Dalam perannya sebagai masyarakat suatu bangsa, mahasiswa dituntut untuk peduli, sadar dan merasakan kondisi nyata masyarakatnya yang sedang mengalami krisis multidimensional, serta mengekspresikan rasa empatinya tersebut dalam suatu aksi.
Saya setuju dan mendukung aksi sebagai salah satu bentuk pergerakan mahasiswa, karena partisipasi mahasiswa dlm gerakan merupakan respon spontan atas situasi sosial yg tidak sehat, bukan atas ideology tertentu, melainkan atas nilai2 ideal. Gerakannya tidak dikendalikan oleh suatu organisasi tunggal, dan bersifat independent dari kelompok kepentingan tertentu, aksi yg menunjukan kadar intelektual, yang dibangun diatas basis rasionalitas yang tangguh tentunya.., bukan gerakan emosional yg menjadi sarana penyaluran agresi gejolak muda…
Yang memprihatinkan saat ini ialah dirasakannya penurunan nilai2 pergerakan mahasiswa.., yang memang sya pun cukup merasakannya….
Bercermin dari pengalaman yg pernah saya rasakan, ketika itu setelah selesai rapat kerja, kami dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bermaksud mengadakan sebuah aksi…, mengambil moment hari bumi & hari lingkungan hidup saat itu…, kami mengangkat permasalahan “Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)” , serta aksi simpatik dengan pengumpulan sampah yg berada di jalanan…, aksi ini memang aksi pertama ketika saya menjadi mahasiswa…, tapi bukan yang pertama dalam hidup saya..^^ , sebelumnya ketika SMA pun 2 kali saya turun ke jalan untuk melakukan aksi simpatik dalam moment yg sama…, hanya orang2 nya saja yg berbeda… J,. dan tentu dalam format yg berbeda juga…
Pencerdasan yg dilakukan teman2 kajian strategis cukup baik pada saat itu.., dimulai dari penjelasan dampaknya terhadap lingkungan, warga dsb.., kondisi ideal pembangunan PLTSa, topografi Bandung yang bentuknya cekungan…, prinsip kerja.., dsb…, yang akhirnya disimpulkan dengan pernyataan sikap yg menolak pembangunan PLTSa…, namun yg disayangkan…, sya tidak menemukan solusi yg ditawarkan dari tman2 pada saat itu….
Di poster yg dibuat pun banyak tman2 yang menuliskan “Tolak PLTSa…”, intinya seperti itu…, sementara saya sendiri hanya menulis “ Save Our Bandung, Selesaikan Masalah Tanpa Masalah…”
Di perjalanan ke tempat aksi, saya coba tanya salah sorang teman saya dari kajian strategis tentang solusi yg kita tawarkan…, dan ternyata dia manjawab “tidak tahu..”, beberapa tmn yg lain sy coba tanya dg pertanyaan yg sama…, dan ternyata jwaban mereka pun sama..”tidak tahu..”..^^, dan ironisnya lagi, ktika slah seorang tmn saya mengajukan pertanyaan yg sama kepada “Komandan Lapangan (DanLap) Aksi” , beliau menjawab hal yg sama..” tidak tahu…, ini hanya pengambilan sikap kita terhadap pmerintah..,agar dijadikan bahan pertimbangan..” dari perbincangan itu.., beberapa tman mulai goyah akan aksi yg akan kita lakukan .., sampai ada yg berbicara sprti ini… “ Klo begitu.., bwat apa ya kita ikut aksi.., lebih baik gak usah aja…”, tapi saya coba beri alternative lain…, mengingat selain menolak PLTSa , aksi yg kita lakukan ada hal positifnya.., yakni mengumpulkn smpah di jalanan sebagai aksi simpatik.. , mungkin inilah salah satu alasan sya ikut aksi pada saat itu…
Dan ketika pelaksanaan aksi pun.., miris memang…, ketika judulnya “ Aksi Damai.., Aksi Simpatik Memperingati Hari Bumi & Lingkungan Hidup..” , beberapa orator banyak yg menghujat pemerintah, mengaitkannya dengan korupsi…, dsb…, sekali lagi…, TANPA MEMBERIKAN SOLUSI!!! Apakah setiap aksi mahasiswa harus sperti itu??? Dan syangnya lagi.., proses pengambilan sampah di jalanan terkesan sebagai sebuah aksi teatrikal saja…, dan peserta aksi pun masih banyak yg main2..,tdk serius.., tidak memiliki jiwa untuk benar2 memperjuangkan permasalahan yg diangkat…, yang penting ikut karena di expose media masa…
Fakta memprihatinkan ketika mahasiswa bergerak untuk membela masyarakat, tapi tanpa penguasaan terhadap wacana yg diusung. Gerakannya seperti orang yg mengalami sleep walking , mereka berjalan tapi tanpa dibangun di atas sebuah kesadaran.
MASYARAKAT HARI INI MEMBUTUHKAN SOLUSI!! Oleh karena itu, pergerakan mahasiswa dituntut untuk mampu menunjukan kadar intelektualnya dengan mengajukan alternatif2 solusi atas berbagai permasalahan bangsa. Jangan sampai hanya mampu berteriak menolak tapi tak mampu menyampaikan gagasan brilian dan ilmiah sebagai alternative solusi. Jangan sampai mahasiswa memberikan kritik ‘asbun’ (asal bunyi) dan ‘asbed’ (asal beda), mahasiswa harus mampu memberikan kritik argumentative sekaligus arahan perubahan sosial yg sistematis dan metodologis.
Masalahnya ada realitas lain yang cukup menyedihkan . Tradisi ilmiah di kalangan mahasiswa belum begitu kuat, tradisi baca tulis masih belum membudaya. Wajar kalo kmudian pisau analisis yg mereka miliki untuk membedah berbagai permasalahan sosial masih tumpul karena jarang diasah.
Mahasiswa dituntut untuk memiliki idealisme, berpikir objektif , solutif dan mampu memandang permasalahan secara integral. Mahasiswa dituntut untuk mampu melihat interelasi berbagai persoalan secara komprehensif, kemudian merumuskan konsep dan aksi penyelesaian.
Berbekal pengalaman dari kejadian tersebut.., untuk saat ini (gk tau untuk kedepannya..^^) , sya masih blm semangat (males-red) untuk ikut aksi2 kmahasiswaan…, dan lebih memilih untuk melakukan sebuah aksi konkret…, Pengabdian Kepada Masyarakat…, yang manfaatnya dapat langsung dirasakan…. ^^