dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD |
Menurutnya, fotografi tidak sekedar mengeksekusi gambar atau mem-freeze waktu. Dari fotografi, ia bisa belajar banyak hal tentang point of view sebagai obyek utama. “Apa yang dilihat orang awam, berbeda dengan apa yang dilihat seorang fotografer,” ujarnya.
Ketika studi S3 di Jepang selama 4 tahun, fotografi bisa menghibur sekaligus menghidupi. “Saya hanya memperoleh beasiswa selama 1 tahun. Selain bantuan dari Divisi Endokrin Metabolic RSCM, saya bekerja di McDonalds dan memotret. Bisa mendapat uang dari hobi, sangat menyenangkan,” ujarnya.
Pengalaman berkesan ketika bertugas di daerah terpencil di Sumatra. Ketika itu, dia harus melakukan operasi caesar atas seorang pasien yang telah 4 jam inpartum dengan posisi melintang. Dan, operasinya berhasil. Sampai-sampai, ia dipanggil pimpinan yang merasa senang akan tindakan darurat yang dilakukan, dengan peralatan yang sangat minim.
Dante kecil tidak bercita-cita menjadi dokter. Lulus SMA, ia ingin kuliah di ITB dan memilih jurusan Informatika yang menjadi favoritnya. Namun, ibunda tercinta menginginkan ia menjadi dokter. “Bagi saya, kata-kata seorang ibu ibarat perkataan Tuhan, yang harus dituruti,” ujarnya. Akhirnya, dia masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Lulus sebagai dokter, disadari bahwa harus pandai-pandai mengatur waktu, agar masih punya waktu untuk keluarga tercinta. Maka, selalu disempatkan untuk mengatar anak ke sekolah. “Mendengar Nicky (5 tahun), bercerita tentang sekolah dan teman-temanya sambil mendengarkan musik di mobil, merupakan waktu paling indah buat saya,” ujarnya. Kelahiran Temanggung 23 Maret 1973 ini, gemar masakan Sumatra seperti makanan Padang, makanan Aceh, Jambi dan Palembang. Boleh dibilang, “Saya asli Jawa, lidah Sumatra.”
Bagi sejawat dokter yang ingin mendalami fotografi, pencinta musik jazz ini memberikan tips, “Mulailah dari street fotografi. Di situ, kita bisa mengasah sense dan intuisi, sekaligus mendapatkan soul fotografi." (ant)