LATAR BELAKANG YANG MEMBELAKANGI
By : Mtr DD si pemakai kaca mata ray band
Masih dalam kerangka berpikir yang tidak dapat menerima atas lahirnya PERMENKES 519, saya sebagai pelaksana Perawat anestesi ingin berbagi pandangan dan bertukar fikiran ( bukan pukulan ), dengan seluruh sejawat PA seantero Nusantara, mari kita kritisi PERMEN ini ! untuk melihat maksud dan tujuan munculnya PerUU ini, bisa kita lihat/amati dari alasan Latar belakangnya :
A. Latar Belakang
“ Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan”.
Komentar :
Latar belakang ini penuh dengan kepalsuan, persis spt bahasa para politikus yg mengedepankan keindahan kata2 semata (kebenaran scr Semantik), tidak kebenaran secara factual. Dilapangan (khususnya pelosok tanah air) bukan tekhnologi MUTAKHIR yg dibutuhkan masyarakat, tetapi pelayanan dasar (basic need) dari pelayanan Anestesi, yaitu untuk bisa dioperasi tanpa merasakan Sakit, aman, sehat dan selamat. Kalau bicara kemajuan teknologi, teknologi apa yang PA Indonesia tidak dapat mengadaptasinya ?
“ Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anestesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakan anestesia di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.”
Komentar :
Ruh dari PERMEN 519 ada di paragraph ini, yaitu untuk melucuti kewenangan PA dalam membius yang ada pada KEPMEN 779, Pernyataan perUU ini bahwa tindakan pelayanan anestesi yg dilakukan oleh PA tidak jelas !, itu yg patut diperdebatkan antara PA dan PRDTN, mereka jangan membuat pernyataan sepihak, melabelisasi dan mengkondisikan seolah tindakan PA tidak jelas, padahal pelayanan anestesi oleh PA sangat NYATA, fakta dan realita bagi RS daerah yg tidak memiliki Span sbg tuntutan kebutuhan masyarakat akibat ketidak mapuan Span menempatkan SDMnya di pelosok. PA dalam melakukan tindakan anestesi dapat bertanggung jawab secara pribadi di hadapan Per UU dan Hukum positif Indonesia, asal tidak ada larangan dg memunculkan Peraturan yg menyatakan itu, seharusnya PRDTN bila benar2 peduli, aware, konsern’ prihatin dg kebutuhan masyarakat akan pelayanan anestesi, beri celah kpd PA utk membuat pasal pengecualian, mengingat kondisi SDM Span yg belum ideal, (jangan melihat Indonesia seperti miniatur Jakarta), Pembuat peraturan ini yg tidak JELAS. Karena tidak menyentuh masalah pokok dari persoalan yang sebenarnya.. yaitu sudah jelas masalah utamanya adalah kelangkaan Span, kenapa malah membuat larangan PA melakukan bius ?, padahal kalau mau jujur keberadaan PA telah menyelamatkan mereka dari kewajibannya. Betapa egois mereka, dg hanya membuat rambu2 yg menguntungkan pribadi, tanpa memperhatikan kepentingan, kewajiban dan tanggung jawab terhadap mayarakat/rakyat Indonesia yg membutuhkan pelayanan anestesi.
“ Pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan anestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawat daruratan dan terapi intensif.
Jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap rumah sakit akan berbeda, tergantung dari fasilitas, sarana, dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesia di Rumah Sakit, disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi intensif di Rumah Sakit”.
Komentar :
Dalam PERMEN ini menyatakan, Pengembangan pelayanan terdiri dari tiga aspek yaitu :
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
2. Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan.
3. Pengembangan jenis pelayanan.
Dan di pasal lain di kemukaan pula bahwa, Pengembangan Jenis Pelayanan :
Jenis pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dikembangkan sesuai
kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu dan tekonologi
kedokteran serta disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta peralatan.
Jelas sekali bahwa ego PRDTN tidak ssi dg hakekat isi pasal di atas, bahwa langkah pengembangan pada urutan pertama adalah SDM, berikutnya sarana dan peralatan, baru pengembangan jenis pelayanan, lihat contoh pelayanan anestesi di kota besar, Span mengembangkan pealayan untuk mempertebal koceknya tanpa memperhatikan poin ke 1 dan ke 2. Dan pasal terakhir yg utama adalah dalam pengembangan harus sesuai dg kondisi dan kebutuhan masyarakat, apakah PRDTN sudah melihat kebutuhan real masyarakat/rakyat Indonesia ?, sudah bisakah Span mengcover seluruh wilayah NKRI ?, bukan alasan utamanya karena kemajuan teknologi, PRDTN jangan mengejar yg SUNAH tapi mengabaikan yang FARDU. Kasihan nasib rakyat kecil.
Demikian ulasan kelam saya atas Latar belakang PERMEN diatas, Mohon ma’af apabila ada kekurangan, dan mohon dikembalikan bila ada kelebihan
By : Mtr DD si pemakai kaca mata ray band
Masih dalam kerangka berpikir yang tidak dapat menerima atas lahirnya PERMENKES 519, saya sebagai pelaksana Perawat anestesi ingin berbagi pandangan dan bertukar fikiran ( bukan pukulan ), dengan seluruh sejawat PA seantero Nusantara, mari kita kritisi PERMEN ini ! untuk melihat maksud dan tujuan munculnya PerUU ini, bisa kita lihat/amati dari alasan Latar belakangnya :
A. Latar Belakang
“ Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan”.
Komentar :
Latar belakang ini penuh dengan kepalsuan, persis spt bahasa para politikus yg mengedepankan keindahan kata2 semata (kebenaran scr Semantik), tidak kebenaran secara factual. Dilapangan (khususnya pelosok tanah air) bukan tekhnologi MUTAKHIR yg dibutuhkan masyarakat, tetapi pelayanan dasar (basic need) dari pelayanan Anestesi, yaitu untuk bisa dioperasi tanpa merasakan Sakit, aman, sehat dan selamat. Kalau bicara kemajuan teknologi, teknologi apa yang PA Indonesia tidak dapat mengadaptasinya ?
“ Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anestesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakan anestesia di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.”
Komentar :
Ruh dari PERMEN 519 ada di paragraph ini, yaitu untuk melucuti kewenangan PA dalam membius yang ada pada KEPMEN 779, Pernyataan perUU ini bahwa tindakan pelayanan anestesi yg dilakukan oleh PA tidak jelas !, itu yg patut diperdebatkan antara PA dan PRDTN, mereka jangan membuat pernyataan sepihak, melabelisasi dan mengkondisikan seolah tindakan PA tidak jelas, padahal pelayanan anestesi oleh PA sangat NYATA, fakta dan realita bagi RS daerah yg tidak memiliki Span sbg tuntutan kebutuhan masyarakat akibat ketidak mapuan Span menempatkan SDMnya di pelosok. PA dalam melakukan tindakan anestesi dapat bertanggung jawab secara pribadi di hadapan Per UU dan Hukum positif Indonesia, asal tidak ada larangan dg memunculkan Peraturan yg menyatakan itu, seharusnya PRDTN bila benar2 peduli, aware, konsern’ prihatin dg kebutuhan masyarakat akan pelayanan anestesi, beri celah kpd PA utk membuat pasal pengecualian, mengingat kondisi SDM Span yg belum ideal, (jangan melihat Indonesia seperti miniatur Jakarta), Pembuat peraturan ini yg tidak JELAS. Karena tidak menyentuh masalah pokok dari persoalan yang sebenarnya.. yaitu sudah jelas masalah utamanya adalah kelangkaan Span, kenapa malah membuat larangan PA melakukan bius ?, padahal kalau mau jujur keberadaan PA telah menyelamatkan mereka dari kewajibannya. Betapa egois mereka, dg hanya membuat rambu2 yg menguntungkan pribadi, tanpa memperhatikan kepentingan, kewajiban dan tanggung jawab terhadap mayarakat/rakyat Indonesia yg membutuhkan pelayanan anestesi.
“ Pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan anestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawat daruratan dan terapi intensif.
Jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap rumah sakit akan berbeda, tergantung dari fasilitas, sarana, dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesia di Rumah Sakit, disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi intensif di Rumah Sakit”.
Komentar :
Dalam PERMEN ini menyatakan, Pengembangan pelayanan terdiri dari tiga aspek yaitu :
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
2. Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan.
3. Pengembangan jenis pelayanan.
Dan di pasal lain di kemukaan pula bahwa, Pengembangan Jenis Pelayanan :
Jenis pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dikembangkan sesuai
kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu dan tekonologi
kedokteran serta disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta peralatan.
Jelas sekali bahwa ego PRDTN tidak ssi dg hakekat isi pasal di atas, bahwa langkah pengembangan pada urutan pertama adalah SDM, berikutnya sarana dan peralatan, baru pengembangan jenis pelayanan, lihat contoh pelayanan anestesi di kota besar, Span mengembangkan pealayan untuk mempertebal koceknya tanpa memperhatikan poin ke 1 dan ke 2. Dan pasal terakhir yg utama adalah dalam pengembangan harus sesuai dg kondisi dan kebutuhan masyarakat, apakah PRDTN sudah melihat kebutuhan real masyarakat/rakyat Indonesia ?, sudah bisakah Span mengcover seluruh wilayah NKRI ?, bukan alasan utamanya karena kemajuan teknologi, PRDTN jangan mengejar yg SUNAH tapi mengabaikan yang FARDU. Kasihan nasib rakyat kecil.
Demikian ulasan kelam saya atas Latar belakang PERMEN diatas, Mohon ma’af apabila ada kekurangan, dan mohon dikembalikan bila ada kelebihan