Dokter adalah penjaga rahasia paling baik.
Tentu saja. Kami disumpah untuk dapat menjaga rahasia pasien-pasien kami, dan tidak membocorkannya, sesuai dengan kewajiban kami.
Namun tidak hanya itu saja. Dokter adalah tempat engkau bisa mencurahkan rahasia paling aman. Inilah yang kualami sehari-hari dengan para pasien. Kebetulan aku bekerja di sebuah poliklinik sebagai dokter tetap, dengan pasiennya sebagian besar para pengemudi taksi dan keluarganya (istri dan anak-anak mereka). Karena ini adalah klinik perusahaan, yakni para karyawannya bisa berobat dengan gratis, tentu saja rajin mengontrol kesehatannya dengan datang kepadaku. Atau kadang sekedar ‘minta’ obat saja. Sebagai satu-satunya dokter tetap, lama-kelamaan mereka mengenalku.
Konsekuensinya? Kadang mereka tidak segan menceritakan ‘rahasia dapur’ mereka kepadaku. Ya.. aku, si lajang berusia 25 tahun, menghadapi pria-pria beristri, atau istri-istri bersuami, atau pasangan suami –istri. Seringkali memang ini berkaitan dengan masalah kesehatan mereka. Masalah seks adalah masalah kesehatan juga, tentunya. Kesehatan reproduksi. Tidak hanya ‘Bapak-bapak’ saja yang kadang mengadukan masalah seks mereka, ‘Ibu-ibu’ juga ada.
“Dokter udah berkeluarga belum?”
“Memangnya kenapa, Bu?”
Dalam hati aku berkata: hei, aku ini dokter. Mungkin Ibu melihat tampang culun dan badan kurus yang membuat orang kadang meragukan, ini dokternya masih muda banget… (doo, ge-er, sok muda lu). Masalah seks aku pandang sebagai masalah kedokteran tentunya. Bukan suatu hal yang tabu, jika Ibu ingin mendapatkan solusi dari seorang dokter.
Dan… selanjutnya ia pun menceritakan masalah ranjangnya.
Well, I know that I’m not married yet, and of course… haven’t experienced what this women told. But of course.. I’ve studied this in my college years. It’s a SCIENTIFIC thing. Yes.. sex is a SCIENTIFIC thing.
Tidak hanya masalah seks saja yang kadang-kadang keluar dari mulut mereka. Ada yang mengakui bahwa mereka pernah mengaborsi janin si istri, sulitnya kondisi keuangan yang membuat mereka enggan dirujuk ke spesialis, dan cerita-cerita manusiawi lain. Dalam memandang suatu hal, aborsi misalnya, dokter tidak memandangnya sebagai suatu hal yang hitam-putih. Bukan kemudian berkata: “Ibu, Bapak, itu tindakan ilegal yang melanggar hukum!” Tapi harus menyikapinya dengan cara lain.
Akhirnya.. kuakui.. sebagai seorang manusia biasa… dokter pun mengalami banyak godaan juga. Godaan nafsunya sendiri. Aku tak begitu mempedulikan apakah mereka meragukan aku pernah mengalami masalah yang mereka hadapi. Yang jelas mereka menceritakannya padaku. Artinya mereka percaya kepadaku. Dan.. memang itu tugas profesiku. Memberi solusi kesehatan bagi klien. Belum lagi rahasia ‘tubuh’ mereka. Dokter diberi legalitas untuk melihat bagian-bagian yang sangat pribadi, untuk bisa mendiagnosis penyakit, dan memberi terapinya. Namun.. ya.. dokter juga manusia. Punya syahwat juga. Harus banyak-banyak beristighfar. Apalagi buat yang belum menikah. Astaghfirullah…
Dokter juga manusia… (menganalogikan dengan judul lagunya Seurieus Band: “Rocker juga Manusia”). Aku teringat pada sebuah episode film seri Smallville season 2. Si tokoh dokter wanita pacar Lex Luthor mengatakan pada pasiennya, bahwa rahasia pasien tidak akan keluar dari ruang praktiknya. Termasuk kemungkinan menceritakannya kepada.. misalnya suaminya. Ini menegaskan bahwa di Amerika, dokter demikian memegang teguh sumpah profesinya. Nggak tahu ya, dengan di Indonesia.
Kesimpulannya: dokter dituntut untuk menjadi orang yang amanah. Dalam memegang rahasia pasiennya, dalam menjalankan profesinya, dalam menjalankan kewajibannya sebagai seorang dokter muslim juga.
Sudah hampir jam 12 malam. Harus segera istirahat. Mudah-mudahan tulisan ini tidak error gara-gara ngantuk. Tapi emang lagi pengen nulis sih.