Meski kesibukannya sebagai Bupati Kulonprogo banyak menyita waktu, ia masih menyempatkan diri untuk praktek di rumah sakit. “Saya pernah berhenti praktek, tetapi masyarakat banyak yang komplain. Jadi, saya kembali praktek untuk memberikan pelayanan kesehatan,” ujar dr. H. Hasto Wardoyo, SpOG(K).
Sebagai bupati, ia membuat gebrakan untuk mengentas kemiskinan. Ia merangkul para sosial capital untuk menyumbangkan dana. “Dua jam bicara, terkumpul dana Rp 520 juta,” katanya. Dana itu digunakan untuk melakukan bedah rumah masyarakat Kulonprogo, “Agar target rumah sehat tercapai.”
Kini, selain terus mencari dana, setiap hari Minggu ia terjun ke masyarakat untuk menyaksikan dan dengan tangannya sendiri ikut membangun rumah warga yang dibedah. “Dari situ, kegotongroyongan dan kebersamaan warga tumbuh kembali. Yang tadinya tidak pernah bertegur sapa, menjadi baik dan membaur tanpa ada batasan,” katanya bangga.
Bedah rumah dimulai Februari 2012, dan kini sudah 156 rumah yang dibedah tanpa harus mengeluarkan dana dari APBD. “Angkanya, jika dikalkulasikan mencapai sekitar Rp1,56 milyar.” Bedah rumah bertujuan untuk mencipatakan individu dan keluarga yang lebih sehat dengan adanya rumah sehat. Kita tahu, banyak penyakit datang dari lingkungan yang kumuh dan jorok.
Program mengentas kemiskinan, dilakukan dengan semboyan “Bela dan beli Kulonprogo”. Artinya, jika ingin membela Kulonprogo harus membeli Kulonprogo. Membeli yang dimaksud yakni, jika ingin membeli sesuatu, belilah yang berasal dari Kulonprogo, jangan yang berasal dari luar daerah. Dengan begitu, uang tetap beredar di Kulonprogo.
Terobosan lain misalnya menyelenggarakan lomba design batik secara nasional. Karya pemenang dikukuhkan sebagai batik asli kulonprogo, didaftarkan ke Kementrian Hukum dan Ham sebagai batik khas Kulonprogo, dengan nama batik Gebleg Renteng. Semua sekolah di wilayah Kulonprogo wajib membeli dan mengenakan batik ini seminggu sekali. Hasilnya, kehidupan pengrajin batik kini membaik. (ant)