Kebetulan menemukan buku cetakan lama milik kakak kelasku ini. Sebuah buku tanpa nama penerbit, dan penerjemah yang nama-namanya diawali dengan “Abu”. Khas buku-buku pergerakan Islam yang diterbitkan di era orde baru. Tapi kini tulisan-tulisan Sayyid Quthb mudah kita dapatkan di toko-toko buku. Apalagi setelah GIP dan Robbani Press menerjemahkan jilid-jilid Tafsir Fi Dzilali Qur’an.
Muqoddimah alias pengantar (baru sekedar pengantar lho!) Surat Al-Anfaal setebal 210 halaman ini banyak menekankan bahwa jihad Islam adalah masalah akidah.
Antara lain Asy-Syahid menerangkan fase-fase jihad Islam yang terbagi atas beberapa tahapan, mengutip Ibnul Qoyyim dalam “Zaadul Ma’ad”-nya, yakni mulai Rasulullah saw. diangkat menjadi nabi sampai menjadi Rasul, kemudian berda’wah selama 13 tahun di Mekkah tanpa konfrontasi dengan orang-orang yang memerangi Islam, sampai hijrah ke Madinah, kemudian turun perintah diizinkannya berperang. Hingga perintah memerangi orang-orang musyrik “hattaa yakuunaddiinu lillaah”, sampai tiada satupun yang ditaati kecuali Alloh.
Asy-Syahid Sayyid Quthb juga sangat menentang pendapat yang menyebutkan bahwa jihad dalam Islam adalah untuk mempertahankan diri. Pernyataan “laa ikrooha fiddiin” atau tidak ada paksaan dalam (memeluk) Islam, jangan disalahartikan. Karena kekuatan politik dan pemerintahan dalam bentuk apapun yang menghalangi manusia dari Islam, dan kekuatan apapun yang memaksa dan memperbudak manusia dan menghalangi dari pengabdian kepada Alloh harus dihancurkan! Sayyid Quthb membahas panjang lebar perihal ini. Kesimpulannya jihad dalam Islam adalah untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada selain Alloh swt.
Aku akan mengutipkan pendapat Abul A’la Al-Maududi, Amir Jama’ah Islamiyah Pakistan yang telah wafat, mengenai Jihad fi Sabilillah. Hal ini sangat berkesan untukku, menggambarkan Ikhwanul Muslimin Mesir memiliki kesamaan gerakan dan pemikiran dengan Jama’at Islami Pakistan. Al-Maududi menyatakan bahwa terjemahan jihad ke dalam istilah “Holy War” dalam bahasa Inggris adalah tafsiran yang salah. Mereka membungkusnya dalam pakaian yang megah dari makna yang salah. Sehingga kalimat jihad memberikan gambaran kebuasan tabiat dan perilaku, kesadisan dan pertumpahan darah. Sehingga menjadi sama saja dengan “unholy war”.
Inilah yang para orientalis lakukan selama ini, untuk mengaburkan makna jihad sebenarnya. Dan tidak sedikit orang Islam yang termakan dengannya.
Wallahu a’lam.