
Ada berbagai patokan untuk menilai tingkat kesadaran, skala-skala tesebut antara lain Jouvet (1969), Edinburg Coma Scale (Sugira et al, 1973), Glasgow Coma Scale (Tesdale dan Jennett, 1974), Subcznki (1975), Munich Coma Scale (Brinkmann et al., 1978), Maryland Coma Scale (Salcman et al, 1981), Bene’s Scale (1981), Glasgow-Liege Coma Scale (Born et al, 1982), Comprehensive Level of Conciousness Scale (Stanezak et al, 1984), Responsivness Level Scale RLS 85 (1988)
SKALA KOMA GLASGOW
Skala koma Glasgow adalah skala untuk menilai Tingkat Kesadaraan seseorang yang banyak dipakai karena kemudahan dalam menilai kesadaran seseorang. Skala ini menilai 3 (tiga) hal, yaitu : Mata, Verbal (bicara), dan Gerakan Motorik.
Skala koma Glasgow adalah skala neurologis yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kesadaran. Skala ini mula-mula dikembangkan sehubungan dengan penentuan gradasi dan prognosa cedera kepala traumatika, tetapi tampaknya sering juga diaplikasikan pada keadan-keadaan gangguan kesadaran lainnya (non-traumatika). Di Indonesia sebagian besar bidang bedah saraf dan institusi perguruan tinggi, menerapkan perhitungan skala ini pada kondisi kesadaran menurun. Namun yang sering menjadi masalah dalam penetapan penilain ini ragam status klinis yang bervariasi, perbedaan antar pemeriksa, konsiderasi praktek sehari-hari seperti: kesulitan menilai respons verbal pada pasien yang sedang diintubasi, penilaian respons mata pada pasien dengan hematom palpebral yang besar dan sebagainya.
GLASGOW COMA SCALE (GCS) DEWASA
Respons Nilai Respons (membuka) mata
Spontan 4
Berdasarkan Perintah Verbal 3
Berdasarkan Rangsang Nyeri 2
Tidak Memberi Respons 1
Respons Motorik
Menurut Perintah 6
Melokalisir Rangsang Nyeri 5
Menjauhi Rangsang Nyeri 4
Fleksi Abnormal 3
Ekestensi Abnormal 2
Tidak Memberi Respons 1
Respons Verbal
Orientasi baik 5
Percakapan kacau 4
Kata-kata kacau 3
Mengerang 2
Tidak Memberi Respons 1Dari data diatas maka penilaian yang dilakukan untuk menilai kesadaran seseorang adalah dengan menyesuaikan ke-3 variabel pada GCS. Skala tertinggi dimana seseorang dalam keadaan sadar penuh adalah 15 yang merupakan hasil dari penjumlahan dari penilaian Respon Mata = 4, Respon Motorik = 6, Respon Verbal = 5. Dan kondisi seseorang dengan Kesadaran terendah adalah 3, yang didapat dari penjumlahan dari penilaian Respon Mata = 1, Respon Motorik = 1, Respon Verbal = 1
Dari GCS ini mari kita telaah sebentar kondisi seseorang yang dikatakan trance hypnosis setelah di induksi dengan berbagai jenis induksi, apapun itu jenis induksinya.
Respon Mata : 3-4 Karena mata suyet dapat dibuka dengan spontan ataupun dengan perintah Respon Motorik : 6 Menurut perintah Respon Verbal : 5 Orientasi baik Total GCS : 14-15 Artinya kondisi suyet berada dalam kondisi SADAR PENUH dan Tidak dalam Kondisi di Kuasai. Respon Membuaka Mata & Motorik yang dilakukan mau dilakukan karena adanya perintah bukan berarti suyet dikuasai tapi dengan kesadaran Penuh suyet mau menuruti dan mengikuti apa yang diperintahkan (sugesti).
Penutup
Sering kali, kita sebagai pembelajar dan pengajar dengan mudahnya menerima mentah-mentah suatu materi pembelajaran tanpa kemudian menelaah lebih lanjut apa yang menjadi dasar suatu ilmu. Akan menjadi lebih berbahaya lagi bila hal yang belum kita pahami dengan jelas, kemudian diturunkan kepada orang lain yang mungkin kemudian juga akan menurunkannya kepada orang lain.
Demikian paparan singkat dari sudut pandang science mengenai kesadaran, sehingga sekarang para pembaca mampu menggali berbagai fenomena kasus “kejahatan hipnotis” yang sering terjadi dan akan terjadi. Apakah benar para korban “tidak sadar” saat hal itu terjadi? Ataukah ada perasaan sungkan untuk menolaknya? Ataukah justru memang ingin?
Semoga bermanfaat.
Banjarmasin, 12 April 2011
Pukul : 19.00 WITA
Rabu, 20 April 2011
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak
Definisi
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. (British Thoracic Society 2003). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorak dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.Tanda dan Gejala
Pasien dengan pneumo thorak memiliki gejala sebagai berikut:
nyeri dada – biasanya hanya terjadi pada satu sisi yang terkena
napas pendek
tachycardia
Gambaran Ancaman Terhadap Kehidupan
pada pasien ekstrim – pertimbangkan tension penumotorak
napas pendek
hypotensi
tachykardi
trachea berubah
ASSESSMENT
Pengkajian selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
kaji dan pertahankan jalan napas
lakukan head tilt, chin lift jika perlu
gunakan alat bantu jalan napas jika perlu
petimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu mempertahankan jalan napas
Breathing
kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi >92%
berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask
pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
kaji respiratory rate
periksa system pernapasan
cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak.
Circulation
kaji heart rate dan rhytem
catat tekanan darah
lakukan pemeriksaan EKG
lakukan pemasangan IV akses
lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
Disability
a. lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU
b. penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU
Exposure
a. pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan pemeriksaan fisik lainnya
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA
A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
Cedera jaringan tulang.
Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).
Trauma kepala
Kulit Tulang kepala Jaringan otak
Fraktur - Komusio
Fraktur linear. - Edema
Fraktur comnunited - Kontusio
Fraktur depressed - Hematom
Fraktur basis
TIK meningkat
Gangguan kesadaran
Gangguan tanda-tanda vital
Kelainan neurologis
B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.
C. Patofisiologi
Cidera Kepala
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontosio
Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik
Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
Edema
Hematom
Metabolisme anaerobik
Hipoximia
Respon biologik
Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Trauma Kepala
Gangguan auto regulasi
TIK meningkat Aliran darah otak menurun
Edema otak Gangguan metabolisme
O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat
Metabolik anaerobik
Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.
Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.
Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.
Komosio / gegar otak :
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
Kontosio Cerebri / memar otak :
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.
Hematom Epidural :
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.
Hematom Subdural :
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.
Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
Hematom Intrakranial :
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
Sistem Pernapasan :
TIK meningkat
Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis
Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.
Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah
Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.
Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Dalam keadaan stress fisiologis.
Trauma
ADH dilepas
Retensi Na dan air
Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat
Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
Pada keadaan lain :
Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus
Penurunan ADH Diabetes Mellitus
Ginjal
Ekskresi air Dehidrasi
Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.
Trauma
Tubuh perlu energi untuk perbaikan
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.
]
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus ------ hipofisis anterior
Adrenal
Steroid
Peningkatan sekresi asam lambung
Hiperacidi
Trauma
Stress Perdarahan lambung
Katekolamin meningkat.
Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.
Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.
II. Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.
III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
x-Ray tengkorak.
CT-Scan.
Angiografi.
7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Pembedahan.
Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.
Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.
Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan
Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.
Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.
Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
Cedera jaringan tulang.
Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).
Trauma kepala
Kulit Tulang kepala Jaringan otak
Fraktur - Komusio
Fraktur linear. - Edema
Fraktur comnunited - Kontusio
Fraktur depressed - Hematom
Fraktur basis
TIK meningkat
Gangguan kesadaran
Gangguan tanda-tanda vital
Kelainan neurologis
B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.
C. Patofisiologi
Cidera Kepala
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontosio
Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik
Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
Edema
Hematom
Metabolisme anaerobik
Hipoximia
Respon biologik
Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Trauma Kepala
Gangguan auto regulasi
TIK meningkat Aliran darah otak menurun
Edema otak Gangguan metabolisme
O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat
Metabolik anaerobik
Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.
Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.
Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.
Komosio / gegar otak :
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
Kontosio Cerebri / memar otak :
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.
Hematom Epidural :
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.
Hematom Subdural :
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.
Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
Hematom Intrakranial :
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
Sistem Pernapasan :
TIK meningkat
Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis
Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.
Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah
Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.
Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Dalam keadaan stress fisiologis.
Trauma
ADH dilepas
Retensi Na dan air
Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat
Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
Pada keadaan lain :
Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus
Penurunan ADH Diabetes Mellitus
Ginjal
Ekskresi air Dehidrasi
Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.
Trauma
Tubuh perlu energi untuk perbaikan
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.
]
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus ------ hipofisis anterior
Adrenal
Steroid
Peningkatan sekresi asam lambung
Hiperacidi
Trauma
Stress Perdarahan lambung
Katekolamin meningkat.
Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.
Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.
II. Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.
III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
x-Ray tengkorak.
CT-Scan.
Angiografi.
7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Pembedahan.
Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.
Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.
Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan
Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.
Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.
Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG
TERAPI CAIRAN SEDERHANA DAN TRANSFUSI PERIOPERATIF
I. Cairan Preoperatif
Cairan yang diberikan pada pasien – pasien yang akan mengalami tindakan operasi, dan juga merupakan cairan pengganti puasa.
Contoh : Pasien dengan BB 60 kg, dan pasien tersebut puasa selama 8 jam, cara menghitung cairan pengganti puasa adalah sebagai berikut:
Rumus : =
: 50 cc x 60 kg BB = 3000 cc/24 jam
Kebutuhan / Jam adalah : 125 x 8 jam puasa = 1000 cc/8 jam.
II. Cairan Durante Operasi
1. Mengganti cairan maintenance operasi
Pedoman :
Operasi ringan : Ringan 4 cc/kgBB/Jam
Sedang 6 cc/kgBB/Jam
Berat 8 cc/kgBB/Jam
Cairannya adalah ringer lactat.
2. Mengganti cairan akibat pedarahan.
Pedoman :
1. Perdarahan yang tertampung.
• Botol penampung dari suction
• Kasa atau sejenisnya
• Ceceram dilapangan operasi
2. EBV penderita dan prosentase perdarahan
Cairan pengganti :
Kristaloid
Koloid
Darah
3. Contoh menghitung cairan maintenance dan pedarahan
Seorang Px ♂ dating dengan diagnosa Fraktur Femur Dextra dan akan dilakukan operasi pleting femur dextra.
BB. 70 kg, TD. 90/70 mmHg, Nadi. 100x/m.
Contoh menghitung cairan durante maintenance operasi.
Rumus :
: 70 x 6 = 420 cc / jam.
Jika operasi selama 3 jam berarti kebutuhan cairan maintenance adalah 420 cc x 3 jam = 1260 cc selama 3 jam operasi.
4. Contoh menghitung cairan pengganti perdarahan.
Rumus EBV : kgBB x EBV =
: 70 x 70 = 4900 ml.EBV
Perdarahan : 10% = 490 cc
20% = 980 cc
30% = 1470 cc
40% = 1960 cc
Jika perdarahan 10% berarti kita berikan cairan fristaloid yaitu 2 – 4 x pemberian.
Jika perdarahan > 20% kita berikan cairan koloid dan darah 1 x pemberian.
Apabila operasi selama 3 jam, perdarahan 40 % cara menghitung maintenance dan perdarahan adalah sebagai berikut.
- Operasi sedang
70 x 6 = 420 cc/Jam x 3 jam = 1260 cc cairan RL/PZ
- Perdarahan 40% berikan koloid / dara 1 x pemberian jadi perdarah 1960cc. Berarti berikan koloid 1960cc atau darah 1960cc.
Jadi cairan maintenance di tambah perdarahan selama berapa jam operasi yaitu
1260cc RL/PZ + 1960cc Coloid/darah.
III. Cairan Post Op.
1. Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa
Natrium 2 – 4 Meg/kgBB
Kalium 1 – 2 Meg/kgBB
2. Kebutuhan kalori basal
Dewasa berdasarkan berat badan
Rumus : BB (kg) x 20 – 30 :
Anak bedasarkan umur
Contoh : BB 60 kg.
Kebutuhan Natrium 2 – 4 Meg x 60 = 120 – 240 Meg.
Kalium 1 – 2 Meg x 60 = 60 – 120 Meg.
Kalori 20 – 30 Meg x 60 = 1200 – 1800 Kalori.
Cairan RL Natrium 130 Meg/L, dengan BB 60 Kg berarti kebutuhan cairan Post Op. 24 Jam adalah : RL : 1500 cc
24 Jam
: DS% : 1500 cc
Cairan yang diberikan pada pasien – pasien yang akan mengalami tindakan operasi, dan juga merupakan cairan pengganti puasa.
Contoh : Pasien dengan BB 60 kg, dan pasien tersebut puasa selama 8 jam, cara menghitung cairan pengganti puasa adalah sebagai berikut:
Rumus : =
: 50 cc x 60 kg BB = 3000 cc/24 jam
Kebutuhan / Jam adalah : 125 x 8 jam puasa = 1000 cc/8 jam.
II. Cairan Durante Operasi
1. Mengganti cairan maintenance operasi
Pedoman :
Operasi ringan : Ringan 4 cc/kgBB/Jam
Sedang 6 cc/kgBB/Jam
Berat 8 cc/kgBB/Jam
Cairannya adalah ringer lactat.
2. Mengganti cairan akibat pedarahan.
Pedoman :
1. Perdarahan yang tertampung.
• Botol penampung dari suction
• Kasa atau sejenisnya
• Ceceram dilapangan operasi
2. EBV penderita dan prosentase perdarahan
Cairan pengganti :
Kristaloid
Koloid
Darah
3. Contoh menghitung cairan maintenance dan pedarahan
Seorang Px ♂ dating dengan diagnosa Fraktur Femur Dextra dan akan dilakukan operasi pleting femur dextra.
BB. 70 kg, TD. 90/70 mmHg, Nadi. 100x/m.
Contoh menghitung cairan durante maintenance operasi.
Rumus :
: 70 x 6 = 420 cc / jam.
Jika operasi selama 3 jam berarti kebutuhan cairan maintenance adalah 420 cc x 3 jam = 1260 cc selama 3 jam operasi.
4. Contoh menghitung cairan pengganti perdarahan.
Rumus EBV : kgBB x EBV =
: 70 x 70 = 4900 ml.EBV
Perdarahan : 10% = 490 cc
20% = 980 cc
30% = 1470 cc
40% = 1960 cc
Jika perdarahan 10% berarti kita berikan cairan fristaloid yaitu 2 – 4 x pemberian.
Jika perdarahan > 20% kita berikan cairan koloid dan darah 1 x pemberian.
Apabila operasi selama 3 jam, perdarahan 40 % cara menghitung maintenance dan perdarahan adalah sebagai berikut.
- Operasi sedang
70 x 6 = 420 cc/Jam x 3 jam = 1260 cc cairan RL/PZ
- Perdarahan 40% berikan koloid / dara 1 x pemberian jadi perdarah 1960cc. Berarti berikan koloid 1960cc atau darah 1960cc.
Jadi cairan maintenance di tambah perdarahan selama berapa jam operasi yaitu
1260cc RL/PZ + 1960cc Coloid/darah.
III. Cairan Post Op.
1. Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa
Natrium 2 – 4 Meg/kgBB
Kalium 1 – 2 Meg/kgBB
2. Kebutuhan kalori basal
Dewasa berdasarkan berat badan
Rumus : BB (kg) x 20 – 30 :
Anak bedasarkan umur
Contoh : BB 60 kg.
Kebutuhan Natrium 2 – 4 Meg x 60 = 120 – 240 Meg.
Kalium 1 – 2 Meg x 60 = 60 – 120 Meg.
Kalori 20 – 30 Meg x 60 = 1200 – 1800 Kalori.
Cairan RL Natrium 130 Meg/L, dengan BB 60 Kg berarti kebutuhan cairan Post Op. 24 Jam adalah : RL : 1500 cc
24 Jam
: DS% : 1500 cc
INTERVENSI KLIEN INTRA OPERASI
A. ANGGOTA TIM PEMBEDAHAN
Tim pembedahan terdiri dari:
- Ahli bedah
Team pembedahan dipimpin oeh ahli bedah senior atau ahli bedah yang melakukan operasi.
- Asisten pembedahan (1 orang atau lebih)
Asisten bisa dokter,presden, atau seorang perawat. Dibawah petunjuk ahli bedah asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
- Anesthesiologist atau perawat anesteshi.
Perawat anesteshi memberikan obat – obat anesteshi dan obat- obat lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.
- Circulating nurse.
Peran vital sebelum, selama dan setelah pembedahan.
Tugas :
- Set up ruangan operasi.
- Menjaga kebutuhan alat
- Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan.
- Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
- Memenuhi kebutuhan klien memberi dukungan mental, orientasi klien.
SELAMA PEMBEDAHAN
- Mengkoordinasikan aktifitas
- Mengimplementasikan NCP
- Membantu anesthetic
- Mendokumentasikan secara lengkap droin, kateter, dan lain – lain.
- Surgical teknologis atau nurse serub
Bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen kepada ahli bedah / asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.
B. PENYIAPAN KAMAR DAN TEAM PEMBEDAHAN
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi.
Dua faktor penting yang berhubungan keamanan kamar pembedahan : layout kamar operasi dan pencegahan infeksi.
1). Layout pembedahan
Ruangan harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bag patologi, dan bagian logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi design (protektik,bersih, steril dan kotor). Besar ruang tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :
- Kamar terima
- Ruang untk peralatan bersih dan kotor
- Ruang linen bersih
- Ruang ganti
- Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat
- Scrub area.
Ruang operasi terdiri dari :
- Stretcher atau meja operasi
- Lampu operasi
- Anesthesia station
- Meja dan standar instrumen .
- Peralatan suction
- System komunikasi
2). Kebersihan dan kesehatan tean pembedahan
Sumber utama kontaminasi bakteri : team pembedahan yang hygiene menurun dan kesehatan menurun (kulit, rambut, saluran pernapasan).
Pencegahan kontaminasi :
- Cuci tangan
- Hand schoen
- Mandi
- Perhiasan
3). Pakaian bedah
Terdiri dari : Kap, masker, gaun,tutup sepatu, baju OK
Tujuan : Menurunkan kontaminasi
4). Surgical Scrub
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
- Ahli bedah
- Semua asisten
- Scrub nurse
Alat – alat :
- Sikat cuci tangan reusable / disposibel
- Antimikrobial : Betadine
- Pembersih kuku.
Waktu : 5 – 10 menit dikering kan dengan handuk steril.
C. ANESTHESIA
Anestehsia (Bahasa Yunani) Negatif sensation.
Anestehsi menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara pastial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran .
Tujuan : Memblok transmisi implus syaraf menekan reflek, meningkatkan relaksasi otot.
Pemilihan anesthesi oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan faktor klien.
1). Type Anesthesi
Perawat perlu mengenal ciri farmacologic terhadap obat anesthesi yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.
(a). Anasthesi Umum
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang revesible karena inhibisi impulse saraf otak.
Misal : Bedah kepala, leher, kllien yang tidak kooperatif
a.1. Stadium Anesthesis
- Stadium I : Relaxasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahap.
- Stadium II : Excitement
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernapasan yang ireguler sampai dengan pergerakan anggota badan tak teratur.
- Stadium III : Anesthesi pembedahan .
Di tandai relaxasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
- Stadfium IV : Bahaya
Apnea, cardiopulmonary arest dan kematian
a.2. Metode pemberian
Inhalasi, IV injeksi, instilasi rectal.
- INHALASI
Metode yang paling dapat di kontrol karena intake dan eliminasi secara primer oleh paru – paru.
Obat anesthesi inhalasi dibedakan :
Gas : Nitrous oxida ( N2O)
Paling sering digunakan gas yang tak berwarna, tak berbau, non iritasi dengan masa induksi atau pemulihan yang cepat.
Volatile : Cairan yang dapat menguap
- Halothane : Non iritasi terhadap saluran pernapasan dan menghasilkan mual dan muntah yang minimal pada post op.Halothane dapat menekan system Cardiovasculer (hippotensi dan bradicardi) dan berpengaruh terhadap hipothalamus.
Etharane
Anasthesi inhalasi yang menghasilkan relaksasi otot yang adekuat .
Ethrane mengurangi fentilasi klien dan menurunkan tekanan darah.
Penthrane
Pelemas otot yang efektif dan memberikan efek analgesik pada kosentrasi rendah, toxis pada ginjal dan hanya digunakan untuk pembedahan waktu pendek.
Forane
Muscle relaksa, Cardiofascler tetap stabil.
- ANESTHESI INJEKSI IV
Meberikan perasaan senang, cepat, dan pelepasan obat secara pelan.
Barbitturat
Sering digunakan,bekerja langsung pada CNS dari sedasi sedang, sampai kehilangan kesadaran, sedikit mengurangi nyeri.
Thiopental sodium :
- Skart akting
- Supplemment N2O pada operasi singkat
- Hipnotic pada anesthesi regional
- Deppresant patent terhadap sistem jantung dan paru.
Narcotic
- Suplement anasthesi inhalasi
- Narcotic yang sering digunakan morphin, sulfat, meperidine, dan fentanil citrate.
- Analgesia post operasi yang adekuat
- Menurunkan ventilasi alveolar dan deppresant pernapasan.
Innovar
- kombinasi fentanil citrat dan tranguiliser dropreridol.
- Digunakan dosis kecil untuk supplement N2O dan anesthesis regional.
- Durasi panjang, depresi pernapasan, hippofentilasi, opnea, hipotensi selama post op.
Ketanime
- Obat anesthesis yang tersendiri .
- Bekerja pada bagian saraf tertentu
- Diberikan iv atau im
- Menyebabka penurunan kesadaran secara cepat, analgesik tanpa depresi pernapasan atau kehilangan tonus otot.
- Merangsang system cardiovasculer.
- Digunakan diagnostik, pembedahan singkat supplement N2O
- Selama pemberian : mimpi buruk halusinasi, tindakan irotional.
Neuromusculer Brochler
- Muscie relaxant selama pembedahan
- Mempermudah pemasangan ET tube
- Bekerja pada garis otot tubuh dengan mempengaruhi implus pada moter end plate
KOMPLIKASI ANASTHESI UMUM:
Komplikasi jarang tetapi dapat mengancam jiwa.
- Komplikasi sebagian besar minor sebagai akibat teknik intubasi seperti gigi patah atau trauma vocal cord.
dapat terjadi akibat hiperekstensi leher, rongga mulut kecil,
sendi mandibular yang kaku
- Anasthesi over dosis pada orng tua atau kelainan klien
Hipertermia maligna.
- Kerusakan pada membran sel otot sirkulasi kalsium meningkat rata-rata metabolisme meningkat dan suhu tubuh 460 C. Terjadi pada klien yang sensitif pada Halothane, Penthran, Succinyl clorida
Gejala : tachicardi, peningkatan suhu tubuh yang kontinous, cyanosis,hipotensi, kaku otot, arithmia.
Tindakan:
- Operasi dihentikan, pendinginan dengan cairan es IV.
- Lavas es nasogastrik.
- Secara simultan diberikan diuretik, oksigen 100%.
( b) Anasthesi lokal atau regional
Anasthesi lokal atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf menuju dan dari lokasi khusus.
Luas anasthesi tergantung:
- Letak aplikasi
- Volume total anasthesi
- Konsentrasi dan kemampuan penetrasi obat
Penggunaan regional anasthesi:
Kontraindikasi general anasthesi
Klien mengalami reaksi yang merugikan dengan GA
Pilihan klien
Komplikasi:
Over dose
Teknik pemberian yang salah
Sensitisasi klien terhadap anasthesi
Tanda:
Stimulasi CNS diikuti depresi CNS dan cardio.
Gelisah, pembicaraan inkoheren, sakit kepala, mata kabur, rasa
metalik,mual,muntah, tremor, konvulsion dan peningkatan nadi, respirasi, tekanan darah.
Komplikasi lokal: Edema, keradangan, abses, nekrosis, ganggrene.
TEKNIK PEMBERIAN:
ANASTHESI TOPIKAL
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianasthesi.
Bentuk : salep atau spray.
Sering digunakan: prosedur diagnostik atau intubasi, laringoskopi, bronchoskopi, cystoskopi.
Masa kerja 1 menit, lama kerja 20 – 30 menit.
LOKAL INFILTRASI
Injeksi obat anasthesi secara IC dan SC ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi.
FIELD BLOCK
Injeksi secra bertahap sekeliling daerah yang dioperasi (hernioraphy, dental prosedur, bedah plastik).
NERVE BLOCK
Injeksi obat anasthesi lokal ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi.
Block saraf memutus transmisi sensasi motor dan simpatis.
Tujuan: mencegah nyeri selama prosedur diagnostik, mengurangi nyeri dan meningkatkan sirkulasi pada penyakit vbaskuler.
Contoh: Lidocain ( Xylocain ), Bupivacion ( Marcain ), Epinephrine (Potensiasi).
SPINAL ANASTHESI ATAU INTRATECHAL
Dicapai dengan injeksi obat anasthesi ke dalam ruang sub arachnoid pada L2 –L3 atau L3 –L4.
Absorbsi ke serat saraf terjadi secara cepat dan menghasilkan analgesik dengan relaksasi.
Efektif untuk operasi abdomen dan panggul.
PENGKAJIAN
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
Memvalidasi identitas klien
Memvalidasi inform concent
Tim pembedahan terdiri dari:
- Ahli bedah
Team pembedahan dipimpin oeh ahli bedah senior atau ahli bedah yang melakukan operasi.
- Asisten pembedahan (1 orang atau lebih)
Asisten bisa dokter,presden, atau seorang perawat. Dibawah petunjuk ahli bedah asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
- Anesthesiologist atau perawat anesteshi.
Perawat anesteshi memberikan obat – obat anesteshi dan obat- obat lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.
- Circulating nurse.
Peran vital sebelum, selama dan setelah pembedahan.
Tugas :
- Set up ruangan operasi.
- Menjaga kebutuhan alat
- Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan.
- Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
- Memenuhi kebutuhan klien memberi dukungan mental, orientasi klien.
SELAMA PEMBEDAHAN
- Mengkoordinasikan aktifitas
- Mengimplementasikan NCP
- Membantu anesthetic
- Mendokumentasikan secara lengkap droin, kateter, dan lain – lain.
- Surgical teknologis atau nurse serub
Bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen kepada ahli bedah / asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.
B. PENYIAPAN KAMAR DAN TEAM PEMBEDAHAN
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi.
Dua faktor penting yang berhubungan keamanan kamar pembedahan : layout kamar operasi dan pencegahan infeksi.
1). Layout pembedahan
Ruangan harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bag patologi, dan bagian logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi design (protektik,bersih, steril dan kotor). Besar ruang tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :
- Kamar terima
- Ruang untk peralatan bersih dan kotor
- Ruang linen bersih
- Ruang ganti
- Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat
- Scrub area.
Ruang operasi terdiri dari :
- Stretcher atau meja operasi
- Lampu operasi
- Anesthesia station
- Meja dan standar instrumen .
- Peralatan suction
- System komunikasi
2). Kebersihan dan kesehatan tean pembedahan
Sumber utama kontaminasi bakteri : team pembedahan yang hygiene menurun dan kesehatan menurun (kulit, rambut, saluran pernapasan).
Pencegahan kontaminasi :
- Cuci tangan
- Hand schoen
- Mandi
- Perhiasan
3). Pakaian bedah
Terdiri dari : Kap, masker, gaun,tutup sepatu, baju OK
Tujuan : Menurunkan kontaminasi
4). Surgical Scrub
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
- Ahli bedah
- Semua asisten
- Scrub nurse
Alat – alat :
- Sikat cuci tangan reusable / disposibel
- Antimikrobial : Betadine
- Pembersih kuku.
Waktu : 5 – 10 menit dikering kan dengan handuk steril.
C. ANESTHESIA
Anestehsia (Bahasa Yunani) Negatif sensation.
Anestehsi menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara pastial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran .
Tujuan : Memblok transmisi implus syaraf menekan reflek, meningkatkan relaksasi otot.
Pemilihan anesthesi oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan faktor klien.
1). Type Anesthesi
Perawat perlu mengenal ciri farmacologic terhadap obat anesthesi yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.
(a). Anasthesi Umum
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang revesible karena inhibisi impulse saraf otak.
Misal : Bedah kepala, leher, kllien yang tidak kooperatif
a.1. Stadium Anesthesis
- Stadium I : Relaxasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahap.
- Stadium II : Excitement
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernapasan yang ireguler sampai dengan pergerakan anggota badan tak teratur.
- Stadium III : Anesthesi pembedahan .
Di tandai relaxasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
- Stadfium IV : Bahaya
Apnea, cardiopulmonary arest dan kematian
a.2. Metode pemberian
Inhalasi, IV injeksi, instilasi rectal.
- INHALASI
Metode yang paling dapat di kontrol karena intake dan eliminasi secara primer oleh paru – paru.
Obat anesthesi inhalasi dibedakan :
Gas : Nitrous oxida ( N2O)
Paling sering digunakan gas yang tak berwarna, tak berbau, non iritasi dengan masa induksi atau pemulihan yang cepat.
Volatile : Cairan yang dapat menguap
- Halothane : Non iritasi terhadap saluran pernapasan dan menghasilkan mual dan muntah yang minimal pada post op.Halothane dapat menekan system Cardiovasculer (hippotensi dan bradicardi) dan berpengaruh terhadap hipothalamus.
Etharane
Anasthesi inhalasi yang menghasilkan relaksasi otot yang adekuat .
Ethrane mengurangi fentilasi klien dan menurunkan tekanan darah.
Penthrane
Pelemas otot yang efektif dan memberikan efek analgesik pada kosentrasi rendah, toxis pada ginjal dan hanya digunakan untuk pembedahan waktu pendek.
Forane
Muscle relaksa, Cardiofascler tetap stabil.
- ANESTHESI INJEKSI IV
Meberikan perasaan senang, cepat, dan pelepasan obat secara pelan.
Barbitturat
Sering digunakan,bekerja langsung pada CNS dari sedasi sedang, sampai kehilangan kesadaran, sedikit mengurangi nyeri.
Thiopental sodium :
- Skart akting
- Supplemment N2O pada operasi singkat
- Hipnotic pada anesthesi regional
- Deppresant patent terhadap sistem jantung dan paru.
Narcotic
- Suplement anasthesi inhalasi
- Narcotic yang sering digunakan morphin, sulfat, meperidine, dan fentanil citrate.
- Analgesia post operasi yang adekuat
- Menurunkan ventilasi alveolar dan deppresant pernapasan.
Innovar
- kombinasi fentanil citrat dan tranguiliser dropreridol.
- Digunakan dosis kecil untuk supplement N2O dan anesthesis regional.
- Durasi panjang, depresi pernapasan, hippofentilasi, opnea, hipotensi selama post op.
Ketanime
- Obat anesthesis yang tersendiri .
- Bekerja pada bagian saraf tertentu
- Diberikan iv atau im
- Menyebabka penurunan kesadaran secara cepat, analgesik tanpa depresi pernapasan atau kehilangan tonus otot.
- Merangsang system cardiovasculer.
- Digunakan diagnostik, pembedahan singkat supplement N2O
- Selama pemberian : mimpi buruk halusinasi, tindakan irotional.
Neuromusculer Brochler
- Muscie relaxant selama pembedahan
- Mempermudah pemasangan ET tube
- Bekerja pada garis otot tubuh dengan mempengaruhi implus pada moter end plate
KOMPLIKASI ANASTHESI UMUM:
Komplikasi jarang tetapi dapat mengancam jiwa.
- Komplikasi sebagian besar minor sebagai akibat teknik intubasi seperti gigi patah atau trauma vocal cord.
dapat terjadi akibat hiperekstensi leher, rongga mulut kecil,
sendi mandibular yang kaku
- Anasthesi over dosis pada orng tua atau kelainan klien
Hipertermia maligna.
- Kerusakan pada membran sel otot sirkulasi kalsium meningkat rata-rata metabolisme meningkat dan suhu tubuh 460 C. Terjadi pada klien yang sensitif pada Halothane, Penthran, Succinyl clorida
Gejala : tachicardi, peningkatan suhu tubuh yang kontinous, cyanosis,hipotensi, kaku otot, arithmia.
Tindakan:
- Operasi dihentikan, pendinginan dengan cairan es IV.
- Lavas es nasogastrik.
- Secara simultan diberikan diuretik, oksigen 100%.
( b) Anasthesi lokal atau regional
Anasthesi lokal atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf menuju dan dari lokasi khusus.
Luas anasthesi tergantung:
- Letak aplikasi
- Volume total anasthesi
- Konsentrasi dan kemampuan penetrasi obat
Penggunaan regional anasthesi:
Kontraindikasi general anasthesi
Klien mengalami reaksi yang merugikan dengan GA
Pilihan klien
Komplikasi:
Over dose
Teknik pemberian yang salah
Sensitisasi klien terhadap anasthesi
Tanda:
Stimulasi CNS diikuti depresi CNS dan cardio.
Gelisah, pembicaraan inkoheren, sakit kepala, mata kabur, rasa
metalik,mual,muntah, tremor, konvulsion dan peningkatan nadi, respirasi, tekanan darah.
Komplikasi lokal: Edema, keradangan, abses, nekrosis, ganggrene.
TEKNIK PEMBERIAN:
ANASTHESI TOPIKAL
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianasthesi.
Bentuk : salep atau spray.
Sering digunakan: prosedur diagnostik atau intubasi, laringoskopi, bronchoskopi, cystoskopi.
Masa kerja 1 menit, lama kerja 20 – 30 menit.
LOKAL INFILTRASI
Injeksi obat anasthesi secara IC dan SC ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi.
FIELD BLOCK
Injeksi secra bertahap sekeliling daerah yang dioperasi (hernioraphy, dental prosedur, bedah plastik).
NERVE BLOCK
Injeksi obat anasthesi lokal ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi.
Block saraf memutus transmisi sensasi motor dan simpatis.
Tujuan: mencegah nyeri selama prosedur diagnostik, mengurangi nyeri dan meningkatkan sirkulasi pada penyakit vbaskuler.
Contoh: Lidocain ( Xylocain ), Bupivacion ( Marcain ), Epinephrine (Potensiasi).
SPINAL ANASTHESI ATAU INTRATECHAL
Dicapai dengan injeksi obat anasthesi ke dalam ruang sub arachnoid pada L2 –L3 atau L3 –L4.
Absorbsi ke serat saraf terjadi secara cepat dan menghasilkan analgesik dengan relaksasi.
Efektif untuk operasi abdomen dan panggul.
PENGKAJIAN
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
Memvalidasi identitas klien
Memvalidasi inform concent
ASKEP PASIEN STRUMA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
Goitrogenik sporadic dapat disebabkan factor genetic atau karena obat (iatrogenic) antara lain metal atau propiltiourasil ( PTU ), tolbutamid, sulfaguanidin, PAS dan lain-lain.
- Tujuan
- Tujuan Umum
Memberikan penjelasan mengenai penyakit gangguan struma.
- Tujuan Khusus
- Menjelaskan teori dan konsep terkait dengan penyakit Struma
- Memaparkan proses terjadinya gangguan struma
- Menerapkan teori dan konsep tersebut dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien struma
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. ETIOLOGI
Hyperthyroid disebabkan oleh hypersekresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhi adalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.
- MANIFESTASI KLINIS
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
- ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid.
- Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
- Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.
Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sebagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.
D. PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid
- PATH WAY
↑ protein dan mukopoli sakarida ← Mixedema ← sintesa T3 dan T4 ↓
mengikat air
- PENATALAKSANAAN
Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk struma yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang diakibatkannya. Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur harus diberi tambahan yodium.
F. PENGKAJIAN
- Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
- Identifikasi klien.
- Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
- Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
- Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
- Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
- Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
- Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
- Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
- Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
- Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
- Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
- Aktivitas/istirahat
insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
- Eliminasi
urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
- Integritas ego
mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
- Makanan/cairan
kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
- Rasa nyeri/kenyamanan
nyeri orbital, fotofobia.
- Keamanan
tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
- Seksualitas
libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
- Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan penunjang
- Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
- Kadar T3, T4
Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
- Darah rutin
- Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara –10s/d +15
- Kadar calsitoxin (hanya pada pebnderita tg dicurigai carsinoma meduler).
- Pemeriksaan radiologis
- Dilakukan foto thorak posterior anterior
- Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig .
- Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi theroidectomy adalah
- Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
- Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.
- Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
- Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.
H. PERENCANAAN
Rencana tindakan yang dilakukan pada klien post operasi thyroidectomy meliputi
Diagnosa pertama
1.Tujuan:
Jalan nafas klien efektif
2. Kriteria:
Tidak ada sumbatan pada trakhea
3. Rencana tindakan:
- Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.
- Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
- Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
- Atur posisi semifowler
- Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
- Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
- Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.
4. Rasional
- Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
- Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
- Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
- Memberikan suasana yang lebih nyaman.
- Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
- Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
- Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.Diagnosa keperawatan kedua
- Tujuan :
Klien dapat komunikasi secara verbal
- Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
- Rencana tindakan:
- Kaji pembicaraan klien secara periodik
- Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
- Kunjungi klien sesering mungkin
- Ciptakan lingkungan yang tenang.
- Rasionalisasi:
- Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
- Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
- Mengurangi kecemasan klien
- Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.
Diagnosa keperawatan ketiga
- Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
- Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
- Rencana tindakan
- Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
- Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
- Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .
- Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
- Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
- Rasionalisasi
- Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
- Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
- Mengurangi ketegangan otot.
- Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
- Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan keempat
- Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
- Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
- Rencana tindakan:
- Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
- Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
- Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
- Rasionalisasi:
- Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
- Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
- Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.
Diagnosa keperawatan kelima
- Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
- Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
- Rencana tindakan:
- Observasi tanda-tanda vital.
- Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
- Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
- Rasionalisasi:
- Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini.
- Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.
- Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.
I. EVALUASI
- teruskan bila masalah masih ada.
- Revisi/modifikasi bila masalah ada tetapi rencana dirubah.
- Terpecahkan jika masalah berhasil dipecahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Editor : Tim Editor EGC Edisi 26, EGC Jakarta
Prince S.A, Wilson L.M, 2006, Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)