Kamis, 23 April 2009

GENERASI NAN HILANG

Generasi nan hilang (lost generation) disini , bukanlah berarti sebagai suatu proses genocide sehingga hilangnya suatu generasi atau etnis karena proses pembunuhan, perperangan atau sebagainya. Lost generation yang kami maksud adalah hilangnya kesempatan yang diraih oleh generasi karena tidak mampu bersaing. Ketidak mampuan bersaing ini karena tidak mempunyai kualitas intelektual (brain development) yang baik.

Apakah ini bisa terjadi di Negara Indonesia tercinta?
Jawabnya sangat bisa terjadi apabila kita tetap tidak peduli dalam menjaga kualitas sumber daya manusia yang baik sejak dari dalam kandungan, atau sejak pembuahan terjadi.
Kenapa kita harus menjaga kualitas sumber daya manusia yang baik? Karena manusia yang baik mampu mengelola semua sumber daya, baik itu alam, modal dan peluang.
Satu pertanyaan lagi, mengapa kita perlu membangun sumber daya manusia? Kemajuan suatu negara 80% di tentukan oleh Sumber Daya Manusianya, sumber daya alam hanya berperan sebanyak 20 %. Kalau kita menoleh ke negara tetangga Singapore, atau lebih jauh negara Jepang yang secara geografis rentan terhadap bencana alam, kenapa mereka bisa maju? Itu semua karena memiliki komitmen untuk membangun sumber daya manusia yang mereka miliki. Kalau kita menginvestasikan suatu kekayaan hanya untuk pembangunan, investasi itu mempunyai suatu waktu yang terbatas, tetapi kalau investasi sumber daya manusia sejak dini jauh lebih besar dari investasi lainnya.

Konsep dasar pembangunan sumber daya manusia.

Dasar dari pembangunan sumber daya manusia adalah kesejahteraan penduduk. Rendahnya kesejahteran akan berdampak sebagai suatu lingkaran yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya.
Penduduk yang prasejahtera, berdampak terhadap tingkat pendidikan yang dilaluinya. Pendidikan masyarakat terutama kaum wanita sangat berpengaruh terhadap kesehatan dirinya. Data Indonesia saat ini menunjukan angka anemia pada ibu hamil masih 70 %, Perdarahan dalam kehamilan (hemoragic ante partum dan post partum) masih tinggi. Angka kematian ibu hami (MMR) 390 dari 100.000 persalinan (tertinggi di ASEAN). Otomatis kesehatan wanita ini berdampak terhadap kualitas kesehatan anaknya, berat badan bayi lahir rendah masih sekitar 16% dari seluruh kelahiran hidup, dari setiap 1000 kelahiran, 48 bayi meninggal sebelum ulang tahun pertamanya (tertinggi di ASEAN) belum lagi kekurangan kalori protein, ISPA dan diare. Sehingga angka IMR masih 45. Rentetan ini bergulir ke situasi saat balita. Kesehatan Balita juga menunjukan KKP (kurang kalori protein) 30%, AKABA 52/1000, GAKI 14% sehingga melemahkan fondasi dan kemampuan otak saat memasuki usia sekolah. Lebih dari 50% persalinan belum ditangani oleh tenaga profesional. Problem di usia sekolah juga setali mata uang, problem KKP, anemia, gizi otomatis akan berdampak terhadap kualitas pendidikan yang dilaluinya. Terdapat 15 % anak usia 6-15 tahun tidak sekolah, sehingga 7 % dari penduduk Indonesia yang laki-laki dewasa dan 15 % perempuan dewasa tidak bisa membaca dan menulis.

Indeks Pembangunan Manusia.

Pembangunan manusia sejak dini adalah tantangan, kunci keberhasilan dan kewajiban dalam pembangunan nasional dan daerah. Berdasarkan data UNDP tahun 2005, kedudukan Indonesia dalam urutan Indek pembangunan Manusia (IPM), adalah urutan ke 110 dari 191 negara di dunia. Untuk Asia tenggara pun posisi kita di bawah Vietnam dan satu urut di atas negara yang sedang bergolak Myanmar, sebagai mana data berikut ini:

Walaupun pada tahun 2006, IPM Indonesia meningkat menjadi 69,7 dan menggeser Vietnam pada posisi 108, terus diperkuat dengan data 2007 dengan IPM 72,8. Tetapi masih berada diluar 100 besar, dengan nilai tertinggi IPM dunia adalah Negara Norwegia 96,5. Untuk Asia yang tertinggi Jepang dengan nilai 94,9 dan Asia Tenggara masih dipegang oleh Singapore dengan nilai 91,6 pada posisi 25.
Indeks pembangunan manusia dilihat dari umur harapan hidup, angka melek huruf dan pendapatan perkapita.
Berbicara mengenai umur harapan hidup, maka peran kesehatan sangat sangatlah besar disini. Sedangkan angka melek huruf adalah peran pendidikan. Apabila kedua bidang ini dikaitkan maka akan tercapailah manusia yang sehat dengan ilmu pengetahuan yang baik sehingga pendapatan secara ekonomi dapat meningkat.
Kalau kita berbicara sebaliknya, pembangunan sumber daya manusia itu dimulai dari manakah?
Pembangunan manusia harus dimulai dari awal manusia itu sendiri, yaitu selagi masih dalam kandungan, agar sicalon manusia itu dapat tumbuh dengan baik, maka calon ibu harus mempunyai pendidikan yang baik tentang kesehatan, sehingga bisa memberikan asupan gizi bagi bayinya. Bayi yang mempunyai gizi yang baik akan dapat bertumbuh dengan baik demikian juga dengan otaknya. Otak yang berkembang baik inilah yang akan menjadikan manusia mempunyai Intelligence Quotient dan Emotional Quotient yang baik.

Hubungan dengan Indeks pembangunan manusia Indonesia.

Apabila kesehatan ibu dan anak rendah akan berdampak terhadap kualitas pendidikan yang akan di tempuh oleh anak-anak Indonesia, baik pendidikan dasar ataupun pendidikan lanjutan, sehingga berpengaruh terhadap kualitas tenaga kerja yang dihasilkan. Tenaga kerja yang tidak maksimal otomatis akan berdampak terhadap pendapatan perkapita, sehingga kembali lagi pada kondisi kesejahteraan masyarakat tadi, yang otomatis bisa kita katakana sebagai suatu tatanan social ekonomi.

Tantangan ke depan.

Millennium Development Goals (MDGs)
Pada tahun 2000, pertemuan 186 kepala Negara Prihatin terhadap tingginya kemiskinan di dunia. Disepakati untuk menurunkan angka ini sebanyak 50%, sehingga dimintalah para pakar untuk mencarikan problem permasalahan dan solusi yang akan di lakukan, dan dilahirkanlah MDG-2015 (world summit, September 2000) dengan 8 langkah sebagai berikut:

1. Kemiskinan dan kelaparan di turunkan 50%.
2. Pendidikan universal (net enrollment 100%)
3. Kesetaraan gender (rasio pendidikan laki/perempuan 100%)
4. Menurukan kematian ibu (2/3 keadaan tahun 1999)
5. Menurunkan kematian bayi (2/3 keadaan tahun 1999)
6. Pemberantasan Malaria,TBC,HIV/AIDS, dll.
7. Kelestarian lingkungan dan akses air bersih (yang tidak dapat akses air bersih turun 50%)
8. Kemitraan global dalam pembangunan.

Dari item di atas terlihat, masalah kesehatan dan pendidikan adalah komponen yang mendominasi penyebab kegagalan sebuah pembangunan. Kegagalan pembangunan akan berdampak terhadap kerugian ekonomi dan sosial.
Kalau kita fokuskan saja masalah kesehatan dan pendidikan ; kerugian ekonomi jangka pendek yang mungkin terjadi adalah tingginya biaya kesehatan rumah tangga, sehingga juga berdampak tingginya biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan tempat kerja. Dengan sakit seorang warga akan berdampak terjadinya kehilangan waktu produktif. Untuk jangka panjangnya akan berpengaruh terhadap anggaran pendidikan yang mubazir, sehingga mutu tenaga kerjanya juga rendah, dan hanya bisa sebagai tenaga kerja kasar. Kondisi ini semua berdampak economic growth yang lamban dan daya saing pasar global yang rendah.
Dampak sosial yang mungkin terjadi, adalah pruduct instant untuk memenuhi kebutuhahan keluarga, memanfaatkan tenaga anak-anak untuk kerja (child labor) atau bahkan prostitusi anak dan sebagainya. Kondisi ini semua terjadi karena bertambahnyta pengangguran, tingginya kriminalitas sehingga menimbulkan konflik sosial.

Dari tadi tulisan ini bercerita panjang, lebar tapi belum terjawab apa sih yang dimaksud dengan lost generation?

Lost generation di sini adalah hilangnya kesempatan generasi mendatang Indonesia untuk bersaing dalam suatu kompetesi global, karena tidak mempunyai kemampuan intelektual yang baik. Kondisi ini terjadi karena kekurangan gizi dan kesehatan yang buruk, sehingga otak tidak dapat berkembang sebagai mana mestinya (irreversible loss of opportunity).
Untuk lebih mendapat pemahaman tentang peran gizi dan kesehatan dalam membentuk sebuah generasi, dapat dilihat diagram berikut:
Pakar kesehatan anak, menyatakan usia krusial dalam proses perkembangan otak anak adalah usia bawah lima tahun (balita). Kalau pada usia ini tidak mendapatkan asupan energi dan protein yang optimal otomatis sel-sel otaknya tidak berkembang dengan baik. Anak-anak yang berperan sebagai pasien kekurangan gizi inilah kelak ketika dewasa berkompetisi dalam kehidupan hanya mengandalkan otot (itupun kalau kuat), karena otaknya sewaktu kecil tidak mendapat kebutuhan yang essensial. Generasi inilah yang kita istilahkan sebagai lost generation, generasi yang tidak mampu berkompetisi karena tidak competent. Ini terjadi karena dia lahir dari ibu yang tidak memahami kesehatan dirinya. Ibu itu melakukan bukan karena keinganannya, atau kemalasannya sehingga anak-anaknya terabaikan, tetapi tuntutan ekonomi yang berat sehingga pilihan pertama apakah bisa makan hari ini, untuk besok dipikirkan esok hari lagi. Semua nya ini, bukan karena salah ibu itu sendiri, semua yang berada di sekitarnya berperan terhadap kegagalan ini, tenaga kesehatan di Puskesmas dengan posyandu, imunisasi dan sebagainya. Walikota/Bupati dengan janji-janjinya saat pilkada ataupun pemerintah pusat dengan kebijakannya dalam menyusun anggaran kesehatan memberikan kontribusi untuk terjadinya lost generation. Sekarang bagaimanakah mengantisipasi supaya jangan terjadi semuanya ini di negara kita tercinta.
Kesehatan adalah hak azasi manusia. Investasi kesehatan ibu dan anak adalah wujud dari komitment terhadap hak azasi manusia itu.
Investasi kesehatan ditambah dengan pendidikan ibu dan anak, akan berdampak terhadap perkembangan pertumbuhan emosional dan intelektual seorang anak, sehingga proses dan hasil pendidikan akan lebih baik. Pendidikan yang baik, akan menelorkan tenaga kerja yang berkualitas, sehingga otomatis akan menciptakan kemandirian ekonomi.
Kemandirian ekononi, akan berdampak terhadap income percapita, dan seterusnya pasti akan menyokong perekonomian daerah yang semakin terpacu. Ekonomi daerah yang baik, akan merubah pembangunan yang ekstraktif ke pembangunan innovatif maka kesejahteraan sosial akan membaik dan kriminalitas akan menurun, lost generation bisa dihindari.

Bagaimana dengan propinsi Sumatera barat?

Secara umum, berdasarkan Indeks pembangunan Indonesia 2003, Sumatera Barat masih berada di posisi delapan diantara 30-an propinsi di Indonesia. Berada di bawah Sumatera Utara, tetapi masih diatas Jambi dan Sumatera Selatan yang mempunyai sumber daya alam yang kaya. Tetapi prevalensi gizi buruk dan kurang, di Sumatera Barat menjadikan problem yang serius dihadapi.
Data menunjukan 25,42 % anak balita di Sumatera Barat tahun 2003 masih digolongkan dalam kriteria gizi buruk dan kurang. Dampak kekurangan gizi ini untuk jangka pendek adalah terjadinya gejala Kurang Kalori Protein, sehingga si anak akan rentan sekali terhadap penyakit. Kalau dalam waktu tertentu selalu sakit otomatis akan menganggu fase pertumbuhan, gangguan dalam proses belajar, sehingga suatu saat nanti juga akan berdampak terjadinya generasi yang tidak mepunyai intelektualitas yang baik.

Reference:
Laura Mayanda, Dr. MKes, Ascobat Gani, Prof. Dr, PhD; Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,

Mulyadi Muchtiar
Andalas Center; Direktorat Kebijakan Pendidikan dan Kesehatan.