Kamis, 03 Juli 2008

Gangguan Iodium

Iodium adalah jenis elemen mineral mikro kedua sesudah Besi yang dianggap penting bagi kesehatan manusia walaupun sesungguhnya jumlah kebutuhan tidak sebanyak zat-zat gizi lainnya. Djokomoeldjanto (1993) mengatakan bahwa manusia tidak dapat membuat unsur/elemen iodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula, tetapi harus mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui serapan iodium yang terkandung dalam makanan serta minuman.1

Iodium adalah nutrisi yang penting bagi fungsi kelenjar tiroid untuk mengatur pertumbuhan dan metabolisme.2
Pentingnya iodium dalam tubuh manusia untuk metabolisme sudah dikenal sejak abad lalu walaupun pengaruh positif seaweed atau burntsponges (kaya iodium) terhadap penyakit gondok sudah diketahui sejak zaman purba di seluruh dunia.1
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan gangguan yang telah lama diketahui, namun secara jelas baru dibakukan dalam th1970-an. Pada mulanya defisiensi yodium atau gondok endemik berat dihubungkan dengan hipotiroidisme dan kretin endemik saja. Awalnya yang dimasukkan dalam kelompok atau spektrum GAKI hanya terbatas pada gondok endemik, kretin endemik dan hipotiroidisme. Hubungan kretin endemik dengan gondok sudah dipastikan oleh Sardinia Commission th 1887. Yodium sebagai penyebab terjadinya kretin endemik ditunjukkan dengan pasti pada penelitian buta-ganda dengan suntikan lipiodol di Papua Nugini , di mana yodium berperan pada perkembangan fetus, khususnya perkembangan susunan sarafnya.3
Hormon tiroid yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok) dibutuhkan sepanjang hidup manusia untuk mempertahankan metabolisme serta fungsi organ dan peranannya sangat kritis pada bayi yang sedang tumbuh pesat. Kekurangan hormon tiroid akibat kekurangan iodium sejak lahir ( hipotiroid kongenital) bila tidak diketahui dan diobati sejak dini akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.4
Angka kejadian hipotiroid kongenital (HK) di Indonesia belum diketahui. Kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid pada awal kehidupan anak, baik permanen maupun transien akan mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan retardasi mental.4
Keterbelakangan mental yang disebabkan HK bisa dicegah dengan deteksi dan terapi dini. Prognosis jelek pada kasus yang terlambat diobati telah lama dikenal, terutama defisit IQ. Sebaliknya penderita yang diobati dengan hormon tiroid sebelum berumur 3 bulan, dapat mencapai pertumbuhan dan IQ mendekati normal. Oleh karena itu diagnosis dini sangat penting, namun sulit ditegakkan secara klinis karena seringkali pada waktu lahir bayi tampak normal, kalaupun memperlihatkan gejala sangat samar dan tidak spesifik. Gejala khas hipotiroid biasanya tampak jelas pada saat bayi berumur beberapa bulan, tetapi pada saat ini diagnosis sudah terlambat.4

I. IODIUM
Iodium ditemukan pada tahun 1811 oleh Courtois. Iodium merupakan sebuah anion monovalen. Keberadaannya dalam tubuh mamalia hanya sebagai hormon tiroid. Hormon ini sangat penting selama pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolis dan produksi kalori atau energi disemua kehidupan. Jumlah iodium yang terdapat dalam makanan sebanyak jumlah ioda dan untuk sebagian kecil secara kovalen mengikat asam amino. Iodium diserap sangat cepat oleh usus dan oleh kelenjar tiroid di gunakan untuk memproduksi hormon thyroid. Saluran ekskresi utama iodium adalah melalui saluran kencing (urin) dan cara ini merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status iodium. Tingkat ekskresi (status iodium) yang rendah (25 – 20 μg /I Urin) menunjukan risiko kekurangan iodium dan bahkan tingkatan yang lebih rendah menunjukan risiko yang lebih berbahaya.1
Dalam saluran pencernaan, iodium dalam bahan makanan dikonversikan menjadi Iodida yang mudah diserap dan ikut bergabung dengan pool-iodida intra/ekstraseluler. Iodium tersebut kemudian memasuki kelenjar tiroid untuk disimpan. Setelah mengalami peroksidasi akan melekat dengan residu tirosin dari tiroglobulin. Struktur cincin hidrofenil dari residu tirosin adalah iodinate ortho pada grup hidroksil dan berbentuk hormon dari kelenjar tiroid yang dapat dibebaskan (T3 dan T4). Iodium adalah suatu bagian integral dari hormon triidothyronine tiroid (T3) dan thyroxin (T4). Hormon tiroid kebanyakan menggunakan, jika tidak semua, efeknya adalah pengendalian sintesis protein. Efek-efek tersebut adalah efek kalorigenik, kardiovaskular, metabolisme dan efek inhibitor pada pengeluaran thyrotropin oleh pituitary.1
Kebanyakan Thyroxine (T4) dan Triidothyronine (T3) diangkut dalam bentuk terikat-plasma dengan protein pembawa. Thyroxine-terikat protein merupakan pembawa hormon tiroid utama yang beberapa di antaranya juga terikat dengan thyroxin-terikat prealbumin.1,5
Tingkat bebasnya hormon-hormon tersebut dalam plasma dimonitor oleh hipotalamus yang kemudian mengontrol tingkat pemecahan proteolitis T3 dan T4 dari tiroglobulin dan membebaskannya ke dalam plasma darah, melalui tiroid stimulating hormon (TSH). Kadar T4 plasma jauh lebih besar dari pada T3, tetapi T3 lebih potensial dan “turn overnya” lebih cepat. Beberapa T3 plasma dibuat dari T4 dengan jalan deiodinasi dalam jaringan non-tiroid. Sebagian besar dari kedua bentuk terikat pada protein plasma, terutama thyroid-binding-globulin (TBG), tetapi hormon yang bebas aktivitasnya pada sel-sel target. Dalam sel-sel target dalam hati, banyak dari hormon tersebut didegradasi dan iodidat dikonversikan untuk digunakan kembali jika dibutuhkan.1,6
Menurut Ganong (1989), apabila orang mengkonsumsi iodium 500 μg/hari, hanya sebagian iodium (120 μg) yang masuk ke dalam kelenjar tiroid, dan dari kelenjar tiroid disekresikan sekitar 80 μg yang terdapat dalam T3 dan T4, yang merupakan hormon tiroid. Selanjutya T3 dan T4 mengalami metabolisme dalam hepar dan dalam jaringan lainnya. Sehingga dari hepar dikeluarkan sekitar 60 μg ke dalam cairan empedu, kemudian dikeluarkan ke dalam lumen usus dan sebagian mengalami sirkulasi yang lepas dari reabsorbsi akan diekskresikan bersama feses dan urin.1

II. GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN IODIUM
a. Iodium dalam Masalah GAKI
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan). Makin banyak tingkat kekurangan iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbulkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium sampai timbul bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme.1
Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih banyak terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar iodium rendah.1
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak balita dan anak usia sekolah.1
Faktor – Faktor yang berhubungan dengan masalah GAKI antara lain :
 Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess1,7
Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya.1,7
Hal ini dibuktikan oleh Marine dan Kimbell pada tahun 1921 dengan pemberian iodium pada anak usia sekolah di Akron (Ohio) dapat menurunkan gradasi pembesaran kelenjar tiroid. Temuan lain oleh Dunn dan Van der Haal di Desa Jixian, Propinsi Heilongjian (Cina) dimana pemberian iodium antara tahun 1978 dan 1986 dapat menurunkan prevalensi gondok secara drastis dari 80 % (1978) menjadi 4,5 % (1986). Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin.1,7
 Faktor Geografis dan Non Geografis1,7
Menurut Djokomoeljanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya dengan letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andes dan di Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan.
Kekurangan yodium dalam tubuh manusia disebabkan karena keadaan tanah, air dan bahan pangan kurang mengandung yodium. Suatu wilayah menjadi kekurangan yodium disebabkan lapisan humus tanah sebagai tempat menetapnya yodium sudah tidak ada, karena akibat erosi tanah secara terus menerus dan sering terjadi pembakaran hutan yang mengakibatkan yodium dalam tanah hilang
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium.
 Faktor Bahan Pangan Goiterogenik1,7
Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok, namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan. Salah satunya adalah bahan pangan yang bersifat goiterogenik. Dari hasil riset yang dilakukan Williams pada tahun 1974 dikatakan bahwa zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah masuk ke dalam tubuh.
Goiterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat.
Menurut Chapman goitrogen alami ada dalam jenis pangan seperti kelompok Sianida (daun + umbi singkong , gaplek, gadung, rebung, daun ketela, kecipir, dan terung) ; kelompok Mimosin (pete cina dan lamtoro) ; kelompok Isothiosianat (daun pepaya) dan kelompok Asam (jeruk nipis, belimbing wuluh dan cuka).
 Faktor Zat Gizi Lain1,7
Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon. Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas. Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4 bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.

b. Aspek klinik.pada GAKI
1. Gondok endemik2,7,8,9
Pada awalnya gondok endemik disama-artikan dengan GAKI, namun kini orang telah jelas memisahkannya sebab gondok hanya merupakan sebagian kecil saja dari spektrum GAKI. Penyebab gondok utama memang defisiensi yodium, tetapi sebab lain juga dikenal yaitu: goitrogen, kelebihan (excess) yodium, unsur mikro dan status nutrisi pada umumnya. Dengan memberikan yodium cukup memang prevalensi gondok kurang, namun tidak terlihatnya gondok tidak berarti GAKI telah tiada. Sekarang ini dianjurkan untuk memeriksa pembesaran tiroid dengan USG.
2. Kretin-endemik
Tiga syarat pokok dalam definisi kretin endemik9
Epidemiologi: berhubungan dengan gondok endemik dan defisiensi iodium derajat berat.
Manifestasi klinik: terdapat retardasi mental, bersamaan dengan:
Sindroma neurologik yang predominan (biasa disebut kretin nervosa): defek pendengaran dan bicara, dan gangguan khas dalam sikap berdiri dan berjalan.
Hipotiroidi yang predominan, tubuh kerdil/cebol (biasa disebut kretin miksedematosa).
Di beberapa wilayah jenis pertama yang menonjol, tapi di wilayah lain jenis yang kedua. Pada daerah-daerah lainnya terdapat tipe gabungan dari ke dua jenis di atas (kretin campuran).
Pencegahan: pada daerah di mana sudah tercapai koreksi yang adekuat terhadap defisiensi iodium, kretin endemik tak akan lahir.
Belum lama ini dipikirkan suatu konsep ke arah penyatuan patogenesis kretin endemik, yaitu bahwa sebenarnya semua jenis kretin endemik merujuk pada kretin nervosa. Sebab setelah dilakukan re-evaluasi terhadap kretin miksedematosa yang ada di Afrika tersebut di atas ternyata juga ditemukan kelainan neurologik yang identik dengan kretin nervosa. Hanya tanda-tanda gangguan neurologik yang timbul didominasi oleh gambaran hipotiroidi yang berat akibat defisiensi, serta kelebihan tiosianat yang menyebabkan atrofi kelenjar tiroid.9
Jadi bisa disimpulkan bahwa kretin endemik merupakan manifestasi kerusakan otak derajat berat akibat defisiensi I selama masa kehamilan. Kretin lahir dari ibu hamil dengan intake I yang sangat rendah yaitu umumnya pada daerah defisiensi I berat (UIE < 25 μg/L). Gambaran klinik bervariasi, khususnya tergantung dari aspek geografi. Kretin nervosa adalah tipe terbanyak yang ditemukan di banyak wilayah di dunia. Kretin miksedematosa hanya pada beberapa wilayah tertentu, paling banyak di Afrika karena adanya faktor Se dan tiosianat. Mekanisme patogenesis dan patofisiologinya akibat dari hipotiroidi maternal dan hipotiroidi fetal. Onset diperkirakan mulai dari awal trimester ke 2 dan proses dapat berlanjut sampai awal periode postnatal. Lahirnya kretin bisa dicegah apabila tersedia cukup I selama kehamilan.9
Pada konperensi Goroka di Papua Nugini th 1971, baru dipastikan bahwa pada kretin endemik ini ada 2 komponen besar: hipotiroidi dan kerusakan susunan saraf pusat (mental retardasi, tuli perseptif, retardasi neuromotor dan kerusakan batang otak). Seseorang disebut kretin endemik apabila ia lahir di daerah gondok endemik, dan menunjukkan gejala dua atau lebih dari tiga gejala: retardasi mental, tuli perseptif (sensorineural) nada tinggi, gangguan neuromuskular. Ia dapat disertai atau tidak disertai hipotiroidisme. Kalau di Zaire tipe utama tipe miksudematosa (terjadi atrofi kelenjar tiroid pada hampir semua kasus) sedangkan di tempat lain kebanyakan tipe neurologik atau mixed – campuran.3,8
Pada kretin neurologik, gangguan klinis yang utama ialah defisiensi intelektual, tuli dan ‘motor-rigidity’ yang mengisyaratkan keterlibatan neocortex cerebri, ganglion basal dan cochlea. Bagian otak tersebut mengalami perubahan amat cepat pada trimester 2 dan amat sensitif terhadap kekurangan yodium yang bermanifestasi sebagai hipotiroidisme maternal pada saat itu. Amat menarik yaitu timbulnya kretin baru di satu daerah di Nugini, sejak pemerintah Nugini menganjurkan penggantian garam rakyat (ternyata kaya yodium) dengan garam ‘baru’ yang tidak mengandung yodium.3
Dalam hal kretin tipe miksudematosa maka sebab utamanya adalah defisiensi yodium maternal dan fetal yang masih diteruskan postnatal.3
3. Hipotiroidisme.
Hipotirodisme adalah sindrom klinik yang timbul akibat dari kekurangan hormone tiroid, yang menghasilkan perlambatan proses metabolisme. Kekurangan hormon ini dapat disebabkan salah satunya karena kekurangan iodium.10
Hipotiroidisme memang terlihat jelas pada kretin tipe miksudematosa tetapi ternyata juga ditemukan pada populasi normal, sehingga hipotiroidisme dapat mengenai siapa saja asal ia kekurangan yodium berat. Berdasarkan kriteria klinik hipotiroidisme ditemukan pada 13% orang normal dan 29% kretin, dan dengan kriteria TSH>50 μU/ml angka meningkat menjadi berturut-turut 27 dan 49%. McMichael pada tahun 1980 menunjukkan , berdasarkan studi retrospektif maupun prospektif, bahwa ibu hipotiroid yang hamil meningkatkan risiko aborsi, IMR meningkat, retardasi mental dan kelainan kongenital.3,9
Yang paling banyak ditemukan, namun kurang disadari ialah cerebral hypothyroidism dimana gejala lain kurang mencolok, yang nampak hanya ‘letargi’ dan ‘apati’ yang terlihat di daerah endemi. Sebabnya ialah kekurangan tiroksin di otak , sebab sel otak mendapatkan T3 dari hasil perubahan di selnya dengan perantaraan deiodinase II bukan dari produksi kelenjar tiroid. Perbaikan nyata terlihat dengan pemberian hormon tiroid (thyroxin bukan triiodothyronin). Secara klinis perbaikan ini dapat diamati yaitu sejak masa pemberian yodium maka kegiatan fisik penduduk meningkat, dan sebagai konsekuensinya adalah meningkatnya penghasilan, sehingga kemakmuran bertambah.3,9,10
4. Kretin-subklinik
Istilah ini diperkenalkan oleh kelompok Cina yang melihat ada kelompok anak sekolah yang bodoh sekali namun tidak menunjukkan gejala dan tanda kretin klasik. Ia kemudian membagi kelompok ini menurut IQ-nya sebagai : amat berat (IQ:0-20), berat (IQ :20-35), sedang (IQ:35-50) dan ringan (IQ:50-75). IQ mereka ternyata membaik dengan pemberian yodium, tetapi kelompok subklinik ini juga menunjukkan gangguan ringan pada perkembangan psikomotor dan pendengaran. Pada waktu ini sudah jelas dari data epidemiologi yang dikumpulkan dari Indonesia dan Spanyol, bahwa defisiensi yodium meskipun ringan mempengaruhi perkembangan neuropsikologik populasi. Kalau berdasarkan definisi kretin endemik, maka kelompok ini masih dikelompokkan kretin endemik (tipe nervosa : retardasi mental, gangguan pendengaran serta psikomotor ).3,8,9

5. Gangguan Perkembangan saraf
Seringkali "gejala sendiri" tidak menuju ke arah diagnosis gejala kretin endemik klasik, misalnya cara berjalan (‘stance, gait’), sikap berdiri tertentu, flexi pada genu dan pinggul hingga badan menjorok ke depan, hampir menyerupai sindrom Parkinson. Pada fase awal perkembangan anak sebelum gejala lain muncul dengan jelas pasien sulit mengangkat kepala, kepala seperti "lunglai".Dalam hal pendengaran, terkesan bahwa gangguan ini terjadi pada cochlea (sensorineural deafness) di mana jejas ini terjadi pada trimester kedua kehamilan. Observasi kretin endemik di Sengi menunjukkan bahwa gangguan pendengaran simetris pada nada tinggi dapat digunakan sebagai kriteria patognomonik untuk mendiagnosis seorang dengan kretin endemik tipe neurologik.3,9,10

c. Diagnosis
1. Gondok Endemik7
Klasifikasi gondok berdasarkan kelompokkan
Grade 0 : Tidak teraba
Grade 1 : Teraba dan terlihat hanya dengan kepala yang ditengadahkan
Grade 2 : Mudah terlihat, kepala posisi biasa
Grade 3 : Terlihat dari jarak tertentu
Karena perubahan gondok pada awalnya perlu diwaspadai, maka grading system, khususnya grade 1 dibagi lagi dalam 2 klas, yaitu
Grade 1a : Tidak teraba atau teraba tidak lebih besar daripada kelenjar tiroid normal.
Grade 1b : Jelas teraba dan membesar, tetapi pada umumnya tidak terlihat meskipun kepala ditengadahkan.
Kelenjar tiroid tersebut ukurannya sama atau lebih besar dari falangs akhir ibu jari tangan pasien.
2. Kretin Endemik9
(a) Kretin Tipe Nervosa
Gambaran yang tipikal dari kretin nervosa adalah sbb:
 Retardasi mental yang sangat berat
 Gangguan pendengaran dan bisu-tuli
 Sindroma paresis sistem piramidalis, khususnya tungkai bawah: hipertonia, klonus, refleks plantaris. Kadang-kadang disertai sindroma ekstrapiramidalis.
 Sikap berdiri dan cara berjalan khas, spastik dan ataksik. Pada kasus yang sangat berat bahkan tidak mampu berdiri.
 Strabismus
(b) Kretin tipe miksedematosa
Ciri-ciri klinik kretin tipe ini adalah:
Retardasi mental, namun derajatnya lebih ringan dibanding kretin nervosa
Tanda-tanda hipotiroidi klinik: Tubuh sangat pendek (cebol), miksedema, kulit kering, rambut jarang, perkembangan seksual terlambat.
Juga terdapat gangguan neurologik seperti spastisitas tungkai bawah, refleks plantaris, dan gangguan gaya berjalan.
Kretin jenis ini banyak terdapat di Republik Demokrat Kongo (RDK) sebab di sana ada faktor lain yang mempengaruhi, yaitu defisiensi selenium dan kelebihan (overload) tiosianat.
(c) Kretin tipe campuran
Gambaran kliniknya adalah gabungan dari ke dua tipe di atas, yaitu adanya retardasi mental, gangguan neuromotorik yang jelas, disertai tanda-tanda hipotiroidi klinik.
Delong dalam studi di China mendeskripsi variasi temuan kliniknya menjadi 5 bentuk sindroma yaitu tipe tipikal (khas), postur talamik, autistik, serebeler, dan hipotonik. Tipe-tipe ini menggambarkan onset yang berbeda-beda dari defisiensi I selama kehamilan, serta berat ringannya defisiensi yang terjadi.
3. Hipotiroidism 9
Gangguan regulasi termal: hipotermia, sianosis perifer, ekstremitas dingin
Gangguan gastrointestinal: gangguan makan, distensi abdomen, muntah, konstipasi.
Gangguan neuromuskuler: hipotonia, letargi.
Keterlambatan maturasi skeletal: fontanela dan sutura kranialis lebar, epifisis femoral distal tak tampak.
Keterlambatan maturasi biokimiawi: ikterus.
Setelah bayi berusia 3 bulan mulai tampak gambaran-gambaran kretin sporadik klasik. Suara tangisnya berat (nada rendah) dan parau, lidah membesar, hipoplasia hidung / nasoorbital, kulit kasar, kering dan dingin, hernia umbilikalis. Refleks tendon menurun, dan terlambat mencapai perkembangan sesuai umur yang diharapkan. Setelah umur 6 bulan, anak tampak '‘bodoh'’ karena retardasi mental. Pada kurun usia berikutnya, disamping pertumbuhan tinggi badan yang sangat terganggu (cebol), juga terdapat gangguan neurologik, khususnya berupa tanda-tanda disfungsi sere-beler. Misalnya timbul gangguan keseimbangan, tremor, past-pointing, disdiadokokinesis, dan disartri. Hal ini bisa dimengerti mengingat perkembangan serebelum terjadi sejak awal trimester ke 3 kehamilan sampai masa postnatal, di mana pada saat itu hormon tiroid janin gagal disekresi, padahal seharusnya sudah maksimal berfungsi sebab kontribusi hormon tiroid ibu sudah berkurang atau bahkan pada masa postnatal, tidak ada lagi.11
4. Kretin Sub-klinik
Kretin subklinik bisa dipandang sebagai bentuk ringan dari kretin endemik tipe nervosa, karena adanya defisiensi mental serta gangguan neuromotorik, walaupun dalam derajat yang lebih ringan. Dengan mempelajari aspek klinik kretin endemik yang tidak berujud gambaran klinik tunggal (nervosa, miksedematosa, dan campuran), maka bisa dimengerti kalau bentuk yang ringan (subtle) mempunyai gambaran klinik yang samar, dan cenderung tidak khas. Wang et.al mengajukan 4 kriteria, yaitu retardasi mental subklinik (IQ 50-70), defek psikomotor ringan, gangguan pendengaran subklinik, perkembangan fisik (tinggi badan) agak kurang, dan hipotiroidi kimiawi.3,9
Gangguan otak yang lebih ringan (minimal brain dysfunction) akibat defisiensi I semasa fetus, secara epidemiologik bisa dilihat pada populasi non-kretin di daerah defisiensi I berat dan sedang. Rangkuman dari hasil-hasil studi menunjukkan adanya defek pada kapasitas mental dan psikomotor, yang semuanya menggambarkan adanya kerusakan otak dalam derajat yang lebih ringan. Delange menyebutnya dengan istilah gangguan neuro-intelektual. Salah satu poin penting dari kasus-kasus ini adalah bahwa gangguan-gangguan tersebut ireversibel, mengingat hukum once and only opportunity dalam perkembangan otak. Berbagai gangguan perkembangan yang timbul adalah sbb:
 DQ rendah
 IQ rendah (bergeser ke kiri, dan rata-rata kehilangan 13.5 points)
 Gangguan dalam kemapuan visuo-spasial dan visuo-motorik
Gangguan ketrampilan dan kecekatan tangan (manual dexterity)3,9
 Gangguan perseptual
 Gangguan pendengaran sensori-neural
 Gangguan motivasi dan konsentrasi
 Gangguan perkembangan bahasa
 Gangguan pemrosesan informasi di otak (central information processing)

Makin ringan derajat defisiensi I di suatu daerah makin ringan pula gangguan psikomotor yang timbul. Misalnya anak-anak di wilayah Tuscany dengan defisiensi I ringan, hanya menunjukkan waktu reaksi yang lambat sedang kemampuan kognitif masih cukup baik. Bila diamati, mayoritas dari gangguan-gangguan di atas bersumber pada daerah korteks serebri. Sedang kretin endemik tidak hanya daerah kortikal, tetapi juga subkortikal, ganglia basalis, dan sebagainya yang terlibat. Jadi, tampaknya memang daerah otak kortikal-lah yang paling menderita akibat defisiensi I masa fetal sehingga berakibat timbulnya hambatan perkembangan mental dan psikomotor.
Pada kasus-kasus di atas, secara umum pemeriksaan neurologi klasik (motorik kasar, refleks fisiologik/patologik, nn.kraniales, dsb) menunjukkan hasil yang normal, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan neurologi yang lebih tajam untuk menangkap “soft neurological signs”. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut tercakup dalam instrumen ‘neurobehavior’ bagi kasus-kasus minimal “brain dysfunction”. Di samping memerlukan keahlian khusus untuk memeriksa, bahkan seringkali harus dengan alat / teknologi seperti perangkat komputer, kendala lainnya adalah bahwa pemeriksaan per kasus memerlukan waktu yang panjang. Sampai kini belum ada ‘marker’ atau tanda-tanda yang patognomonik dari gangguan derajat ringan ini.9
5. Gangguan perkembangan saraf9
Hasil studi kohort dengan jalan mengikuti sejak ibu hamil sampai anak yang dilahirkan berumur 2 tahun menunjukkan hasil-hasil sbb:
Defisiensi I pada kehamilan berdampak buruk terhadap perkembangan tonus bayi, yaitu hipotonia pada anggota gerak dan otot-otot aksial tubuh pada bulan-bulan pertama postnatal. Dampak buruk tersebut juga terhadap perkembangan respons postural bayi, namun tidak berpengaruh terhadap refleks primitif. Perkembangan yang terlambat tersebut tidaklah menetap, karena pada umur 6 bulan mereka dapat mengejar ketinggalannya tersebut. Tetapi bukan berarti bahwa di kemudian hari mereka bebas dari problem perkembangan, khususnya aspek mental dan psikomotor.
Defisiensi I pada kehamilan menghambat perkembangan bayi dan anak di bidang motorik halus, adaptasi, personal-sosial, komunikasi serta motorik kasar.
Tanda yang paling mencolok pada umur 4 bulan adalah gondok keterlambatan pada perkembangan mengangkat kepala, baik pada posisi terlentang maupun telungkup.
d. Penatalaksanaan
Pemberian iodium atau hormone tiroid jangka lama akan mengecil kelenjar ini. Pada kasus dengan gondok besar yang disertai dengan gejala penekanan, perlu diadakan tindakan operasi. Tetapi tindakan perorangan ini sulit dijalankan sevara luas, apalagi bila mengingat jumlah penduduk yang terkena. Satu-satunya jalan mengatasinya ialah melalui program pencegahan dengan iodium.7
Pengobatan dapat diberikan iodium, dimana 1 bagian iodium ditambahkan pada 10.000 bagian garam, pada beberapa Negara menggunakan 1:100.000. juga penggunaan air yang telah diiodinisasi juga dapat dilakukan seperti yang dilakukan di china.12
Di Indonesia, digunakan iodium 50 ppm, dengan asumsi bila memakan 10 g garam sehari, sudah mengkonsumsi 400 μg potassium iodide.7
e. Pencegahan
Pemberian iodium atau hormone tiroid jangka lama akan mengurangi munculnya GAKI. Berbagai cara telah ditempuh untuk menyampaikan unsur iodium ini pada penduduk yang membutuhkannya, misalnya dalam bentuk pil, dimasukkan dalam coklat untuk anak sekolah, dalam air minum, dimasukkan dalam roti, dan dalam garam beryodium serta suntikan minyak yang mengandung iodium.2,3
Di Indonesia digunakan garam beryodium dengan kadar yodium 50 ppm. Dengan demikian jumlah ini sudah mencukupi untuk pengobatan maupun pencegahan. Cara ini merupakan cara terpilih dan menjadi cara pencegahan jangka panjang bagi Indonesia.3
Meskipun secara teoritis cara ini sangat baik, tetapi dalam pelaksaannya ternyata banyak hambatan, antara lain; Harga yang agak lebih tinggi, penyebaran yang harus kontinu, letak geografis daerah yang sulit dijangkau, pengetahuan masyarakat tentang jenis garam yang mengandung iodium dan pengetahuan masyarakat tentang kadar iodium yang dibutuhkan dan kandungan iodium dalam garam dapur sehari-hari.3,13
f. Skrining (Uji saring) hipotiroid pada bayi baru lahir
Uji saring hipotiroid dapat dilakukan dengan cara4:
1) Pemeriksaan primer TSH dengan sample darah dari tali pusat, dengan nilai cut off 25 μU/ml. Tes ini dilakukan saat pemotongan tali pusat, ditampung dalam tabung dan diperiksa di laboratorium. Cara ini mudah, tidak membutuhkan pelatihan khusus dan tidak invasive, tetapi kerugiannya tidak praktis untuk mass screening programme, false positif tinggi.
2) Pemeriksaan primer TSH dengan sample darah dari tumit bayi (heel prick) dengan nilai cut off 20 μU/ml. tes ini dilakukan pada hari ke-3 sampai hari ke-6 setelah lahir. Kemudian diteteskan di kertas saring, dikeringkan dalam suhu kamar, dan dikirim ke laboratorium. Cara ini membutuhkan pelatihan khusus dan secara invasive tetapi false positifnya rendah.
Di daerah defisiensi iodium, meskipun hipotiroid congenital endemis mudah dikenali karena adanya goiter, tes uji saring bisa memberikan informasi tingkat keparahan kegagalan fungsi tiroid, selain itu juga dapat dijadikan salah satu indicator keberhasilan program penanggulangan GAKI.4
DAFTAR PUSTAKA


1. Picauly, Intje, Iodium dan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, Disertasi, Program Pasca Sarjana IPB, November 2002,
2. WHO, Iodine, the Problem: About Iodine Deficiency, http://www.unicef.org/nutrition/facts_iodine.html.
3. Djokomoeljanto, Spektrum klinik GAKI, dari gondok hingga kretin endemic, www.idd-Indonesia.net. Volume 3, Nomor 1, Desember 2002, ISSN 1412-5951
4. Rustama, D,S,. Skrining (uji saring) Hipotiroid pada bayi baru lahir, suatu upaya deteksi dini hipotiroid congenital (HK), www.iid-Indonesia.net. Volume 4, Nomor 2, April 2003,ISSN 1412-5951.
5. Guyton,.Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC, Jakarta, 1997, hal1187-1199.
6. Schteingart, D,E,. Penyakit Kelenjar Tiroid, dalam Price, S,A,. Patofisiologi, Edisi Empat, EGC, Jakarta. 1995. hal 1070-1081.
7. Djokomoeljanto, Gangguan Akibat kekurangan Iodium, dalam Noer, Sjaifoellah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta, 2002, hal 749-756.
8. DiGoerge,A,M, LaFranchi,S,.Gondok, dalam Nelson, W,E,. Ilmu Kesehatan Anak,Vol.3, Edisi 15, EGC, Jakarta, 2000.
9. Hartono, B,. Diagnosis bentuk ringan dari kretin endemic, www.iid-Indonesia.net. Volume 4, Nomor 2, April 2003,ISSN 1412-5951.
10. Spector, Marcello, Hipothyroidism, Endocrinology, Medstudent’s Homepage.
11. Staf Pengajar IKA FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Buku 1, hasan,R,Alatas H (ed), Cetakan Kesembilan, Infomedika, Jakarta,2000, hal 266-268.
12. Volpe, Robert, Iodine Deficiency Disorder, Thyrobuletin, vol:19, Thyroid Foundation, Toronto, 1998.
13. Ritanto, M,J,. Faktor resiko kekurangan iodium ada anak SD di kecamatan Selo kabupaten Boyolali. www.idd-Indonesia.net. Volume 4, Nomor 2, April 2003,ISSN 1412-5951