"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku satu pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia" (Bung Karno)
Logika ku berfikir, entah bagaimana caranya seorang pemuda bisa mengguncangkan dunia, juga sempat terfikir, apakah ini hanya sekedar kata, realita, atau sekadar harap. Entah, aku pun jadinya tak yakin, mengguncang dunia dengan kebaikan, atau malah keburukan.
Tapi nurani ku masih berujar, bahwa ucap yang keluar dari pemimpin besar sejati nya kebaikan. Maka, tak ayal mengguncang dunia pun tentunya dengan kebaikan. Yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana caranya melakukan itu di era kekinian?
Usiaku kini menginjak 22 tahun lebih, begitu pun dengan kawan-kawan di sekitarku. Usia matang seorang pemuda rasa-rasanya, bagiku ini momentum emas seseorang menjemput takdir sejarah dalam hidup. Itu idealnya. Namun terkadang banyak yang membuat idealisme dan harapan ku akan pemuda bangsa ini gentar.
Lihatlah di sekeliling mu wahai pemuda, dan jujurlah pada hati nurani dan Tuhan mu. Seberapa banyak diantara kita yang punya keegoisan tinggi untuk dirinya. Masih banyak diantara kita yang keseharian nya fokus pada dirinya, hanya memikirkan esok akan makan apa, berpakaian bagaimana, dan hendak beraktivitas apa, begitu seterusnya. Juga lihatlah, seberapa banyak diantara kita yang khawatir dengan masa depan nya, mencari pendidikan setinggi dan sebaik mungkin, mencari pekerjaan sebaik, seenak dan semenyenangkan mungkin, mencari kekayaan sebanyak-banyak nya, kejaran nya hanya materi. Atau coba kita lihat para aktivis itu, aktif di berbagai organisasi kepemudaan, lantang meneriakkan tentang rakyat dan kebenaran, namun linear dengan motivasi kepopuleran nya. Atau lihatlah juga, mereka yang aktif dan punya ketulusan, namun banyak terhenti dalam pewacanaan, alasan klasik, karena keterbatasan.
Sementara aku pernah diceritakan, tentang para pemuda muslim yang ceritanya mengguncangkan. Saád bin Abi Waqash yang pada usia 16 tahun sudah turut serta dalam perang uhud, dia tercatat sebagai darah pertama yang mengalir dalam perang itu. Atau Zaid bin Tsabit, anak kecil ini merengek ingin ikut dalam perang badar, namun tidak diizinkan oleh Rasulullah SAW karena usianya waktu itu masih 12 tahun. Atau lihat juga kisah Muhammad Al-Fatih, kisah yang melegenda ini adalah contoh dari seorang pemuda berusia 23 tahun, namun berhasil menaklukkan negara adidaya waktu itu yaitu Konstantinopel. Ini hanya beberapa contoh, dari kisah kepemudaan yang mengguncangkan.
Walau dengan kondisi kekinian, aku masih punya keyakinan, bahwa di Indonesia pun masih ada pemuda dengan cerita mengguncangkan, bahkan kelak akan melegenda dan menjadi tumpuan harapan. Begitupun dengan kalian, semoga masih muncul harapan, untuk mewujudkan impian. Impian dalam menunaikan hak bangsa yang ada pada diri setiap kita. Jangan hanya menunggu kesempatan, tapi cobalah kalahkan keterbatasan. Jangan patah karena lelah, dengan ini kau akan tetap bertahan. Ingatlah kawan, hanya yang kuat yang akan bertahan, dan hanya yang bertahan yang akan sampai tujuan. Juga ingatlah, bahwa realita ada tanpa diminta, sementara idealisme ada karena diperjuangkan.
Refleksikan dalam diri, bahwa ada hak umat dalam diri yang harus ditunaikan. Hilangkan keegoisan, dan tumbuhkan kesungguhan untuk senantiasa memenuhi kebutuhan. Selalu ada yang bisa kita berikan dengan kapasitas kita yang membanggakan. Hal kecil yang dilakukan secara konsisten, itupun membanggakan. Bergabunglah dalam barisan orang-orang muda yang punya impian dan kesungguhan, walau mungkin jumlah mereka tidak seperti kebanyakan orang, inilah kenyataan, kenyataan yang membanggakan.
Masih ingatkah sebuah perkataan, bahwa kenyataan hari ini adalah hasil impian kita di masa lalu, dan kenyataan masa depan adalah buah impian kita di masa kini? Jangan takut untuk bermimpi besar, sekalipun kelak pencapaian mu kecil, tetapi setidaknya kau pernah bermimpi besar.
Ingatlah perkataan ku kawan, bahwa impian harus disertai kesungguhan, totalitas. Jika ini kau tinggalkan, impian akan berakhir pada keterbatasan. Pemikiran hanya terwujud dalam proses pewacanaan, dan kenyataan tinggalah angan-angan.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian, impian tak hanya untuk semangat kebangsaan saja. Ada hal mendasar yang pemenuhan nya harus didahulukan, semangat ketuhanan. Karena sejatinya, kontribusi untuk bangsamu ialah sarana menjemput amal unggulan untuk kelak menjadi bekal menghadap Tuhan mu yang menciptakan.
Kemudian yang jadi pertanyaan, sekarang apa yang akan kita kerjakan dalam memenuhi peran kepemudaan kita untuk menjemput takdir sejarah demi kemanfaatan umat ini?
konkret, tak sekadar wacana, walau kecil, jika itu konsisten dilakukan, bagiku itu membanggakan :)
-sebuah refleksi malam-
RSUD Majalaya, 17 Januari 2012, 23.10