INFEKSI LUKA OPERASI / ILO / WOUND INFECTION
Infeksi luka operasi dapat terjadi tergantung banyak hal misalnya 1) jenis operasi yang dikerjakan. Pada operasi dengan jenis ‘contaminated’ / yang tercemar – terkontaminasi tentu saja resiko infeksi nya jauh lebih besar dibandingkan jenis operasi ‘bersih’. Contoh, operasi usus buntu dengan kondisi usus buntu yang sudah bernanah, sudah pecah tentu resiko infeksi yang terjadi jauh lebih besar dibandingkan operasi usus buntu dalam kondisi usus buntu yang masih baik 2) Lokasi target organ yang dioperasi. Operasi yang target organnya berada di rongga perut kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar dengan operasi yang dilakukan di luar rongga perut. Operasi pada daerah anus juga berbeda dengan operasi pada daerah tubuh yang lain. 3) Tehnik operasi yang dilakukan. Pada tehnik operasi yang menghasilkan paparan luas, seperti sayatan tengah rongga perut (sayatan median pada jenis operasi laparatomi eksplorasi) tentu resiko infeksi yang terjadi jauh lebih berat dibandingkan sayatan pada pinggir kanan bawah perut (mis pada kasus hernia / usus buntu). Tehnik operasi dengan laparoskopi akan memberikan resiko infeksi yang kecil karena tidak melibatkan banyak otot-otot dan bagian tubuh lain yang harus ‘dirusak’. 4) Adanya penyakit lain yang menyertai. Pasien dengan operasi usus , jika ia juga memiliki penyakit lain seperti TBC, DM / kencing manis, malnutrisi dll maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Selain itu, jika ditemukan lebih dari satu penyakit yang harus dilakukan operasi pada saat bersamaan, misalnya selain menjalani operasi angkat batu empedu / kolesistektomi pasien juga menjalani operasi angkat usus buntu yang meradang / apendisitis, maka komplikasi operasi (termasuk infeksi) yang terjadi dapat lebih besar 5) Keadaan pasien secara umum. Inilah pentingnya pemeriksaan lab dan ronsen sebelum operasi dilakukan. Meskipun demikian pada operasi-operasi yang bersifat emergensi, jika keadaan umum pasien kurang baik (misalnya Hb rendah, demam, nilai-nilai tertentu dari lab yang menurun dari normal), maka operasi tetap dilakukan sambil tetap mengkoreksi keadaan umum yang kurang baik tadi. 6) Kompetensi / kemampuan Dokter Bedah yang melakukan operasi. Jika memang kasusnya harus dilakukan operasi, pilihlah Dokter Bedah yang telah memiliki kompetensi. Beberapa kasus di daerah, ada seorang dokter umum kedapatan sering melakukan tindakan sesar / membantu persalinan lewat operasi. Meskipun akses sayatan yang dilakukan adalah benar, tentu saja seharusnya hal tersebut tidak dibenarkan, karena masalah kompetensi tetap harus dipertimbangkan. Begitu juga pada kasus yang teramat sub spesialistis, selayaknya seorang ahli Bedah Umum dapat merujuk pasiennya ke Dokter yang lebih ahli seperti Bedah digestif, Bedah Urologi dsb. 7) Perilaku Pasien, misalnya setelah menjalani operasi wajib KONTROL ke pada dokter Bedahnya. Sewaktu kontrol pasien menerima sejumlah hak, hak untuk dilihat perkembangan luka operasinya, hak mendapat penjelasan mengenai apa saja yang dilakukan untuk membantu memulihkan kesehatannya post operasi, hak mendapat keterangan-keterangan lain berkaitan dengan operasi yang dijalani. Pasien yang “malas “ kontrol karena merasa luka operasi nya sudah sembuh, biasanya akan mengalami komplikasi operasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pasien-pasien yang setia mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Dokternya. Pasien yang “setia” ‘pada hanya dengan ‘ dokter Bedahnya yang mengoperasi, biasanya akan mengalami komplikasi operasi jauh lebih sedikit dibandingkan pasien lain yang (misalnya) jika mengalami keraguan pada terapi obat yang diberikan, bukan bertanya langsung pada dokter ybs tapi malah mengikuti saran kerabat, teman yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga jalinlah “persahabatan” yang baik dengan Dokter Bedah yang mengoperasi. Jangan sampai mempunyai rasa sungkan, rasa “tidak enak” jika harus bertanya kepada dokter nya untuk sesuatu yang tidak dan ingin diketahui.
Ada yang punya pengalaman mendapatkan infeksi pada luka operasi ? atau mendapatkan komplikasi lain setelah pembedahan ? Bisa dan sangat boleh sama-sama berbagi disini.
Infeksi luka operasi dapat terjadi tergantung banyak hal misalnya 1) jenis operasi yang dikerjakan. Pada operasi dengan jenis ‘contaminated’ / yang tercemar – terkontaminasi tentu saja resiko infeksi nya jauh lebih besar dibandingkan jenis operasi ‘bersih’. Contoh, operasi usus buntu dengan kondisi usus buntu yang sudah bernanah, sudah pecah tentu resiko infeksi yang terjadi jauh lebih besar dibandingkan operasi usus buntu dalam kondisi usus buntu yang masih baik 2) Lokasi target organ yang dioperasi. Operasi yang target organnya berada di rongga perut kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar dengan operasi yang dilakukan di luar rongga perut. Operasi pada daerah anus juga berbeda dengan operasi pada daerah tubuh yang lain. 3) Tehnik operasi yang dilakukan. Pada tehnik operasi yang menghasilkan paparan luas, seperti sayatan tengah rongga perut (sayatan median pada jenis operasi laparatomi eksplorasi) tentu resiko infeksi yang terjadi jauh lebih berat dibandingkan sayatan pada pinggir kanan bawah perut (mis pada kasus hernia / usus buntu). Tehnik operasi dengan laparoskopi akan memberikan resiko infeksi yang kecil karena tidak melibatkan banyak otot-otot dan bagian tubuh lain yang harus ‘dirusak’. 4) Adanya penyakit lain yang menyertai. Pasien dengan operasi usus , jika ia juga memiliki penyakit lain seperti TBC, DM / kencing manis, malnutrisi dll maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Selain itu, jika ditemukan lebih dari satu penyakit yang harus dilakukan operasi pada saat bersamaan, misalnya selain menjalani operasi angkat batu empedu / kolesistektomi pasien juga menjalani operasi angkat usus buntu yang meradang / apendisitis, maka komplikasi operasi (termasuk infeksi) yang terjadi dapat lebih besar 5) Keadaan pasien secara umum. Inilah pentingnya pemeriksaan lab dan ronsen sebelum operasi dilakukan. Meskipun demikian pada operasi-operasi yang bersifat emergensi, jika keadaan umum pasien kurang baik (misalnya Hb rendah, demam, nilai-nilai tertentu dari lab yang menurun dari normal), maka operasi tetap dilakukan sambil tetap mengkoreksi keadaan umum yang kurang baik tadi. 6) Kompetensi / kemampuan Dokter Bedah yang melakukan operasi. Jika memang kasusnya harus dilakukan operasi, pilihlah Dokter Bedah yang telah memiliki kompetensi. Beberapa kasus di daerah, ada seorang dokter umum kedapatan sering melakukan tindakan sesar / membantu persalinan lewat operasi. Meskipun akses sayatan yang dilakukan adalah benar, tentu saja seharusnya hal tersebut tidak dibenarkan, karena masalah kompetensi tetap harus dipertimbangkan. Begitu juga pada kasus yang teramat sub spesialistis, selayaknya seorang ahli Bedah Umum dapat merujuk pasiennya ke Dokter yang lebih ahli seperti Bedah digestif, Bedah Urologi dsb. 7) Perilaku Pasien, misalnya setelah menjalani operasi wajib KONTROL ke pada dokter Bedahnya. Sewaktu kontrol pasien menerima sejumlah hak, hak untuk dilihat perkembangan luka operasinya, hak mendapat penjelasan mengenai apa saja yang dilakukan untuk membantu memulihkan kesehatannya post operasi, hak mendapat keterangan-keterangan lain berkaitan dengan operasi yang dijalani. Pasien yang “malas “ kontrol karena merasa luka operasi nya sudah sembuh, biasanya akan mengalami komplikasi operasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pasien-pasien yang setia mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Dokternya. Pasien yang “setia” ‘pada hanya dengan ‘ dokter Bedahnya yang mengoperasi, biasanya akan mengalami komplikasi operasi jauh lebih sedikit dibandingkan pasien lain yang (misalnya) jika mengalami keraguan pada terapi obat yang diberikan, bukan bertanya langsung pada dokter ybs tapi malah mengikuti saran kerabat, teman yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga jalinlah “persahabatan” yang baik dengan Dokter Bedah yang mengoperasi. Jangan sampai mempunyai rasa sungkan, rasa “tidak enak” jika harus bertanya kepada dokter nya untuk sesuatu yang tidak dan ingin diketahui.
Ada yang punya pengalaman mendapatkan infeksi pada luka operasi ? atau mendapatkan komplikasi lain setelah pembedahan ? Bisa dan sangat boleh sama-sama berbagi disini.