Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ – organ lain.
Trauma – trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.
Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, trauma secara langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu sedangkan trauma tidak langsung terjadi bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
A. Fraktur Femur
II.1 Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur terbuka.
II.2 Epidemiologi
Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam pengolahan komputer, telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990). Angka pertama menunjukkan tulang yaitu :
- Humerus
- Radius/Ulna
- Femur
- Tibia/Fibula
Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu :
- Proksimal
- Diafiseal
- Distal
- Maleolar
Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.
II.3 Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
- Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai terpisah
- Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan berulang – ulang.
- Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget )
II.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
- Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
- Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
- tertutup
- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
· Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
· Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
· Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak – anak)
e. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
II.5 Gambaran Klinik
· Riwayat
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.
· Tanda – tanda umum :
Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk mencari bukti ada tidaknya
1. Syok atau perdarahan
2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera
3. Penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget)
· Tanda – tanda lokal
a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.
II.6 Diagnosis
· Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan
· Pemeriksaan fisik :
- Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
- Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
- Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis dan tulang belakang.
II.7 Komplikasi
a. Early :
· Lokal :
- Vaskuler : compartement syndrome
Trauma vaskuler
- Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer
· sistemik : emboli lemak
- Crush syndrome
- Emboli paru dan emboli lemak
b. Late :
- Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal
- Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal
- Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu
- Kekakuan sendi/kontraktur
II.8 Penatalaksanaan
- Terapi konservatif :
- Proteksi
- Immobilisasi saja tanpa reposisi
- Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
- Traksi
- Terapi operatif
- ORIF
Indikasi ORIF :
- Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
- Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
- Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore
- Tindakan debridement dan posisi terbuka
II.9 Penyembuhan fraktur :
- Fase Peradangan :
Pada saat fraktur ada fase penjendalan dan nekrotik di ujung atau sekitar fragmen fraktur, proses peradangan akut faktor eksudasi dan cairan yang kaya protein ini merangsang lekosit PMN dan Makrofag yang fungsinya fagositosis jendalan darah dan jaringan nekrotik
- Fase Proliferasi :
Akibat jendalan darah 1 – 2 hari terbentuk fibrin yang menempel pada ujung – ujung fragmen fraktur, dimana fibrin ini berfungsi sebagai anyaman untuk perlekatan sel – sel yang baru tumbuh sehingga terjadi neovaskularisasi dan terbentuk jaringan granulasi atau procallus yang semakin lama semakin memadat sehingga terjadi fibrocartilago callus yabg bertambah banyak dan terbentuklah permanen callus yang tergantung banyak atau sedikitnya celah pada fraktur.
- Fase Remodelling
Permanen callus diserap dan diganti dengan jaringan tulang sedangkan sisanya direabsorbsi sesuai dengan bentuk dan anatomis semula.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara Medisina FK UI< Jakarta, 1987.
2. Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim de Jong, EGC, Jakarta, 1997.
3. Apley, Dalam Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor : Edi Nugroho 1999.
4. Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston. Editor : dr. Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994.
5. Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor : Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC, Jakarta, 1995.
6. Rasjad C., Pengantar Ilmu Beadh Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung Pandang, 1992.