
Menurutnya, pencapaian sekarang adalah apa yang dia rencanakan 5 tahun lalu. Ia berharap bisa mempersiapkan masa pensiun sebaik mungkin. “Kalau masih di Takeda, sebelum pensiun saya berharap bisa mencapai top position,” katanya.
Di dunia farmasi perlu integrasi dan kolaborasi yang baik antara sales dan marketing department. “Tanpa dukungan dan kontribusi dari product manager, OTC dan Ethical, saya tak akan bisa mendapatkan apa yang diharapkan. Dan, bagaimana pun, etika bisnis jangan pernah dilanggar,” ujar ayah 2 anak ini.
Ia tak pernah membayangkan menjadi marketer. Ketika menjadi mahasiswa FK Universitas Atmajaya, yang ada di benaknya ialah setelah lulus buka praktek dan melayani pasien. Lalu, menjadi spesialis.
Usai PTT, ia berubah pikiran karena studi ke jenjang spesialis biayanya sangat mahal. Sedangkan kalau “hanya” menjadi general practitioner (GP), biaya hidup di Jakarta mahal. Diputuskan masuk dunia farmasi dan belajar marketing, mulai yang basic hingga professional. Ajaran Philip Kotler, The father of Modern Marketing, menjadi salah satu referensinya.
“Kadang kangen juga pengin periksa pasien,” ujar dr. Bernard yang hoby traveling, baca buku, berenang, tennis dan memancing di laut. Rasa kangennya sedikit terobati, dengan memberikan konsultasi mengenai masalah kesehatan, kepada teman atau famili. Untuk memancing, karena perlu waktu khusus, dalam 5-6 tahun terakhir ini, tak bisa dilakukan. Untungnya ia masih bisa makan bubur bersama keluarga, di Kelapa Gading.
Harapannya 10 tahun ke depan? “Wah, ini masih menjadi rahasia saya,” ujar peraih Takeda Pharma Asia Award 2008, dengan kategori The Best Market Share of Anti-hypertensive ini.