Sabtu, 31 Desember 2011

Kesalahan Kita Dalam Merawat Rambut

Blog Dokter - Rambut adalah mahkota perempuan dan menunjang penampilan masing-masing. Tidak hanya perawatan yang perlu dilakukan untuk menjaga rambut yang indah. Kesalahan pengobatan juga harus dihindari, agar tidak menyebabkan rambut kering.

Berikut adalah kesalahan dalam perawatan rambut yang harus dihindari:

1. Jangan shampo setiap hari. Rambut akan terlihat kusam karena terlalu banyak bahan pengawet sampo. Ini juga proses pengupasan minyak alami yang melindungi rambut dari kerusakan.

2. Jangan sisir rambut dari akar. Menyisir rambut dari akar dapat merusak dan mematahkan rambut di tengah atau akhir. Apalagi jika rambut tipis dan basah. Juga, pastikan Anda memilih sikat yang lembut, sehingga dapat menangani jenis rambut Anda.

3. Apakah produk rambut Ganta-perubahan perawatan. Pilih sampo dan kondisioner yang telah lama Anda gunakan.

4. Jangan menggosok rambut dengan handuk. Menggosok dengan handuk melemahkan rambut sehingga lebih rentan terhadap kerusakan. Cara yang tepat untuk mengeringkan rambut Anda handuk ditekan untuk kepala perlahan-lahan.

5. Jangan terlalu banyak menggunakan pengering rambut. Jika Anda harus menggunakannya, pastikan untuk menerapkan produk khusus yang mengandung minyak, untuk melindungi rambut dari suhu tinggi. Juga pastikan suhu sesuai dengan jenis rambut Anda. Tanyakan para ahli tentang suhu yang aman untuk jenis rambut Anda.

Powered By Crystal X

Rahasia Payudara

rahasia payudara
Blog Dokter - Diakui oleh banyak pria, payudara adalah bagian yang paling menarik dari tubuh wanita. Bagi wanita juga, payudara juga merupakan bagian dari tubuh yang paling perhatian. Pemeliharaan juga lebih maksimal daripada bagian tubuh lainnya.

Tapi, ternyata ada beberapa hal tentang payudara yang tidak banyak orang tahu, seperti dikutip dari halaman-halaman Times of India.

1. Kiri payudara lebih besar dari kanan. Memang, tidak begitu jelas, tetapi cobalah untuk membandingkan antara kiri dan payudara kanan. Yang kiri pasti lebih besar dari kanan. Jadi bukan puting ukuran yang sama antara kiri dan kanan.

2. Pada payudara beberapa wanita kadang-kadang ditumbuhi rambut di bagian aerola nya (bagian lingkaran hitam yang dekat puting). Kadang-kadang rambut ini adalah salah satu faktor yang membuat pria turn-off. Tapi, yang berjumlah sekitar 2-15 helai rambut, yang tumbuh di bagian ini adalah hal yang wajar yang tidak perlu khawatir. Selain itu, kulit gelap seorang wanita, kemudian mendapatkan gelap juga aerola wilayahnya.

3. Payudara berat badan sekitar 0,5 kg. Berat payudara setara dengan 4-5% berat lemak tubuh dan 1% dari berat badan seorang wanita. Juga lebih lemak payudara sebagai wanita usia. Bagi mereka yang merokok, berhati-hatilah, karena payudara Anda akan terasa lebih lembut dibandingkan dengan merokok tidak. Hal ini karena wanita yang merokok memiliki tubuh lebih sedikit lemak dibanding bukan perokok.

4. Sekitar 2 juta wanita melakukan implan payudara. Mulai dari Pamela Anderson untuk Katie Price tidak ragu-ragu untuk mengubah ukuran payudaranya tampak lebih berisi. Tapi, banyak yang tidak puas dengan hasil setelah operasi. Pada rata-rata perempuan yang melakukan implan payudara adalah 34 tahun. Jangan Lupa untuk Medeteksi Kanker Payudara.

5. Payudara akan membesar jika wanita mendapatkan stimulus Seperti manusia Mr Happy. Begitu juga dengan puting yang akan mengeras ketika terangsang. Atau Pada Saat Menyusui .

6. Jaga payudara agar tidak 'lari'. Efek olahraga seperti jogging atau aerobik dapat membuat payudara untuk bergerak ke segala arah. Oleh karena itu, menggunakan bra yang pas, sebaiknya bra olahraga, yang bisa 'memegang' payudara dekat. Hal ini juga untuk meminimalkan cedera pada payudara.

7. Payudara dapat mengubah bentuk. Salah satu dari mereka sedang tidur di perut saya. Karena itu, hindari posisi tidur seperti ini. Cara terbaik adalah untuk tidur dengan wajah di satu sisi dan masukkan guling di bawah payudara Anda.
Powered By Crystal X

Jumat, 30 Desember 2011

Ketika Mahasiswa FK Narsis

Udah ga bisa dipungkiri lagi kenarsisan anak FK itu bisa mengalahkan kenarsisan anak ABG yang suka nongkrong di depan seven eleven. Bayangin aja, mereka ga peduli waktu, tempat, dan kondisi untuk bernarsis ria. Semua tempat pun sudah dijadikan korban kenarsisan mulai dari kelas, ruang praktikum, sampai ke WC dosen. Berikut ada foto-foto kiriman dari followers @mahasiswaFK di twitter mulai dari yang waras sampai yang ke arah skizo. Ini dia 20 besar narsis tergila versi kami:

20. Mahasiswi yang satu ini sepertinya sedang depresi karena ga mendapat jodoh. Akibat dari komplikasi jomblo kronnik, ia akhirnya mengangkat manekin bayi sebagai anaknya. Saking perhatiannya, ia ngasih bayi tsb pakaian ala kadarnya


19.  Klo yang ini mungkin gara-gara kebanyakan nonton power rangers setiap pagi. Maksudnya biar bisa menjadi pahlawan pembasmi kejahatan yang suka ngasih nilai rendah di FK. Tapi kenyataannya malah mirip dengan pasien baru lepas dari RSJ


18. Klo kita berkeliaran di FB, pasti kita sering banget ngeliat ABG eksis foto-foto di wc mall sambil pose jari telunjuk di bibir. Begitu juga di FK, para ABG ini pada sibuk kuliah dan ga sempet ke mall, alhasil wc kampus pun dijadikan tempat sebagai pelampiasan nafsu narsisnya, Untung ga narsisnya di wc lab anatomi ya.


17. Jangan kaget ngeliat kontestan yang berikut ini. Dia bukan cadaver hidup atau zombie. Mungkin dia malu dengan mukanya yang sangat menawan atau bahkan agar cowo-cowo di kampusnya ga ada yang berani nyenggol. Hm, kayanya cara ini bagus juga dipakai buat cewe yang takut digodain cowo klo jalan di mall.


16. Urutan ini diisi sekolompok mahasiswa yang bener-bener sableng. Bayangin aja, ruangan tutorial yang semestinya buat diskusi malah disulap jadi warteg dadakan. Klo ketahuan dosennya gitu mungkin bisa langsung dimasukin ke kolam formalin kali ya mereka.


15. Revolusi! Yap, disini terjadi revolusi baru. Klo biasanya kita jumpain pocong warna putih, seram, dan menakutkan, maka yang ada di FK berbeda jauh! Liat aja nih, pocongnya warna merah, ga seram, dan cewe lagi. Hayo, siapa yang mau digentayangi rumahnya sama pocong yang satu ini?


14. Eits, ditahan dulu pikiran nakalnya. Kita mikir positif aja dari peserta yang satu ini. Mungkin ini pertama baginya melihat sesosok "benda" asing yang tak pernah dilihatnya. Entah karena saking kagum atau penasaran ia sampai serius sekali menatapnya.


13. Maksud hati ingin galau di jendela ditemani rintik-rintik hujan sambil mendengarkan lagunya adele - someone like you, namun apa dikata ia gagal terlihat keren di saat galaunya. Nasib oh nasib.


12. Yang ini benar-benar ekstrim! Posenya sangat menantang sekali. Seandainya ada dosen anatomi datang disaat ia dalam posisi seperti ini mungkin ia akan lansung dibedah tanpa rasa kasihan.


11.Kisah cinta 2 orang wanita yang ada di foto mirip dengan kisah cinta terlarang yang sering kita saksikan di tivi. Jika ada produser yang melihat foto ini dan tertarik membuat film layar lebarnya, mungkin bisa mengalahkan kepopularitasan dari serial fim twilight. Well, pada intinya ga ada yang bisa lebih romantis daripada kisah cinta antara manusia dan manekin.


10. Akhirnyaaaa, sampai juga kita di 10 besar. Udah capek juga nih ngetiknya hehehe. Diposisi 10 kita ada foto narsis yang aneh. Disaat temennya sedang tidur dengan gaya cool, malah nih anak berpose cute ala justin bieber dilindas traktor.


9. Heran, anak yang satu ini kuliah di Fakultas Kedokteran apa kuliah di Fakultas Kedukunan. Atau bisa jadi ia pengen membakar kampusnya karena frustasi nilai tak kunjung naik. Yang sabar ya nak, semoga diterima disisi-Nya.


8. Entah kemasukan jin dari mana mahasiswa berikut ini. Sepertinya, mereka adalah probandus untuk blok kejiwaan. Tapi saran admin sebaiknya mereka melakukan cek kromosom sebagai pemeriksaan penunjang.


7.  Berikut ini adalah pertemuan 2 saudara kembar yang telah lama tidak bertemu. Mereka akhirnya di pertemukan juga di kampus. Oh, sungguh saat-saat yang sangat mengharukan.


6. Biasanya ketika kita disuruh menjadi probandus, maka kita akan mengeluh dan pasang muka cemberut. Tapi, yang terjadi pada kasus kali ini sangat aneh dan bertolak belakang. Perhatiin aja wajah probandusnya, ko kaya sangat menikmati sekali ya.


5. Ini dia yang disebut dengan curi-curi kesempatan dalam kesempitan. Disaat ruang skill lab sedang sepi, mereka mulai melancarkan misi tersembunyinya. Dan inilah ekspresi mereka saat digrebek oleh rekan sejawatnya. Untung sekali mereka belum masuk fase lebih lanjut ketika sedang digrebek.

4. Anak-anak FK di foto kali ini kayanya sangat mengidam-idamkan SM*SH. Kita bisa lihat bagaimana muka polos, lugu, dan tak berdosa dipancarkan oleh mereka. Semoga saja tidak terjadi gangguan kejiwaan dan hormonal pada mereka.


3. Jawara ke-3 kita diisi oleh sekelompok mahasiswa yang mencintai girlband cherrybelle. Sepertinya mereka cocok untuk membentuk boyband anak FK dan menamakan mereka sebagai cherrybelum. Kita tunggu saja aksi mereka di TPS terdekat.


2.  Ini dia! Klo di korea ada yang namanya super junior, maka di FK kita ada yang namanya super senior. Mereka mahasiswa yang berdedikasi tinggi sebagai boyband. Dilihat dari tampangnya, mereka seperti boyband yang berasal dari Zimbabwe. Semoga mereka nanti akan mengupload video mereka ke youtube dan mengalahkan kepopuleran briptu norman.


1. Akhirnya kita sampai di jawara #FKnarsis kali ini. Ia hanya sendirian alias bersolo karir. Mungkin sebelum masuk FK ia pernah menjadi mba-mba di acara tinju yang bawa papan nomor ronde. Sungguh luar biasa! Ekspresinya sangat menjiwai sekali! Fabulous! Buat para cowo hati-hati jangan sampai terbawa nafsu birahi-nya gara-gara melihat foto yang satu ini.


Baik itu tadi 20 mahasiswa narsis versi @mahasiswaFK. Tingkatkan terus kenarsisan kalian, dan sampai jumpa di #FKnarsis lain waktu, barang kali andalah jawaranya! Pesan terakhir, narsis itu boleh asal ga berlebihan, karena sudah sewajarnya setiap manusia mengumi dirinya sendiri. Yang ga boleh itu klo kita sombong dan merasa paling perfect diantara yang lain. Bye!

Penatalaksanaan GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)

Muhammad Begawan Bestari
Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung


ABSTRAK
Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease, GERD) kurang umum dijumpai dan derajat keparahan endoskopiknya lebih ringan di Asia dibandingkan di negara-negara Barat. Namun, data saat ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan frekuensi penyakit tersebut di Asia. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Sementara itu, tidak terdapat pemeriksaan baku emas untuk diagnosis penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD) dan diagnosisnya mengandalkan gejala atau respons terhadap pengobatan proton pump inhibitor (PPI). Sasaran pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, memperingan gejala, mempertahankan pasien tetap bebas gejala, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah komplikasi. Hingga saat ini, PPI merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif. Sesudah pengobatan awal, terapi on-demand dapat efektif pada beberapa pasien penderita NERD atau esofagitis erosif ringan. Bedah anti-refluks oleh dokter bedah yang kompeten dapat membuahkan hasil-akhir yang sama, dengan mortalitas operatif sebesar 0,1 – 0,8%. Keputusan bergantung pada pilihan pasien dan ketersediaan dokter bedah yang berpengalaman. Pada penderita GERD yang tidak mengeluhkan gejala peringatan (alarm symptoms) saat pemeriksaan di layanan primer, pengobatan dapat dimulai dengan PPI dosis standar selama 2 minggu. Bila responsnya sesuai, PPI dilanjutkan selama 4 minggu sebelum masuk ke terapi on-demand.
Kata kunci: GERD, PPI, terapi on-demand, endoskopi


Pendahuluan
Berdasarkan data epidemiologis, prevalensi GERD di Asia sekitar 2-5% dan esofagitis endoskopik sebesar 2-5%, lebih rendah dibandingkan prevalensi di negara-negara 1-3 Barat. Derajat keparahan GERD di Asia-
Pasifik cenderung lebih ringan, dan secara endoskopik normal (non-erosive reflux disease, NERD); kalaupun didapatkan gambaran esofagitis, sebagian besar kasus (90%) merupakan esofagitis Los Angeles (LA) 3 grade A atau B. Esofagus Barrett, striktur esofagus, atau adenokarsinoma esofagus juga lebih jarang ditemukan pada pasien di Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat. Sebaliknya, prevalensi infeksi Helicobacter pylori di Asia (30-60%) lebih tinggi dibandingkan di negara Barat.
GERD harus dibedakan dari penyakit saluran cerna atas yang terkait H. pylori, terutama ulkus peptikum dan kanker lambung.


Definisi
Berdasarkan Genval Workshop, definisi pasien GERD adalah semua individu yang terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks gastroesofageal, atau mereka yang mengalami gangguan nyata terkait dengan kesehatan (kualitas hidup) akibat gejala-gejala yang terkait dengan refluks. Secara sederhana, definisi GERD adalah gangguan berupa regurgitasi isi lambung yang menyebabkan heartburn dan gejala lain.
Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis erosif ), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas.
Yang kedua adalah penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang juga disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejala-gejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran cerna.
Saat ini, telah diusulkan konsep yang membagi GERD menjadi tiga kelompok, yaitu penyakit refluks non-erosif, esofagitis erosif, dan esofagus Barrett.

Patogenesis
Tidak ada korelasi antara infeksi H. pylori dan GERD. Hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa infeksi H. pylori mempunyai peran patogenik langsung terhadap kejadian GERD.
Tidak terdapat korelasi antara infeksi H. pylori dan esofagitis, tetapi infeksi galur (strain) beruvirulen organisme tersebut, yang ditandai oleh CagA positif, berbanding terbalik dengan esofagitis, esofagus Barrett (dengan atau tanpa displasia) dan adenokarsinoma esofagus. Setiap pengaruh infeksi H. pylori pada GERD terkait dengan gastritis yang ditimbulkannya dan efeknya pada sekresi asam lambung. Efek eradikasi H. pylori pada gejala refluks dan GERD bergantung pada dua faktor: (i) distribusi anatomis gastritis; dan (ii) ada tidaknya GERD sebelumnya

Diagnosis
Adanya gejala klasik GERD (heartburn danregurgitasi), yang ditemukan melalui anamnesis yang cermat, merupakan patokan diagnosis. Pada beberapa pasien, GERD perlu dibedakan dari kondisi lain, misalnya penyakit traktus bilier dan penyakit arteri koroner. Pemeriksaan barium tidak dapat menegakkan diagnosis GERD. Sekitar 50% pasien GERD simtomatik memperlihatkan hasil pH-metri yang normal, sementara hanya 25% penderita esofagitis erosif dan 7% penderita esofagus Barrett yang menunjukkan hasil pH-metri normal. Pemeriksaan endoskopi pada esofagitis erosif menurut klasifikasi LA mempunyai korelasi positif yang bermakna dengan pH-metri esofagus 24-jam dan gejala-gejala klinisnya.

Tes PPI
Beberapa uji klinis prospektif terkontrol meneliti penggunaan empiris PPI untuk GERD. Tes PPI adalah pengobatan PPI selama 2 minggu pada pasien yang mempunyai gejala GERD atau pasien yang mempunyai
manifestasi GERD atipikal/ekstraesofageal.
Dalam tes ini, PPI diberikan dua kali sehari; sensitivitas tes PPI sebesar 68- 80% untuk diagnosis GERD. Dari penelitian di Asia, terungkap bahwa 93% penderita yang mempunyai gejala GERD tipikal dan endoskopinya normal ternyata responsif terhadap terapi PPI selama 2 10 minggu tersebut.
Tes PPI merupakan sebuah modalitas diagnostik yang bermanfaat, tetapi perlu diingat bahwa respons positif terhadap tes PPI tidak selalu sebanding dengan diagnosis GERD, begitu juga respons negatif tidak serta merta dapat menyingkirkan diagnosis GERD.

Gejala Peringatan (Alarm Symptoms)
Endoskopi saluran cerna atas pada pasien dengan gejala heartburn atau regurgitasi bukan keharusan bagi pasien GERD, mengingat lebih dari 90% pasien GERD di Asia tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan endoskopi (endoscopic-negative). Selain itu, karena mahalnya biaya pemeriksaan dan tidak semua daerah memiliki fasilitas endoskopi saluran cerna atas, penggunaan endoskopi sebagai modalitas diagnostik masih terbatas di Indonesia. Setelah diagnosis klinis ditegakkan, PPI dosis standar dapat diberikan selama 1 atau 2 mingu (tes PPI) pada penderita dengan gejala yang tipikal. Tes PPI bersifatsensitif dan spesifik untuk mendiagnosis GERD yang mempunyai gejala tipikal; strategi ini dapat menghemat biaya secara nyata dan mengurangi penggunaan tes diagnostik yang invasif. Jika responsnya sesuai, pasien harus melanjutkan pengobatansedikitnya selama 4 minggu. Setelah itu, direkomendasikan untuk memberikan terapi on-demand mengingat sebagian besar pasien di Asia tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan endoskopi.
Pasien harus dirujuk untuk menjalankan pemeriksaan endoskopi saluran cerna jika tidak responsif terhadap PPI, mengalami relaps berulang, gejala atipikal, gejala berat, atau gejala peringatan (alarm symptoms). Gejala peringatan untuk rujukan dini endoskopi saluran cerna atas meliputi penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, riwayat kanker lambung dan/ atau esofagus dalam keluarga, penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid, disfagia progresif, odinofagia, dan usia >40 tahun di daerah prevalensi tinggi kanker lambung.

Penatalaksanaan
Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup tidak direkomendasikan sebagai pengobatan primer GERD. Penelitian objektif belum memperlihatkan bahwa alkohol, diet, dan faktor psikologis berperan signifikan dalam GERD. Modifikasi gaya hidup dapat mengurangi episode refluks individual; pasien yang mengalami eksaserbasi gejala refluks yang berhubungan dengan makanan atau minuman tertentu dapat direkomendasikan untuk menghindari makanan atau minuman bersangkutan. Sebuah penelitian observasional menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko independen GERD simtomatik. Merokok terkait dengan peningkatan pajanan asam pada esofagus (berdasarkan pemeriksaan pH-metri). Namun, tidak terdapat penelitian intervensional yang menunjang penghentian merokok sebagai terapi primer GERD
Penelitian observasional lain memperlihatkan secara konsisten bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko GERD. Namun, dari sebuah penelitian yang menggunakan kontrol, belum terbukti bahwa penurunan berat badan dapat memperingan gejala menyebabkan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah ataupun
mengurangi pajanan asam pada esofagus.
• Terapi Medikamentosa
Sasaran pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, meringankan gejala, mempertahankan remisi, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah komplikasi. Terapi medikamentosa untuk memperingan gejala GERD mencakup pemberian antasida, prokinetik, H2-receptor antagnists (H2-RA), dan PPI. Untuk mengontrol gejala dan penyembuhan esofagitis pada GERD erosif, saat ini PPI merupakan pilihan yang paling efektif. Hanya satu penelitian yang memperlihatkan bukti efikasi antasida dalam pengobatan GERD. Uji klinik yang menilai efikasi famotidine, cimetidine, nizatidine, dan ranitidine memperlihatkan bahwa H2-
RA lebih efektif dibanding plasebo dalam meringankan gejala GERD derajat ringan sampai sedang, dengan tingkat respons 18-20 60% - 70%. Uji klinik PPI jangka pendek memperlihatkan penyembuhan yang lebih cepat dan perbaikan heartburn dibandingkan H2-RA atau prokinetik pada penderita esofagitis erosif. Di antara berbagai PPI, pemberian omeprazole, lansoprazole, pantoprazole, dan rabeprazole dosis standar menghasilkan kecepatan penyembuhan dan remisi yang sebanding pada kasus esofagitis erosif. Proton pump
inhibitor juga efektif pada penderita esofagitis refluks yang resisten terhadap H2-RA. Dari penelitian jangka panjang (sampai 11 tahun), penggunaan PPI relatif aman; insidens gastritis atrofik sebesar 4,7% pada pasien H. pylori-positif dan 0,7% pada pasien H. pylori-negatif, serta tidak ditemukan displasia ataupun neoplasma.
Atas dasar efikasi dan kecepatan perbaikan gejala, PPI dosis standar dapat diberikan untuk pengobatan awal GERD erosif. Bedah Anti-refluks Pembedahan, yaitu dengan funduplikasi, merupakan salah satu alternatif terapi di samping terapi medikamentosa dalam upaya meringankan gejala dan menyembuhkan
esofagitis. Namun, morbiditas dan mortalitas pasca-operasi bergantung pada keterampilan dokter bedah. Karena itu, pilihan antara terapi medikamentosa dan tindakan bedah berpulang pada keputusan pasien maupun ketersediaan dokter bedah.

Simpulan
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) merupakan kondisi yang insidensnya makin meningkat di Asia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya walaupun sebagian besar pasien di Asia hanya mengalami NERD atau esofagitis erosif ringan (grade LA A atau B). Patofisiologi GERD perlu dimengerti lebih baik lagi. Pengobatan harus diarahkan pada faktor etiologi dan mekanisme patofisiologi, bukan pada pengontrolan gejala.



DAFTAR PUSTAKA
1. Kang JY, Ho KY. Different prevalences of reflux oesophagitis and hiatus hernia among dyspeptic patients in England and Singapore. Eur J Gastroenterol Hepatol.
1999;11(8):845-50.
2. Goh KL, Chang CS, Fock KM, Ke M, Park HJ, Lam SK. Gastro-oesophageal reflux disease in Asia. J Gastroenterol Hepatol. 2000;15(3):230-8.
3. Wong WM, Lam SK, Hui WM, et al. Long-term prospective follow-up of endoscopic oesophagitis in southern Chinese--prevalence and spectrum of the disease. Aliment
Pharmacol Ther. 2002;16(12):2037-42.
4. An evidence-based appraisal of reflux disease management--the Genval Workshop Report. Gut 1999;44 Suppl 2:S1-16.
5. Fock KM, Talley N, Hunt R, et al. Report of the Asia-Pacific consensus on the management of gastroesophageal reflux disease. J Gastroenterol Hepatol. 2004;19(4):357-67.
6. Martinez SD, Malagon IB, Garewal HS, Cui H, Fass R. Non-erosive reflux disease (NERD)-acid reflux and symptom patterns. Aliment Pharmacol Ther. 2003;17(4):537-45.
7. Lundell LR, Dent J, Bennett JR, et al. Endoscopic assessment of oesophagitis: clinical and functional correlates and further validation of the Los Angeles classification. Gut
1999;45(2):172-80.
8. Kahrilas PJ. Diagnosis of symptomatic gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol. 2003;98(3 Suppl):S15-23.
9. Fass R, Ofman JJ, Gralnek IM, et al. Clinical and economic assessment of the omeprazole test in patients with symptoms suggestive of gastroesophageal reflux disease.
Arch Intern Med. 1999;159(18):2161-8.
10. Wu WC. Ancillary tests in the diagnosis of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterol Clin North Am. 1990;19(3):671-82.
11. Vicari JJ, Peek RM, Falk GW, et al. The seroprevalence of cagA-positive Helicobacter pylori strains in the spectrum of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterology
1998;115(1):50-7.
12. Laheij RJ, Van Rossum LG, De Boer WA, Jansen JB. Corpus gastritis in patients with endoscopic diagnosis of reflux oesophagitis and Barrett's oesophagus. Aliment
Pharmacol Ther. 2002;16(5):887-91.
13. Schwizer W, Thumshirn M, Dent J et al. Helicobacter pylori and symptomatic relapse of gastro-oesophageal reflux disease: a randomised controlled trial. Lancet
2001;357(9270):1738-42.
14. Locke GR, 3rd, Talley NJ, Fett SL, Zinsmeister AR, Melton LJ, 3rd. Risk factors associated with symptoms of gastroesophageal reflux. Am J Med. 1999;106(6):642-9.
15. Pandolfino JE, Kahrilas PJ. Smoking and gastro-oesophageal reflux disease. Eur J Gastroenterol Hepatol. 2000;12(8):837-42.
16. Kjellin A, Ramel S, Rossner S, Thor K. Gastroesophageal reflux in obese patients is not reduced by weight reduction. Scand J Gastroenterol. 1996;31(11):1047-51.
17. Weberg R, Berstad A. Symptomatic effect of a low-dose antacid regimen in reflux oesophagitis. Scand J Gastroenterol. 1989;24:401–6.
18. Paul K, Redman CM, Chen M. Effectiveness and safety of nizatidine, 75 mg, for the relief of episodic heartburn. Aliment Pharmacol Ther. 2001;15(10):1571-7.
19. Ciociola AA, Pappa KA, Sirgo MA. Nonprescription doses of ranitidine are effective in the relief of episodic heartburn. Am J Ther. 2001;8(6):399-408.
20. Galmiche JP, Shi G, Simon B, Casset-Semanza F, Slama A. On-demand treatment of gastro-oesophageal reflux symptoms: a comparison of ranitidine 75 mg with cimetidine
200 mg or placebo. Aliment Pharmacol Ther. 1998;12(9):909-17.
21. Chiba N, De Gara CJ, Wilkinson JM, Hunt RH. Speed of healing and symptom relief in grade II to IV gastroesophageal reflux disease: a meta-analysis. Gastroenterology
1997;112(6):1798-810.
22. Klok RM, Postma MJ, van Hout BA, Brouwers JR. Meta-analysis: comparing the efficacy of proton pump inhibitors in short-term use. Aliment Pharmacol Ther.
2003;17(10):1237-45.
23. DeVault KR, Castell DO. Guidelines for the diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. Practice Parameters Committee of the American College of
Gastroenterology. Arch Intern Med. 1995;155(20):2165-73.


Rabu, 28 Desember 2011

Posisi Tidur Pengaruhi Suasana Hati

Posisi Tidur Pengaruhi Suasana Hati
Powered By Crystal X
Suasana hati seseorang memang  bisa diperoleh dengan berbagai cara. Termasuk pada posisi tidur. Posisi tidur yang salah bisa bikin badan pegal dan membuat uring-uringan sepanjang hari.

Sebuah penelitian yang digelar Premier Inn terhadap 3.000 responden menunjukkan, bila seseorang ingin mendapatkan suasana hati yang baik selama seharian, tidurlah sebelah kiri tempat tidur.

Menurut mereka, orang-orang yang cenderung tidur di sebelah kiri kasur akan tampak lebih bahagia dibanding pasangan mereka yang tidur di sebelah kanan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang yang tidur di sebelah kiri umumnya lebih ceria, berpikiran positif, dan mampu mengatasi beban pekerjaan dan stres setiap hari.

"Secara jelas penelitian ini menunjukkan pola antara sisi tempat tidur dan suasana hati ketika terbangun. Jadi benar jika ada pepatah mengatakan bahwa bangun dari posisi tempat tidur yang salah," ujar Claire Haigh, juru bicara Premier Inn.

Lebih dari seperempat responden yang tidur di sebelah kiri di kasur memiliki pemikiran positif mengenai kehidupannya secara umum dibandingkan hanya 18 persen responden yang tidur di sebelah kanan kasur yang merasakan hal serupa.

Dua per tiga responden yang tidur di sebelah kiri kasur juga mengungkapkan bahwa mereka merasa lebih tenang dari pasangan mereka ketika mereka menghadapi krisis dan cenderung lebih percaya diri.

Selain itu, mereka juga lebih cenderung memiliki pekerjaan tetap. Sekitar 31 persennya mengakui mereka lebih mencintai pekerjaannya dibandingkan dengan 18 persen responden yang tidur di sebelah kanan kasur.

Namun, sebaiknya jangan lantas terburu-buru ingin meminta bertukar posisi tidur dengan pasangan. Menurut penelitian, responden yang tidur di sebelah kanan kasur cenderung mendapatkan lebih dari sisi kehidupan mereka dibandingkan pasangannya.

Diet Aman Dengan Acai Plus

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA




Novrizal Saiful Basri, Margaretta Limawan, Odetta Natatilova, Rachmawati 
Translator: Adrian Salim, Andrio Wishnu Prabowo, Arnetta Naomi L. Lalisang, Julistian, Muliyadi, Sony Sanjaya, Stefanny, Zamzania Anggia Shalih.  
Surgery Department FMUI – Cipto Mangunkusumo Hospital, December 2011 


CASE ILLUSTRATION
A 73 year old male came to the hospital with chief complaint of changes in urinary flow. He noticed weaker urinary flow with incomplete emptying of the bladder and occasional dribbling since two years prior hospital visit. There was history of red-colored urine, pain in the end of urination and an increased frequency of urination, especially at night. Assessment with IPSS showed a score of 27. There was no history of flank pain, cloudy urine, fever, nausea and vomiting. The patient had two episodes of stroke, but no history of diabetes mellitus and hypertension.
Physical examination demonstrated hypertension of 160/90 mmHg with no palpable mass or tenderness on Costo Vertebro Angle (CVA). No palpable mass and pain with palpation on the suprasymphisis area, bladder is empty. No stenosis was found at the external urethral orifice. Digital rectal examination showed normal resting anal sphincter tone, smooth and symmetrical prostate gland with firm consistency, no tenderness or nodule found. Prostate was estimated to weigh around 40 grams.
Laboratory tests showed normal levels of full blood count and kidney function, uric acid 9.4 mg/dl, total PSA 10.01 mg/dl. Urinalysis results are within normal values. Abdominal radiography revealed an apparent bladder stone of 35 x 25 mm , while sonography found bladder stone and left kidney stone. Uroflowmetry test showed Qmax value of 6.7 ml/sec; Q average 4.7 mL/sec; Void Volume 72 cc. Sonography of the prostate found the Rest Volume is 30 cc; Prostate Protrusion 9.59 mm; Prostate Size 110 cc (figure 1). Pathology report showed findings consistent with prostate hyperplasia.
The patient is then diagnosed with Benign Prostate Hyperplasia (BPH) and vesicolithiasis; and is planned to undergo cystoscopy and biopsy, sectio alta, and open prostatectomy.




Figure 1. Sonography of the Prostate  
LITERATURE REVIEW
DEFINITION AND EPIDEMIOLOGY
Benign prostate hyperplasia (BPH) is a histopathologic term used to describe a true hyperplasia of the cells in the transitional zone of the prostate. The incidence of BPH is age-related with an estimated incidence of 70% in male above age 60 years; this number increases up to 90% in male above 80 years. Urology Department Cipto-Mangunkusumo Hospital (RSCM) reported 200-300 cases of BPH annually. While not immediately life-threatening, BPH may cause lower urinary tract symptoms (LUTS) that interfere with activity of daily living, thus significantly reduce patient’s quality of life.


DIAGNOSIS
Diagnosis of BPH is usually made using initial assessment with additional tests. One of the tool widely used to guide the identification of LUTS in BPH is the International Prostate Symptom Score (IPSS) (Figure 2). Digital rectal examination (DRE) may help assess the size and consistency of the prostate gland, while simultaneously detect any nodules that are suspicious for malignancy and assess anal sphincter tone and bulbocavernous reflex that indicate abnormalities in sacral reflex arc.

Figure 2. The Questionnaire for International Prostate Symptom Score (IPSS)


After the initial assessment, there are several tests available that help the diagnosis and management of BPH patients, including kidney function tests, prostate specific antigen (PSA) level, urinalysis, voiding diary, uroflowmetry, post voiding residual urine (PVR), urinary tract imaging, urethrocystoscopy, and urodynamic (pressure flow) study. The diagnosis of BPH usually consists of clinical examination (including DRE), urinalysis and sonography of the prostate.

MANAGEMENT
The goal of therapy in BPH focused mainly in improving patient’s quality of life. There are three different approaches available, each with its own modalities: (1) watchful waiting, (2) medical treaments, and (3) surgical intervention. Doctors will choose which approach is used based on the degree of symptoms, patient’s general health condition and the objective findings caused by the disease and other comorbidities.

Watchful waiting is advised for patients with an IPSS score below 7, which indicates mild symptoms with no interference on activity of daily living. Patient will not get any medical or surgical intervention, but advised of what kind of changes that prompt immediate consult to doctor. Doctor will also monitor the patient closely for any changes in the severity of the signs and symptoms.

At some point, patients will need medication to help ease the symptoms. As a general rule, patients with IPSS score >7 will need medical treatment with/or other interventions. The goal of medical treatment is to (1) reduce the prostate smooth muscles resistance (dynamic component) and (2) reduce the size of the prostate (static component).

Surgical intervention can be classified into two groups: ablative technique of the prostate gland (open prostatectomy, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatectomy) and instrumentation technique (interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, baloon dilatation, urethral stent).













Figure 3. Open Prostatectomy with Suprapubic Approach


Open prostatectomy (figure 3) is the oldest, most invasive yet the most efficient way of surgical intervention with reported improvement of symptoms 98%. This open prostatectomy is done either with transvesical or retropubic approach. Prostate, internal urethral orifice and ureter orifice are then identified. Mucosa is then incised beside the internal urethral orifice at the 6 to 12 o’clock, followed by fracturation and prostate enucleation. 


Glossary
Nocturia              : [nox night + -uria] excessive urination at night 

Urgency              : the sudden irresistable urge to void

Prostatectomy :[prostate + -ectomy] the removal of whole/part of the prostate gland 

Cystoscopy        : direct visual examination of the urinary tract using cystoscope



REFERENCES:
  1. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. [Accessed at 20 Oktober 2011]. Available at: http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.
  2. Roehrborn CG. Benign prostatic hyperplasia: etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 2556-96
  3. Han M, Partin AW. Retropubic and suprapubic open prostatectomy. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 2695-703
  4. Syahputra FA, Umbas R. Diagnosis dan tatalaksana pembesaran prostat jinak: Peran antagonis reseptor adrenergik-α dan inhibitor 5-α reduktase. In: Birowo P, Syahputra FA, Ririmasse MP, Ismet MF, editor. Common Urologic Problems in Daily Primary Practice (CUPID) 2010. Ed 2. Jakarta: PLD FKUI dan Departemen Urologi FKUI RSCM; 2010. p.74-80.
  5. Rahardjo D. Prostat: kelainan-kelainan jinak, diagnosis dan penanganan. Jakarta: Sub Bagian Urologi Bagian Bedah FKUI; 1999. p.15-60.
  6. AUA practice guidelines committee. AUA guideline on management of benign prostatic hyperplasia. Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. American Urological Association 2010.
  7. Dorland, WA Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto et al, editor. 29thed. Jakarta: EGC; 2002.