15 Januari 2015, Dr. Bassing, SH mendapatkan SMS dari sahabat karibnya dr. Fajar, Sp.An (spesialis anestesi): Bassing, tolong saya, ada tuduhan malpraktek di Pesisir Barat. Dan pada penerbangan pertama ke Provinsi Pesisir Barat pun dia berangkat.
“ Masalah apa, Jar? “Tanya Basing di Kantor Jawatan Punggawe Negare (kantor polisi Pesisir Barat).
“ Salah logistik, Bassing. Ada pasien dioperasi kejang-kejang dan mati. Ternyata pipa gas yang seharusnya berisi oksigen terisi karbon dioksida. Dan sementara Punggawe menganggap aku yang bertanggung jawab menyebabkan kematian pasien.” Fajar menjelaskan dengan muka letih. Sejak kemarin dia tidak dapat tidur di tahanan yang banyak nyamuk itu.
Akhirnya dengan berbagai argumentasi, mengingat kasus terdakwa masih belum jelas dan tuntutan kelalaian masih dibawah 5 tahun, Fajar tidak ditahan, namun begitu untuk pergi ke luar Kantor Jawatan pun harus menyelinap-nyelinap jangan sampai keluarga pasien di depan gerbang tahu.
“ Sebenarnya dokter Fajar disini diamankan saja, pak Bassing. Yang dibius mati itu menantu tetua adat Pesisir Barat. Orang disini tak peduli apakah salah-benar, sebab-musabab, alasan-penjelasan. Tahunya mereka, menantu tetua mereka mati karena salah gas, dan yang kasih hirup gas dokter Fajar. Kalau tak kami tahan dia, habis dia dibakar massa ditepi pantai kemarin.” Penjelasan komandan Punggawe. Bassing pun berterima kasih atas kesigapan pak komandan, dan dokter Fajar diamankan di salah satu hotel pinggiran kota dengan pengawalan 3 punggawe berbaju bebas.
Gerak cepat besoknya dokter Bassing dan dokter Fajar ke lokasi kejadian, di Rumah Sakit Daerah Pesisir Barat, dia ke kamar operasi, memeriksa tempat penyimpanan gas dan menginterogasi petugas gas yang bekerja malam hari tanggal 14 Januari sampai tanggal 15 pagi hari. Tetapi lucunya semua petugas berani sumpah, tidak salah letak, mereka yakin memasukkan tabung oksigen ke bagian penampung oksigen dan karbon dioksida ke penampung karbon dioksida.
Selama 1 tahun jadi pengacara, dokter Bassing lumayan punya felling mana wajah berbohong dan mana wajah jujur (tingkat kepercayaannya 95%, margin error 5%) dan petugas pemasok gas yang bertugas terlihat jujur semua. Kalau toh ada yang akting jujur, pasti, deh lolos jadi aktor, tapi kalau aktingnya sebagus itu, ngapain dia susah-susah jadi tukang gas? Jadi aktor kan lebih banyak duitnya?
Kasus pun sepertinya akan buntu. Tak ada yang bisa dijadikan tersangka lain. Sedangkan masyarakat sudah mulai bertanya-tanya kelanjutan kasus itu. Akhirnya hari ke 3, Bassing baca berita di koran Perusahaan penyalur gas di Pesisir Barat diprotes oleh banyak tukang las listrik, karena gas untuk mengelas tidak cocok. Aha!!! Berarti perusahaan pengadaan gas lah yang dalam minggu terakhir salah memasukkan gas ke tabung.
Masalah selesai? Wah, boleh jadi, karena telah didapat kemungkinan tersangka baru, dokter Fajar pun tersenyum senang 5 menit, sebelum kemudian merengut lagi.
“ Kenapa, Jar?” Tanya Bassing penasaran.
“ PT. GASSIRBAR itu perusahaan anak Gubernur Pesisir Barat. Dan tahun depan pak gubernur mau menyalonkan diri lagi.” Fajar pun terlemas.
“ Tapi kamu tidak bersalah, Jar...” Bassing memberi semangat.
“ Sing. Pak Pakarisman si gubernur, pengaruhnya paling kuat di Pesisir Barat. Aku gak yakin pengadilan bisa adil memutuskan kasus ini. Aku sih yang salah, Sing. Istriku saja tidak mau ikut ke sini. Dia bilang daerah pesisir itu orangnya keras kepala dan susah diajari yang benar, mau menang sendiri. Ya, itulah, aku silau hanya karena uang insentif 15 juta sebulan, malah jadi kena masalah disini.” Jawab dokter Fajar mendesah panjang sekali.
Tetapi setelah disemangati Bassing, akhirnya Fajar berani juga dengan tegar mengikuti persidangan dan dengan lantang mengatakan, “Saya tidak bersalah, pak Hakim!”
Kalau dokter Fajar mengaku salah pun mungkin hukumannya ringan hanya 1 tahun (Biro Hukum Propinsi Pesisir Barat, pengacara PT. GASSIRBAR secara terpisah sudah menyarankan dokter Fajar mengaku salah saja). Bila dikurangi remisi hari raya dan kelakuan baik, mungkin tinggal 8 bulanan. Malah kerugian keuangan dokter Fajar saat menjalani masa tahanan akan diganti oleh pihak ketiga, katanya (gak tahu nih siapa yang dimaksud pihak ketiga, pihak pertama dan keduanya saja gak jelas).
Saksi kunci yang meringankan dokter Fajar ternyata ada 7 orang (seharusnya 10 tapi 3 mengundurkan diri dengan alasan tidak jelas). Ada 5 tukang las yang membeli gas pada hari yang bersamaan dengan operasi naas itu, ternyata lasnya tidak menyala karena gasnya tertukar. Ada dua wisatawan yang mau menyelam di Taman Laut Pesisir Barat, lemas karena tabung oksigen mereka terisi karbon dioksida dan kasusnya juga sedang proses persidangan dengan terdakwa direktur PT GASSIRBAR.
Sidang berlangsung sampai 10 minggu akibat banyaknya saksi-saksi dan bukti-bukti, yang menarik ketika di minggu ke 7 dan 9, ketika didatangkan saksi ahli (saksi yang sama pengetahuannya dengan dokter terdakwa, sama-sama spesialis anestesi dengan senioritasan yang sama) dan direktur RSUD Pesisir Barat.
“Sebagai dokter anestesi, kami hanya memberi sungkup kepada pasien sesuai dengan nama gas yang tertulis sesuai yang tertera di pusat gas. Kami tidak pernah dan juga tidak disarankan mencicipi atau menghirup dulu gas itu sebelum diberikan ke mulut pasien. Yang dikerjakan dokter bukan memasak, kami tidak mencicipi dulu obat yang kami berikan.” Ujar dokter Niassana, Sp.An. dengan tegas, diiringi tepuk tangan semua paramedis dan petugas rumah sakit yang sempat hadir.
“ Memang benar ada kekeliruan isi tabung gas, tetapi dokter anestesinya harus hati-hati mengamati pasien. Jika ada reaksi yang tidak wajar, harusnya dia langsung mengganti gas yang ada dan memberi penatalaksanaan secepatnya untuk menyelamatkan pasien. Seharusnya ia mempersiapkan semua sarana pembiusan semaksimal mungkin. Untuk menjamin keselamatan pasien yang menyerahkan hidupnya pada tindakan si dokter.” Wuuuuuu...Teriak pengunjung ramai, tapi keluarga pasien ada juga yang bertepuk tangan. Memang antara pegawai rumah sakit dan keluarga si pasien dipisahkan oleh satu grup punggawe negare, untuk menghindari tawuran. Direktur RSUD itu pun jadi cemoohan pegawainya sendiri. Kesalahan sefatal ini semestinya diambil alih oleh direktur dan membela bawahannya, tetapi dia malah lepas tangan dan terkesan mencari kambing hitam. Dia memang harus menjaga jabatannya, kalau dia menyalahkan bagian logistik apalagi perusahaan gas milik anak gubernur, maka jabatannya pasti copot besok.
Akhirnya, minggu ke sepuluh, vonis dijatuhkan sesuai perkiraan, dokter Fajar Sp. An. dinyatakan bersalah karena kelalaiannya menyebabkan kematian seseorang, dan dihukum penjara 6 bulan. Bassing dan Fajar mengajukan banding, dan akhirnya 1 tahun kemudian di tingkat Pengadilan Pusat Negeri Gemah Ripah (yang hakimnya tidak terlalu bisa dipengaruhi/ ada hubungan baik dengan pak Pakarisman) dia diputuskan tidak bersalah.
April 2016, dr. Fajar, Sp.An wajahnya mulai berseri-seri lagi. Dia yang tidak bersalah akhirnya diakui tidak bersalah. Kini dia pindah ke provinsi lain yang dinilainya ketokohan/ pengaruh penguasa tidak bisa menyetir keputusan pengadilan.
Apakah pelajaran yang diambil dr. Fajar dan dr. Bassing dari kasus ini? Sepertinya apapun pelajarannya tak sebanyak pelajaran yang diambil oleh Provinsi Pesisir Barat, karena sejak kasus itu mencuat, Perkumpulan Anestesi Seluruh Gemah Ripah melarang semua anggotanya bertugas di provinsi itu, demikian juga banyak spesialisasi lain yang pindah meninggalkan provinsi itu.
Kalaupun ada dokter yang mau ditempatkan di sana, mereka meminta insentif yang besarnya gila-gilaan dan meminta rumah sakit menjamin asuransi untuk tuntutan malpraktek bagi mereka. Dan anggaran belanja provinsi itupun menjadi membengkak empat kali lipat di bidang kesehatan bukan karena banyaknya kasus di masyarakat, tetapi karena provinsi itu dianggap beresiko tinggi untuk tuntutan malpraktek. Dan jika tiap 1 kasus malpraktek bisa habis dana minimal 500 juta dan pertahun bisa terjadi 6 tuntutan, maka minimal pertahun pendapatan mereka harus 3 milyar per tahun (untuk tahun 2016 angka ini cukup besar). Kurang dari itu, tidak ada dokter spesialis mau ke sana, kecuali putera daerah. Bangkrut, deh!
“ Masalah apa, Jar? “Tanya Basing di Kantor Jawatan Punggawe Negare (kantor polisi Pesisir Barat).
“ Salah logistik, Bassing. Ada pasien dioperasi kejang-kejang dan mati. Ternyata pipa gas yang seharusnya berisi oksigen terisi karbon dioksida. Dan sementara Punggawe menganggap aku yang bertanggung jawab menyebabkan kematian pasien.” Fajar menjelaskan dengan muka letih. Sejak kemarin dia tidak dapat tidur di tahanan yang banyak nyamuk itu.
Akhirnya dengan berbagai argumentasi, mengingat kasus terdakwa masih belum jelas dan tuntutan kelalaian masih dibawah 5 tahun, Fajar tidak ditahan, namun begitu untuk pergi ke luar Kantor Jawatan pun harus menyelinap-nyelinap jangan sampai keluarga pasien di depan gerbang tahu.
“ Sebenarnya dokter Fajar disini diamankan saja, pak Bassing. Yang dibius mati itu menantu tetua adat Pesisir Barat. Orang disini tak peduli apakah salah-benar, sebab-musabab, alasan-penjelasan. Tahunya mereka, menantu tetua mereka mati karena salah gas, dan yang kasih hirup gas dokter Fajar. Kalau tak kami tahan dia, habis dia dibakar massa ditepi pantai kemarin.” Penjelasan komandan Punggawe. Bassing pun berterima kasih atas kesigapan pak komandan, dan dokter Fajar diamankan di salah satu hotel pinggiran kota dengan pengawalan 3 punggawe berbaju bebas.
Gerak cepat besoknya dokter Bassing dan dokter Fajar ke lokasi kejadian, di Rumah Sakit Daerah Pesisir Barat, dia ke kamar operasi, memeriksa tempat penyimpanan gas dan menginterogasi petugas gas yang bekerja malam hari tanggal 14 Januari sampai tanggal 15 pagi hari. Tetapi lucunya semua petugas berani sumpah, tidak salah letak, mereka yakin memasukkan tabung oksigen ke bagian penampung oksigen dan karbon dioksida ke penampung karbon dioksida.
Selama 1 tahun jadi pengacara, dokter Bassing lumayan punya felling mana wajah berbohong dan mana wajah jujur (tingkat kepercayaannya 95%, margin error 5%) dan petugas pemasok gas yang bertugas terlihat jujur semua. Kalau toh ada yang akting jujur, pasti, deh lolos jadi aktor, tapi kalau aktingnya sebagus itu, ngapain dia susah-susah jadi tukang gas? Jadi aktor kan lebih banyak duitnya?
Kasus pun sepertinya akan buntu. Tak ada yang bisa dijadikan tersangka lain. Sedangkan masyarakat sudah mulai bertanya-tanya kelanjutan kasus itu. Akhirnya hari ke 3, Bassing baca berita di koran Perusahaan penyalur gas di Pesisir Barat diprotes oleh banyak tukang las listrik, karena gas untuk mengelas tidak cocok. Aha!!! Berarti perusahaan pengadaan gas lah yang dalam minggu terakhir salah memasukkan gas ke tabung.
Masalah selesai? Wah, boleh jadi, karena telah didapat kemungkinan tersangka baru, dokter Fajar pun tersenyum senang 5 menit, sebelum kemudian merengut lagi.
“ Kenapa, Jar?” Tanya Bassing penasaran.
“ PT. GASSIRBAR itu perusahaan anak Gubernur Pesisir Barat. Dan tahun depan pak gubernur mau menyalonkan diri lagi.” Fajar pun terlemas.
“ Tapi kamu tidak bersalah, Jar...” Bassing memberi semangat.
“ Sing. Pak Pakarisman si gubernur, pengaruhnya paling kuat di Pesisir Barat. Aku gak yakin pengadilan bisa adil memutuskan kasus ini. Aku sih yang salah, Sing. Istriku saja tidak mau ikut ke sini. Dia bilang daerah pesisir itu orangnya keras kepala dan susah diajari yang benar, mau menang sendiri. Ya, itulah, aku silau hanya karena uang insentif 15 juta sebulan, malah jadi kena masalah disini.” Jawab dokter Fajar mendesah panjang sekali.
Tetapi setelah disemangati Bassing, akhirnya Fajar berani juga dengan tegar mengikuti persidangan dan dengan lantang mengatakan, “Saya tidak bersalah, pak Hakim!”
Kalau dokter Fajar mengaku salah pun mungkin hukumannya ringan hanya 1 tahun (Biro Hukum Propinsi Pesisir Barat, pengacara PT. GASSIRBAR secara terpisah sudah menyarankan dokter Fajar mengaku salah saja). Bila dikurangi remisi hari raya dan kelakuan baik, mungkin tinggal 8 bulanan. Malah kerugian keuangan dokter Fajar saat menjalani masa tahanan akan diganti oleh pihak ketiga, katanya (gak tahu nih siapa yang dimaksud pihak ketiga, pihak pertama dan keduanya saja gak jelas).
Saksi kunci yang meringankan dokter Fajar ternyata ada 7 orang (seharusnya 10 tapi 3 mengundurkan diri dengan alasan tidak jelas). Ada 5 tukang las yang membeli gas pada hari yang bersamaan dengan operasi naas itu, ternyata lasnya tidak menyala karena gasnya tertukar. Ada dua wisatawan yang mau menyelam di Taman Laut Pesisir Barat, lemas karena tabung oksigen mereka terisi karbon dioksida dan kasusnya juga sedang proses persidangan dengan terdakwa direktur PT GASSIRBAR.
Sidang berlangsung sampai 10 minggu akibat banyaknya saksi-saksi dan bukti-bukti, yang menarik ketika di minggu ke 7 dan 9, ketika didatangkan saksi ahli (saksi yang sama pengetahuannya dengan dokter terdakwa, sama-sama spesialis anestesi dengan senioritasan yang sama) dan direktur RSUD Pesisir Barat.
“Sebagai dokter anestesi, kami hanya memberi sungkup kepada pasien sesuai dengan nama gas yang tertulis sesuai yang tertera di pusat gas. Kami tidak pernah dan juga tidak disarankan mencicipi atau menghirup dulu gas itu sebelum diberikan ke mulut pasien. Yang dikerjakan dokter bukan memasak, kami tidak mencicipi dulu obat yang kami berikan.” Ujar dokter Niassana, Sp.An. dengan tegas, diiringi tepuk tangan semua paramedis dan petugas rumah sakit yang sempat hadir.
“ Memang benar ada kekeliruan isi tabung gas, tetapi dokter anestesinya harus hati-hati mengamati pasien. Jika ada reaksi yang tidak wajar, harusnya dia langsung mengganti gas yang ada dan memberi penatalaksanaan secepatnya untuk menyelamatkan pasien. Seharusnya ia mempersiapkan semua sarana pembiusan semaksimal mungkin. Untuk menjamin keselamatan pasien yang menyerahkan hidupnya pada tindakan si dokter.” Wuuuuuu...Teriak pengunjung ramai, tapi keluarga pasien ada juga yang bertepuk tangan. Memang antara pegawai rumah sakit dan keluarga si pasien dipisahkan oleh satu grup punggawe negare, untuk menghindari tawuran. Direktur RSUD itu pun jadi cemoohan pegawainya sendiri. Kesalahan sefatal ini semestinya diambil alih oleh direktur dan membela bawahannya, tetapi dia malah lepas tangan dan terkesan mencari kambing hitam. Dia memang harus menjaga jabatannya, kalau dia menyalahkan bagian logistik apalagi perusahaan gas milik anak gubernur, maka jabatannya pasti copot besok.
Akhirnya, minggu ke sepuluh, vonis dijatuhkan sesuai perkiraan, dokter Fajar Sp. An. dinyatakan bersalah karena kelalaiannya menyebabkan kematian seseorang, dan dihukum penjara 6 bulan. Bassing dan Fajar mengajukan banding, dan akhirnya 1 tahun kemudian di tingkat Pengadilan Pusat Negeri Gemah Ripah (yang hakimnya tidak terlalu bisa dipengaruhi/ ada hubungan baik dengan pak Pakarisman) dia diputuskan tidak bersalah.
April 2016, dr. Fajar, Sp.An wajahnya mulai berseri-seri lagi. Dia yang tidak bersalah akhirnya diakui tidak bersalah. Kini dia pindah ke provinsi lain yang dinilainya ketokohan/ pengaruh penguasa tidak bisa menyetir keputusan pengadilan.
Apakah pelajaran yang diambil dr. Fajar dan dr. Bassing dari kasus ini? Sepertinya apapun pelajarannya tak sebanyak pelajaran yang diambil oleh Provinsi Pesisir Barat, karena sejak kasus itu mencuat, Perkumpulan Anestesi Seluruh Gemah Ripah melarang semua anggotanya bertugas di provinsi itu, demikian juga banyak spesialisasi lain yang pindah meninggalkan provinsi itu.
Kalaupun ada dokter yang mau ditempatkan di sana, mereka meminta insentif yang besarnya gila-gilaan dan meminta rumah sakit menjamin asuransi untuk tuntutan malpraktek bagi mereka. Dan anggaran belanja provinsi itupun menjadi membengkak empat kali lipat di bidang kesehatan bukan karena banyaknya kasus di masyarakat, tetapi karena provinsi itu dianggap beresiko tinggi untuk tuntutan malpraktek. Dan jika tiap 1 kasus malpraktek bisa habis dana minimal 500 juta dan pertahun bisa terjadi 6 tuntutan, maka minimal pertahun pendapatan mereka harus 3 milyar per tahun (untuk tahun 2016 angka ini cukup besar). Kurang dari itu, tidak ada dokter spesialis mau ke sana, kecuali putera daerah. Bangkrut, deh!