Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa ini. Di Amerika Serikat, diperkirakan leukemia merupakan 2,7 persen dari semua penyakit keganasan yang terdiagnose dan 3,7 persen penyebab kematian akibat keganasan. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan. ( 1 )
Leukemia pertama kali diketahui sebagai suatu penyakit “darah putih” oleh Bannet dan Virchoe pada tahun 1845. Secara umum, leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang berbeda dari normal, jumlahnya berlebihan dan oleh karena menginfiltrasi sumsum tulang dapat menyebabkan anemia, trombositopenia atau granulositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Kematian sering terjadi karena perdarahan akibat trombositopenia, atau infeksi karena granulositopenia. ( 2 )
Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Dengan kemajuan pengobatan akhir-akhir ini, penderita LLA dapat hidup lebih lama lagi daripada penderita LMK. Jadi pembagian akut dan kronik tidak lagi mencerminkan lamanya harapan hidup. Pembagian ini masih menggambarkan kecepatan timbulnya gejala dan komplikasi. ( 2 )
Leukemia akut dibagi menjadi 2 macam yaitu LMA (Leukemia Mieloblastik Akut) dan LLA (Leukemia Limfoblastik Akut). Perbedaan antara LMA dan LLA terutama sekali pada usia penderita dimana pada LLA lebih banyak diderita oleh anak-anak ± 80 %, sedangkan pada LMA lebih banyak diderita oleh orang dewasa ± 80 %. ( 1 )
Insidensi LMA diperkirakan 2 sampai 3 per 100.000 penduduk dalam satu tahun ( 2 ). Di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo/FK UI periode 1973-1974 terdapat 15 kasus LMA dari 21 kasus LMA ( 3 ). Di RS Dr. Soetomo/FK UNAIR Surabaya dilaporkan kasus LMA sebanyak 22 kasus selama periode 1978-1983 ( 4 ). Di RSUP Dr. Sardjito/FK UGM Yogyakarta dilaporkan bahwa LMA menduduki urutan ke 6 dari 10 kelompok besar kasus keganasan. Menurut laporan tersebut didapat 16 kasus LMA dari 246 kasus keganasan utama di RSUP Dr. Sardjito selama tahun 1989 ( 5 ).
Leukemia masih merupakan penyakit yang sampai sekarang belum dapat diobati dengan hasil yang memuaskan. Pengobatan terhadap leukemia pada garis besarnya bertujuan untuk mencapai remisi dan selanjutnya mempertahankan remisi itu selama mungkin. ( 6 )
II.1. Definisi
- Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. ( 2 )
- Leukemia adalah suatu kelompok neoplasma hematogenous yang muncul dari transformasi sel-sel hematopoetik yang ganas, sel-sel leukemia berproliferasi terutama dalam sumsum tulang dan jaringan limfoid, mengganggu hematopoisis dan immunitasi normal. ( 7 )
- Leukemia mieloblastik akut adalah proliferasi sel-sel mieloid, akibat gagalnya sel-sel ganas untuk matang lebih dari tahap mieloblastik atau promielosit. ( 7 )
- Leukemia mieloblastik Akut adalah satu penyakit keganasan sumsum tulang yang mempunyai tnada khas berupa gangguan diferensiasi sel-sel mieloid. Sel-sel leukemia ini diblokade pada tahap maturasi menjadi bentuk yang bervariasi. ( 8 )
II.2. Etiologi
Etiologi leukemia tidak diketahui dengan pasti, namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang diduga memegang peranan.
Faktor instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik (lingkungan), yaitu ( 3 ) :
a. Faktor Instrinsik
- Keturunan dan Kelainan Kromosom
Leukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada saudara kembar identik penderita leukemia akut, demikian pula pada suadara lainnya, walaupun jarang. Pendapat ini oleh Price atau Wilson (1982) yang menyatakan jarang ditemukan leukemia Familial, tetapi insidensi leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak yang terserang dengan insiden yang meningkat sampai 30 % pada kembar identik (monozigot). ( 10 )
Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas kromosom (anemia fancori) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal seperti pada sindrom Duwa, sindrom klinefelter dan sindrom turner. ( 9 )
- Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum Tulang
Sistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit. Hipoplasia dari sumsum tulang mungkin sebagai penyebab leukemia. ( 11 )
b. Faktor Ekstrinsik
- Faktor Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidensi leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung), penderita dengan pembesaran kelenjar tymus, Ankylosing spondilitis dan penyakit Hodgkin yang mendapat terapi radiasi. Diperkirakan 10 % penderita leukemia memiliki latar belakang radiasi ( 11 ). Sebelum proteksi terhadap sinar rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar. Penduduk Hiroshima dan Nagasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LMK sampai 20 kali lebih banyak ( 2 ). Demikian pula pada penderita ankylosing spondilitis yang diobati dengan sindar radioaktif lebih dari 2000 rads mempunyai insidensi LMA 14 kali lebih banyak. ( 11 )
- Bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan leukemia akut pada binatang dan manusia. Remapasan Benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan leukemia. Penelitian Akroy et al (1976) telah membuktikan bahwa pekerja pabrik sepatu di Turki yang kontak lama dengan benzen dosis tinggi banyak yang menderita LMA ( 12 ). Kloramfenikol dan fenilbutazon diketahui menyebabkan anemia aplastik berat, tidak jarang diketahui dikahiri dengan leukemia, demikian juga dengan Arsen dan obat-obat imunosupresif. ( 11 )
- Infeksi Virus
Virus menyebabkan leukemia pada beberapa dirating percobaan di laboratorium. Peranan virus dalam timbulnya leukemia pada manusia masih dipertanyakan. Diduga yang ada hubungannya dengan leukemia adalah Human T-cell leukemia virus (HTLV-1), yaitu suatu virus RNA yang mempunyai enzim RNA transkriptase yang bersifat karsinogenik ( 13 ).
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Timbulnya leukemia dipengaruhi antara lain oleh umur, jenis kelamin, strain virus, faktor imunologik serta ada tidaknya zat kimia dan sinar radioaktif. Sampai sekarang tidak atau belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Walaupun demikian ada beberapa hasil penelitian yang menyokong teori virus sebagai penyebab leukemia, antara lain enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalan virus onkogenik seperti retrovirus tipe-C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang. ( 2 )
II.3. Insidensi, Umur dan Jenis Kelamin
II.3.1. Insidensi
Dari hasil penelitian Waler House et al (1982) bahwa insidensi LMA di negara Kanada, AS, Denmark dan Eropa adalah sekitar 2-3 per 100.000 penduduk ( 1 ). Di bagian Penyakit Dalam RSCM – FKUI pada tahun 1982 ada 38 kasus dan pada tahun 1983 ada 43 kasus ( 2 ).
II.3.2. Umur
LMA dapat mengenai semua umur. Namun rata-rata umur bagi penderita LMA adalah antara 50-60 tahun, serta puncak tertinggi insidensi LMA terdapat pada dekade ke-6. ( 8 )
Dari beberapa penelitian dilaporkan LMA sering ditemukan pada umur dewasa (85 %) daripada anak-anak (15 %). ( 2 )
II.3.3. Jenis kelamin
Pada umumnya, semua tipe leukemia termasuk LMA insidensinya lebih tinggi pada penderita laki-laki daripada wanita. Namun begitu, jumlah penderita laki-laki tidak berbeda jauh dari wanita sehingga ratio laki-laki dan wanita adalah 1 : 1. ( 9 )
II.4. Klasifikasi ( 1 ) ( 11 ) ( 14 )
Berdasarkan French – American – British System (FAB), yaitu klasifikasi morfologis yang didasarkan pada diferensiasi sel dari pematangan sel-sel leukemia predominan di dalam sumsum tulang, serta didasarkan pula pada penelitian sitokimiawi, LMA dibagi :
a. Leukemia Myeloblastik Akut diferensiasi minimal
b. Leukemia
c. Leukemia Mieloblastik Akut dengan Maturasi (M2)
Berbeda dengan M1 pada leukemia tipe M2 ini ditandai dengan banyaknya granulosit yang matang. Leukemia jenis ini diderita oleh sekitar 40% dari seluruh penderita LMA.
d. Leukemia Promielositik Akut (M3)
Pada leukemia tipe M3 ini ditandai dengan diferensiasi granulosit disertai promielosit hipergranular yang dikaitkan dengan disseminated intravaskular coagulation (DIC), sehingga pada leukemia tipe M3 terdapat manifestasi perdarahan seperti : hemoptisis, hematuria, perdarahan vagina, melena, hematemesis, dan perdarahan pulmonasi dan intrakranial. Perdarahan ini disebabkan trombositopeni atau DIC.jenis ini ditemukan ± 10% kasus dari seluruh kasus LMA.
e. Leukemia Mielomonositik Akut (M4)
Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel leukemia yang dominan mieloblas dan monosit di dalam darah dan sumsum tulang. Pada pemeriksaan klinis hampir sama dengan leukemia M1 – M3, tetapi menunjukkan gejala infiltra ekstramedular yang lebih tinggi seperti pada gingiva yang menyebabkan hipertrofi gingiva, kulit ataupun sistem saraf pusat dengan gejala pusing, nausea, vomitus dan kadang-kadang perdarahan intracranial.
f. Leukemia Monositik Akut (M5)
- MSa : leukemia monositik akut, kurang berdiferensiasi
- MSb : leukemia monositik akut, berdiferensiasi baik.
Leukemia tipe M5 ditandai dengan tingginya prevalensi tumor ekstramedular pada kulit, gingiva, mata, laring, lambung, rectum dan berbagai tempat lain. Hepatomegali dan splenomegali juga banyak terjadi dibandingkan dengan jenis leukemia yang lain. Leukemia tipe M5 ditemukan ± 10% dari seluruh kasus LMA dan sering pada anak-anak atau dewasa muda.
g. Leukemia Eritrositik Akut (M6)
Anemia dan trombositopenia pada semua kasus, umumnya dapat ditemukan kenaikkan jumlah leukosit. Sel darah merah terlihat anisositosis, poikilositosis, anisokromia dan basofilik. Pada sumsum tulang yang dominan mieloblas dan eritroblas, eritroblas sangat abnormal dengan banyaknya nukleus raksasa, bercabang dan tersebar. Tipe ini sekitar 5% dari seluruh kasus LMA.
h. Leukemia Megakariositik Akut (M7)
Pada pemeriksaan pasien terlihat lemah, lesu dan adanya perdarahan serta anemia dan leukopenia. Limfadenopati atau hepatosplenomegali sangat jarang ditemukan pada saat didiagnosis. Tingginya angka sel blast dan leukosit merupakan tanda keadaan yang sudah lanjut. Platelet mungkin normal atau mengalami kenaikkan pada saat diperiksa. Pada banyaknya kasus aspirasi sumsum tulang yang berhasil karena sumsum mengalami fibrosis. Pada biopsi sumsum dapat ditemukan sel blast yang kecil atau yang besar atau bahkan keduanya dan banyak sel megakariosit. Dari seluruh tipe LMA hanya 5 % saja termasuk tipe ini.
II.5. Manifestasi Klinik
II.5.1. Gejala
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan ( 13 ). Sekitar 90 % mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosa LMA dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia. ( 12 ), ( 15 )
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap LMA. Umumnya demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain. ( 13 ), ( 15 )
c. Fenomena perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia. ( 13 )
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama.
Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan. ( 13 ), ( 1 )
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita LMA ( 12 ). Rasa nyeri ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang mengakibatkan terjadi infark tulang. ( 15 )
II.5.2. Kelainan Fisik
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom cardiorespiratorius seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina. ( 15 )
b. Pembesaran organ-organ
Walaupuan jarang didapatkan dibandingkan LLA, pembesaran massa abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita LMA. Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark. ( 13 )
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe LMA tertentu, misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi ini akibat infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian MSa, 50 % MSa dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe LMA yang lain. ( 15 )
d. Sternal tenderness
Kelainan fisik ini didapatkan pada kira-kira dua per tiga kasus LMA ( 12 ), ( 14 ). Kelainan ini juga disebabkan infiltrasi sel-sel leukemik, terutama di tempat produksi sumsum tulang ( 15 ).
II.5.3. Kelainan Laboratium
a. Angka Leukosit
Pada umumnya, angak leukosit meningkat pada sebagian besar penderita LMA, tetapi angka leukosit juga bisa normal atau turun. Didapati angka leukosit bervariasi antara kurang dari 1000 hingga 100.000 per mm3. ( 12 )
Pada angka leukosit normal atau turun, ini dinamakan sub leukemik leukemia, dimana masih dapat ditemukan sel blast dalam darah tepi. ( 13 )
b. Sel Blast darah tepi
Sel blast meningkat dalam darah tepi pada penderita LMA. Jumlah sel blast dapat bervariasi dari nol hingga 200 x 109 / 1 median antara 15 – 20 x 109/1. ( 15 )
Pada umumnya, ada korelasi antara jumlah sel blast dalam darah dan sumsum tulang dengan pembesaran lien atau manifestasi infiltasi sel leukemik lain. ( 13 ), ( 14 )
Bilamana didapati tiada sel blast dalam darah tepi dinamakan aleukemik leukemia. Keadaan ini bisa ditemukan ± 5% penderita LMA. ( 13 )
c. Angka trombosit
Trombositopenia sebagai akibat infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia ditemukan pada kebanyakan penderita. Pada keadaan yang sangat jarang ada ditemukan trombositosis. ( 13 )
d. Sel eritrosit
Anemia normositik normokromik ditemukan pada sebagian besar penderita LMA. Dalam apusan darah tepi juga didapatkan eritrosit bernukleus serta retikulositopenia. Anemia terjadi sebagai akibat gangguan produksi sel dalam sumsum tulang yang diakibatkan oleh infiltrasi sel-sel leukemia pada sumsum tulang. ( 13 ), ( 15 )
e. Sumsum tulang
Biasanya sumsum tulang dalam keadaan hiperseluler, dimana kepadatan sel-sel meningkat. Pada pemeriksaan mikroskopik sel-sel blat (mieloblast) dominan, jumlah megakariosit dan sel-sel normoblast sangat menurun. Bila dilakukan biopsi dan pengecatan retikulum akan didapatkan myelofibrosis ini dapat diperhatikan pada dua per tiga kasus LMA. ( 13 )
f. Asam urat darah
Pada kira-kira separuh kasus LMA, dapat ditemukan asam urat darah meningkat dan begitu juga pada ekskresi asam urat dalam urin, tetapi jarang menimbulkan simptom gout. ( 13 )
g. Protein darah
Protein darah biasanya berubah. Hiper gamma globulin yang difus didapatkan pada kebanyakan penderita, sedangkan albumin selalu normal waktu diagnosis dan menurut bila lanjut. Beta globulin biasanya naik dan umumnya kenaikkan alfa globulin didapatkan pada keadaan demam atau infeksi. Protein pengikat vitamin B12 bisa meningkat dalam darah pada penderita LMA khususnya bila ditemukan leukositosis. Protein pengikat asam folat meningkat bagi beberapa penderita, terutama pada leukemia mielomonoblastik. ( 13 )
II.6. Terapi
Tujuan pengobatan pada LMA adalah untuk mengurangi simptom, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup (survival). Terapi yang efektif bagi penderita LMA adalah terapi induksi remisi untuk mengusahakan remisi komplit. Namun hail pengobatan LMA belum memuaskan. Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-70 %, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10 % ( 2 ). Adapun terapi bagi penderita LMA meliputi :
a. Kemoterapi
Untuk mencapai remisi komplit pada LMA lebih baik digunakan kombinasi 2-3 kombinasi daripada sitostatika tunggal. Kombinasi obat yang paling banyak digunakan adalah Daunorobicin, cytosine arabinose dan thioquinine. Terapi induksi remisi dapat juga digunakan cytosine arabinose dan daunorobicin. Kombinasi umumnya cytosine arabinose diberikan 100 mg/m2/infus kontinyu selama 7 hari, dan Daunorobicin diberikan 45 mg/m2/iv hari I – III (CD 7-3). Bila dengan terapi induksi remisi terjadi remisi komplit, setelah satu bulan dilakukan terapi konsolidasi dengan obat dan cara yang sama. cyTosine Arabinose 5 hari dengan Daunorobicin 2 hari (CD 5-2), terapi CD 5-2 diualng 2-3 kali. Bila setelah terapi konsolidasi tetap remisi komplit, satu bulan kemudian terapi intensifikasi 2-3 kali dengan :
1. Cytosine Arabinose 100 mg/m2/infus kontinyu 5 hari
2. Daunorobicin 45 mg/m2/IV hari I – III
3. Vincristin 1,4 mg/m2 pada hari I
4. Prednison 1 mg/kgBB/hari I – V. ( 1 )
b. Radioterapi
c. Transplantasi sumsum tulang