Lebih dari 10 % fraktur pada anak-anak melibatkan cedera pada lempeng pertumbuhan ( fisis ) karena fisis merupakan suatu bagian tulang yang relatif lemah. Salter Haris merupakan jenis patah tulang yang terjadi hanya pada anak-anak yaitu patah tulang yang melibatkan piringan epiphyseal.
Patah tulang piringan epiphyseal menimbulkan permasalahan khusus dalam hubungannya dengan diagnosa maupun perawatan, selain itu patah tulang ini menimbulkan resiko komplikasi dengan gangguan serius pertumbuhan local dan perkembangan pembentukan tulang selanjutnya selama masa pertumbuhan tulang sehingga klasifikasi luka sangat berpengaruh dalam perawatan dan dapat sebagai petunjuk komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi.
Maka dari itu penanganan patah tulang pada anak membutuhkan pertimbangan bahwa anak masih tumbuh. Disamping itu kemampuan penyembuhan anak lebih cepat dan karena itulah perpendekan serta perubahan bentuk akibat patah tulang lebih dapat ditoleransi oleh anak.2
A. DEFINISI
Piringan pertumbuhan, juga disebut sebagai piringan epiphyseal atau fisis adalah area jaringan pertumbuhan didekat ujung tulang panjang anak-anak atau remaja. Tiap tulang panjang mempunyai sedikitnya dua piringanan pertumbuhan yaitu pada masing-masing ujungnya. Piringan pertumbuhan menentukan panjang dan ukuran tulang dewasa pada masa yang akan datang. Jika pertumbuhan telah lengkap, kadang-kadang selama masa remaja piringan pertumbuhan tertutup dan digantikan oleh tulang padat.
B. PATHOFISIOLOGI
Gambaran histologis dari fisis sangat penting untuk memahami prognosis patah physeal. Lapisan germinal tulang rawan berada diatas epiphisis dan menguraikan nutrisi dari bejana epiphyseal. Sel tulang rawan tumbuh dari epiphysis menuju metaphysis, yang kemudian terjadi degeneratif, fragmentasi dan mengalami hipertrofi. Fragmentasi sel kemudian termineralisasi. Ini merupakan zona pengerasan sementara yang membentuk pembatas metaphyseal, dan bukan tulang rawan.
Neovaskularisasi terjadi dari metaphysic menuju epiphysis. Sel endothelial berubah menjadi osteoablast dan menggunakan puing-puing sel yang mengalami degeneratif untuk membentuk tulang muda primer. Tulang muda ini secara progresif dibentuk kembali menjadi tulang dewasa dan pembentukan ini kemudian menjadi tulang harversian dewasa. Kerusakan baik pada saluran vascular epiphyseal maupun metaphyseal menggangu pertumbuhan tulang, akan tetapi kerusakan lapisan tulang rawan munkin tidak signifikan jika permukaannya tidak terganggu dan saluran vascular ke tulang rawan tidak terganggu secara permanent. Jika kedua dasar vascular saling bersentuhan, fisis tersebut tertutup dan tidak ada lagi pertumbuhan tulang berikutnya yang terjadi.
Daerah piringan epiphyseal merupakan bagian tulang rawan yang mengeras, dan jika terjadi fraktur yang melibatkan piringan epiphyseal, biasanya garis pemisah berjalan melintang melalui lapisan hipertrofik atau lapisan kapur pada lempeng pertumbuhan, dan sering masuk kedalam metafisis pada salah satu tepi dan mencakup bibir segitiga dari tulang. Ini tidak memberikan banyak efek terhadap pertumbuhan longitudinal yang terjadi dalam lapisan germinal fisis dan lapisan fisis yang sedang berkembang biak.1,5
Tetapi kalau fraktur melintasi lapisan sel reproduksi pada lempeng dapat mengakibatkan penulangan premature pada bagian yang mengalami cidera dan menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang. Selain itu suplai darah piringan epiphyseal yang masuk dari permukaan epiphyseal dapat kehilangan pasokan darahnya sehingga dapat mengakibatkan piringan tersebut menjadi nekrotis dan tidak tumbuh lagi. Pada beberapa tempat suplai darah pada epiphyseal tidak rusak pada saat terjadi luka karena pada epiphyseal femoral proximal dan epiphyseal radial proximal pembuluh darah mengalir melalui leher tulang dan memotong sekeliling epiphyseal.1,5
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur piringan epiphyseal Salter Haris berdasarkan pada mekanisme fraktur dan juga hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan epiphyseal, selain itu, ini berkaitan dengan metode perawatan dan juga prognosis luka yang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan.1,2,3,4,5,6
1. Type I
Terdapat pemisahan total epiphysis sepanjang tulang tanpa patah tulang, sel piringan epiphyseal yang tumbuh masih melekat pada epiphysis. Jenis luka ini akibat gaya gunting, lebih umum terjadi pada bayi yang baru lahir ( dari luka kelahiran ) dan pada anak-anak yang masih muda dimana piringan epiphyseal masih relative tebal.
2. Type II
Garis pemisah patah tulang memanjang sepanjang piringan epiphyseal hingga jarak tertentu dan kemudian keluar melalui bagian metaphysis sehingga mengakibatkan fragmentasi metaphyseal berbentuk triangular. Sel tumbuh pada piringan tersebut masih melekat pada epiphysis. Jenis fraktur ini, akibat dari gaya gunting dan tekuk, basanya terjadi pada anak-anak yang lebih besar dimana piringan epiphyseal relatif tipis. Periosteum tersobek pada sisi cembung angulasi tersebut tetapi melekat pada sisi cekung sehingga engsel periosteal utuh dan selalu berada pada sisi potongan mataphyseal.
3. Type III
Patah tulang tersebut adalah intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan hingga bagian dalam piringan epiphyseal dan kemudian sepanjang piringan tersebut hingga sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum ini disebabkan oleh gaya gunting intra artikular dan biasanya terbatas pada epiphysis tibia distal.
4. Type IV
Patah tulang yang intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan malalui epiphysis memotong ketebalan piringan epiphyseal dan melalui bagian metaphysic. Contoh yang paling umum dari fraktur tipe IV ini adalah patah tulang condyle lateral tulang lengan bagian atas.
5. Type V
Fraktur yang relatif kurang umum ini diakibatkan oleh gaya tekan yang keras yang terjadi pada epiphysis menuju ke piringan epiphyseal. Tidak ada fraktur yang kelihatan tetapi lempeng pertumbuhan remuk dan ini mungkin mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Seperti juga yang terjadi pada daerah lutut dan pergelangan kaki.
A. GAMBARAN KLINIK
Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan biasanya ditemukan pada masa bayi atau diantara usia 10-12 tahun. Defomitas biasanya sedikit sekali, tetapi setiap cedera pada anak yang diikuti dengan rasa nyeri dan nyeri tekan di dekat sendi harus dicurigai, dan pemeriksaan dengan sinar X penting dilakukan.5
Sinar X fisis sendiri bersifat radiolusen dan penulangn epipisis mungkin belum lengkap, ini membuat sulit mengatakan apakah ujung tulang telah rusak atau mengalami deformasi. Lebih muda si anak lebih kecil bagian epifisis yang kelihatan sehingga lebih sukar menegakkan diagnosis maka perbandingan dengan sisi yang normal dapat sangat membantu. Tanda-tanda yang memberi petunjuk adalah pelebaran dari celah fisis , ketidaksesuaian sendi atau miringnya poros epiphysis. Kalau terdapat pergeseran yang nyata diagnosinya jelas, tapi fraktur tipe IV sekalipun mula-mula dapat sedikit pergeserannya sehingga garis fraktur sulit dilihat dan kalau terdapat kecurigaan yang sedikitpun mengenai adanya fraktur fisis, pemeriksaan ulang sinar X setelah 4 atau 5 hari perlu dilakukan.3,5
B. PENANGANAN
Fraktur yang tidak bergeser dapat diterapi dengan membebat bagian itu dalam gips atau suatu slab gips yang ketat selama 2-4 minggu (tergantung tempat cedera dan anak umur itu). Tetapi pada fraktur tipe 3 dan tipe 4 yang tak bergeser, pemeriksaan sinar X setelah 4 hari dan sekali lagi sekitar 10 hari kemudian wajib dilakukan agar pergeseran yang terjadi belakangan tidak terlewatkan.
Pada tipe I reduksi tertutup tidak sulit karena perlekatan periosteal utuh disekitar lingkarannya dan kemudian dibebat dengan erat selama 5-6 minggu. Prognosis untuk masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh suplai darah pada epiphysis, dimana biasanya pada tempat selain epiphysis femoral femoral proximal dan epiphysis radial proximal.1,5
Pada tipe II reduksi tertutup relatif mudah didapatkan begitu juga dengan perawatannya karena engsel periosteal utuh dan potongan metaphysis terlindung selama reduksi. Prognosis selama perkembangan yang sempurna dengan suplai darah pada epiphisis adalah baik, yang hampir selalu berada pada tempat dimana fraktur type II terjadi.1,5
Penanganan pada tipe III membutuhkan reduksi anatomis yang sempurna. Dapat dilakukan usaha untuk mencapai hasil ini dengan manipulasi secara pelan-pelan dibawah anestesi umum, kalau ini berhasil tungkai ditahan dengan gips selama 4-8 minggu. Kalau tidak dapat direduksi dengan tepat dengan manipulasi tertutup, reduksi terbuka biasanya dibutuhkan segera untuk mengembalikan permukaan sambungan normal yang sempurna. Tungkai kemudian dibebat selama 4-6 minggu, tetapi diperlukan waktu selama itu lagi sebelum anak siap untuk melanjutkan aktivitas tanpa batasan. Prognosis untuk pertumbuhan adalah suplai darah yang baik yang diberikan pada bagian epiphysis yang terpisah.1,5
Penanganan tipe IV yaitu reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan kawat Kirschner diperlukan dimana tidak hanya untuk mengembalikan permukaan sambungan normal tetapi juga untuk mendapatkan pengembalian posisi piringan epiphyseal, kecuali jika permukaan patah piringan epiphyseal dibiarkan tereduksi maka penyembuhan patahan tulang terjadi sepanjang piringan tersebut dan selanjutnya memberikan pertumbuhan longitudinal yang tidak mungkin. Prognosis untuk pertumbuhan pada tipe IV ini jelek kecuali jika reduksi sempurna dicapai dan terjaga.1,5
Karena epiphysis tersebut biasanya tidak tergeser, diagnosis fraktur tipe V sulit untuk dilakukan. Beban ringan harus diabaikan paling tidak tiga minggu dengan harapan untuk menjaga tekanan selanjutnya pada epiphyseal. Prognosis fraktur tipe V kurang diperhatikan karena gangguan pertumbuhan hampir tidak terlihat.1,5
Dari penanganan diatas dapat dikatakan bahwa luka yang melibatkan piringan epiphyseal harus dirawat dengan hati-hati dan secepatnya. Fraktur tipe I dan II hampir dapat selalu dirawat dengan reduksi tertutup. Fraktur tipe III biasanya membutuhkan reduksi terbuka dan tipe IV selalu membutuhkan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Periode immobilisasi yang dibutuhkan pada fraktur tipe I, II, dan III hanya setengah dari yang dibutuhkan untuk patah tulang mataphysis pada tulang yang sama pada anak dengan usia yang sama. Selanjutnya perlu diteliti secara klinis dan radiologi dengan cemat dalam interval yang teratur paling tidak satu tahun dan kadang lebih untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan. 1,5
C. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memperkirakan prognosis fraktur piringan epiphyseal pada anak antara lain:1
1. Tipe fraktur.
Prognosis untuk masing-masing dari kelima tipe klasifikasi fraktur piringan epiphyseal telah dibahas diatas.
2. Usia anak.
Anak dengan usia yang lebih muda pada saat mengalami fraktur akan mempunyai gannguan pertumbuhan yang lebih besar.
3. Suplai darah pada epiphysis
Gangguan suplai darah pada epiphysis berhubungan dengan prognosis jelek.
4. Metode Reduksi
Manipulasi yang sangat besar pada epiphysis yang tergeser dapat merusakan piringan epiphyseal tersebut dan oleh karenanya dapat meningkatkan gangguan pertumbuhan.
5. Luka terbuka atau tertutup
Fraktur piringan epiphyseal terbuka dapat mengakibatkan infeksi yang pada akhirnya akan merusak piringan tersebut dan mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan sebelum waktunya.
KESIMPULAN
1. Salter Haris merupakan jenis patah tulang yang sering terjadi pada anak-anak yaitu patah tulang yang melibatkan cedera piringan epiphyseal.
2. Fraktur piringan epiphyseal Salter Haris berdasarkan pada mekanisme fraktur dan juga hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan epiphyseal diklasifikasikan dalam 5 type.
3. Penanganan tipe I dan II dengan reduksi tertutup, tipe III dengan reduksi terbuka dan tipe IV dengan reduksi terbuka dan fiksasi internal.
4. Tipe V diagnosanya sulit ditegakkan karena epiphisis biasanya tidak bergeser. Penanganannya dengan mengurangi tekanan paling tidak selama tiga minggu.
5. Prognosis fraktur piringan epiphyseal pada anak tergantung pada tipe fraktur, usia, suplai darah pada epiphysis, metode reduksi, dan luka terbuka atau tertutup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley G., Solomon L., 1993, apley’s System of Orthopedies and Fractures, 7th edition: 432 – 438, Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford.
2. De Jong W., Sjamsuhidajat R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi : 1140, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Moore W., 2003, http//www. eMedicine - Salter-Harris Fractures Article,.htm
4. National Institutes of Health, 2001, http//www. Epiphyseal Plate Injury – Questions and Answers About Growth Plate Injuries. htm
5. Nugroho E., 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, ED. 7, hal 281-282, Widya Medika, Indonesia.
6. Terrell WD., 2001, What is a fracture?Fracture Description and Classification, Hughston Sport Medicine foundation, Auburn, Alabama.