GAGAL GINJAL KRONIK
By. SANCO IRIANTO A,S.Kep.Ns
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronis yang dikemukakan oleh beberapa ahli meliputi yaitu:
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Long (1996:368) mengemukakan bahwa Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai.
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak reversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.
B. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. <5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
C. Etiologi
1. penyakit Hipertensi
2. Gout menyebabkan nefropati gout.
3. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
4. Gangguan metabolism
5. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
6. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
7. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
8. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal genetik)/herediter
9. infeksi, penyakit hipersensitif
10. penyakit peradangan, lesi obstruksi pada traktus urinarius
11. nefropatik toksik dan neoropati obstruksi
D. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
E. Intervensi
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung,
Kriteria : Tekanan darah sistole antara 100-140 dan diastole antara 70-90 mmHg, frekuensi nadi antara 60-100, nadi perifer yang kuat, capilary refill time yang baik.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui:
a. Kesadaran mental, rentang perhatian, dan interaksi, yang sesuai dengan lingkungan
b. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
c. Keseimbangan elektrolit terkendali:
a) Sodium: 125-145 m eq/l
b) Potassium: 3-6 meq/l
c) Bicarbonat: >15 meq/l
d) Calsium: 9-11 mg/dl
e) Phoshate: 3-5 mg/dl
d. Serum albumin >2 g/dl
e. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
f. Urea nitrogen <100 mg/dl
Kreatinin <15 mg/dl
Uric acid <12 mg/dl
g. Tidak terjadi inflamasi dan nyeri sendi
h. Tidak terjadi infeksi dan perdarahan yang abnormal
i. Tekanan darah dikendailikan sekurang-kurangnya 160/100 mmHg ada perubahan posisi dalam berdiri
j. Anoreksia, mual dan muntah, pruritis tidak ada atau tekendali
k. Penyakit lain yang menyertai sembuh atau terkendali (gagal jantung infeksi dan dehidrasi)
l. Tidak terjadi toksisitas akibat kurangnya ekskresi obat-obatan
m. Intake nutrisi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif
1) Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
3) Diet tinggi kalori rendah protein.
4) Kendalikan hipertensi.
5) Jaga keseimbangan eletrolit.
6) Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK.
7) Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal.
8) Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
9) Persiapkan program hemodialisis.
10) Transplantasi ginjal.
Intervensi:
1) Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah akibat perubahan posisi Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema, perifer, kongesti vaskuler dan keluhan dispnoe.
2) Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.dan batasi aktivitas berlebihan
3) Beri tambahan O2 sesuai indikasi
4) Kolaborasi dalam
Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum kreatinin, Kreatinin klirens.
Pemeriksaan thoraks foto.
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Siapkan Dialisis
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membran semipermiabel. Pada hemodialisis, darah merupakan salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain. Membran semi permiabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin, mengalir kedalam kompartemen dialiser atau ginjal buatan, tempat akan bertemu dengan dialisat, yang tidak mengandung urea atau kreatinin. Ditetapkan gradien maksimum sehingga zat ini mengalir dari darah ke dialisat. Aliran berulang darah melalui pada rentang kecepatan 200-400 ml/menit lebih dari 2-4 jam mengurangi kadar produk sisa ini menjadi keadaan yang lebih normal (Hudak & Gallo, 1996).
Sistim dari hemodialisa akan membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat, membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antar darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultra filtrasi), mempertahankan atau mengembalikan sistim bufer tubuh dan mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria : Tidak mengalami tanda-tanda perdarahan, Lab. dalam batas normal.
Intervensi:
1) Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan, takikardia, mukosa/kulit pucat, dispnoe, nyeri dada.
R/ Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung untuk mempertahankan oksigensi sel.
2) Awasi tingkat kesadaran dan prilaku.
R/ Anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral, perubahan prilaku mental dan orientasi.
3) Evaluasi respon terhadap aktivitas.
R/ Anemia menurunkan oksigenasi jaringan, meningkatkan kelelahan, memerlukan perubahan aktivitas (istirahat).
4) Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, atau pada area mukosa.
R/ Mengalami kerapuhan kapiler.
5) Awasi haematemesis atau sekresi GI/darah feses.
R/ Stress dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI track.
6) Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil pada saat penyuntikan, lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan.
R/ Menurunkan resiko perdarahan/pembentukan hematoma.
Kolaborasi:
7) Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, Thrombosit, Faktor Pembekuan dan Protrombin.
8) R/ Uremia, menurunkan produksi eritropoetin, menekan produksi Sel Darah Merah. Pada gagal ginjal kronik, Hb, hematokrit biasanya rendah.
9) Pemberian transfusi.
R/ Mengatasi anemia simtomatik.
10) Pemberian obat-obatan : Sediaan besi, asam folat, sianokobalamin.
R/ Memperbaiki gejala anemi.
11) Cimetidin (Actal).
R/ Profilaksis menetralkan asam lambung.
12) Hemostatik (Amicar).
R/ Menghambat perdarahan.
13) Pelunak feses.
R/ Mengurangi perdarahan mukosa.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.